Kamis, 02 April 2015

FUNGSIKAN TUGAS NURANI


LOKET PEMBAYARAN KARCIS DAN NURANI
Sewaktu hendak memasuki obyek wisata di deretan pantai Indrayanti,Sundak,Drini,Krakal,Kukup dan Baron,semuanya di wilayah Kab. Gunung Kidul, DIY (dan tentunya disetiap obyek wisata) kendaraan yang masuk selalu berjalan pelan,berhenti kemudian diperiksa oleh petugas. Biasanya petugas akan bertanya, berapa orang dewasa, berapa anak-anak, rombongan atau sendiri, kalau rombongan berapa bis,mobil dan kendaraan roda dua. Semua di data berkaitan dengan berapa ongkos atau harga tiket yang mesti dibayar. Terkadang terjadi negosiasi  di dalam percakapan itu. Calon pengunjung meminta potongan harga karcis karena rombongan besar, kebanyakan anak-anak, bukan dari tempat jauh dan mungkin masih ada alasan lain demi meminta potongan harga.
Namun terkadang pengunjung hanya memikirkan diri dan rombongannya, tak pernah memikirkan petugas yang sedang berjaga. Hanya meminta ringan dan enaknya tanpa pernah mencoba memikirkan betapa petugas seringkali diintrogasi oleh atasannya berkenaan dengan pekerjaannya. Mengapa jumlah pengunjung tidak berbanding lurus dengan jumlah pemasukan, mengapa area parkir menjadi penuh sehingga menimbulkan kemacetan?Petugas menjadi serba bingung.
Hidup manusia, sepertinya bisa digambarkan dengan keadaan di atas. Ketika mau  memilih,melakukan, mengungkapkan, mengatakan “SESUATU” semestinya ada “loket karcis” kehidupan. Ada petugas yang menanya banyak hal. Petugas itu bernama NURANI. Ia bertugas untuk menayakan banyak hal,pentingkah yang hendak dikerjakan,ada yang terlukai atau tidak,berdampak baik atau buruk,harga yang mesti dibayar terjangkau atau tidak,dan juga peringatan-peringatan akan tempat yang hendak dimasuki. Namun seringkali manusia melakukan proses tawar menawar (nyang-nyangan,bahasa Jawanya) yang bertujuan untuk meloloskan semua keinginannya tanpa peduli resiko di dalamnya.
Seperti petugas loket tempat wisata  yang berjaga, demikian pula nurani. Sewaktu gagal membuat manusia mematuhi pesan/nasehatnya,maka beratlah beban yang harus dipikulnya. Dan pada akhirnya, nurani itu tak memiliki tempat sewajarnya,ia bagaikan Arca yang hanya ada namun tiada mampu memainkan fungsinya dengan sempurna.

Pakne Sesta-Mitha


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH