Sewaktu hendak memasuki obyek wisata di deretan
pantai Indrayanti,Sundak,Drini,Krakal,Kukup dan Baron,semuanya di wilayah Kab.
Gunung Kidul, DIY (dan tentunya disetiap obyek wisata) kendaraan yang masuk
selalu berjalan pelan,berhenti kemudian diperiksa oleh petugas. Biasanya
petugas akan bertanya, berapa orang dewasa, berapa anak-anak, rombongan atau
sendiri, kalau rombongan berapa bis,mobil dan kendaraan roda dua. Semua di data
berkaitan dengan berapa ongkos atau harga tiket yang mesti dibayar. Terkadang
terjadi negosiasi di dalam percakapan
itu. Calon pengunjung meminta potongan harga karcis karena rombongan besar,
kebanyakan anak-anak, bukan dari tempat jauh dan mungkin masih ada alasan lain
demi meminta potongan harga.
Namun terkadang pengunjung hanya memikirkan diri
dan rombongannya, tak pernah memikirkan petugas yang sedang berjaga. Hanya
meminta ringan dan enaknya tanpa pernah mencoba memikirkan betapa petugas
seringkali diintrogasi oleh atasannya berkenaan dengan pekerjaannya. Mengapa
jumlah pengunjung tidak berbanding lurus dengan jumlah pemasukan, mengapa area
parkir menjadi penuh sehingga menimbulkan kemacetan?Petugas menjadi serba bingung.
Hidup manusia, sepertinya bisa digambarkan dengan
keadaan di atas. Ketika mau
memilih,melakukan, mengungkapkan, mengatakan “SESUATU” semestinya ada
“loket karcis” kehidupan. Ada petugas yang menanya banyak hal. Petugas itu
bernama NURANI. Ia bertugas untuk menayakan banyak hal,pentingkah yang hendak
dikerjakan,ada yang terlukai atau tidak,berdampak baik atau buruk,harga yang
mesti dibayar terjangkau atau tidak,dan juga peringatan-peringatan akan tempat
yang hendak dimasuki. Namun seringkali manusia melakukan proses tawar menawar (nyang-nyangan,bahasa Jawanya) yang
bertujuan untuk meloloskan semua keinginannya tanpa peduli resiko di dalamnya.
Seperti petugas loket tempat wisata yang berjaga, demikian pula nurani. Sewaktu
gagal membuat manusia mematuhi pesan/nasehatnya,maka beratlah beban yang harus
dipikulnya. Dan pada akhirnya, nurani itu tak memiliki tempat sewajarnya,ia
bagaikan Arca yang hanya ada namun tiada mampu memainkan fungsinya dengan
sempurna.
Pakne Sesta-Mitha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar