Minggu, 26 April 2015

Dari Kaos kakipun manusia bisa sadar akan pendidikan anak

Kisah Kaos Kaki dan Seorang Anak Laki-laki
Seorang sahabat pernah berkisah tentang pengalaman yang dimilikinya berkenaan dengan anak semata wayangnya. Anak sahabat ini berusia sekitar 4 tahun, masuk Play Group dan seperti anak-anak kebanyakan. Lebih cerdas dibandingkan anak jaman dahulu. Suatu waktu, anak ini henda mengambil minum, dan meminta bapaknya mengambilkan. Demi memberi pengajaran tentang kemandirian, si bapak mengatakan dengan bahasa lembut dan kebapakan. “Kalau mas bisa mengambil sendiri, jangan menyuruh atau meminta orang lain untuk mengambilkan. Jangan meminta orang lain melakukan yang mas sendiri bisa”. Demikian si bapak, sahabat saya itu memberi petuahnya. Anaknya patuh dan semenjak saat itu, si anak menjadi pribadi yang patuh dan sangat mandiri.
Waktu bergulir lambat namun pasti, tiada satu kekuatan yang mampu mengusik dan menghentikannya. Dan keluarga sahabat saya itu juga meniti waktu dengan irama seperti yang biasa mereka lagukan. Hingga, tanpa sadar, sampailah mereka pada situasi yang sungguh membuat kaget sekaligus bangga. Pagi itu, seperti biasa, semua bersiap untuk melakukan aktifitas harian mereka. Ada yang memasak,ada bersiap sekolah dan kerja. Demikian pula dengan sahabat saya dan anak lelakinya. Saat semua sudah hampir siap dan tinggal memakai kaos kaki, sahabat saya memanggil anaknya. Dia meminta (menyuruh) anaknya, mengambilkan kaos kaki untuk dipakainya ke tempat kerja. “Mas, tolong ambilkan kaos kaki bapak”, santun dan lembut sahabat saya itu meminta tolong anaknya. Sahabat saya berpikir, dalam kepatuhannya, anaknya akan bersegera mengambilkan kaos kaki yang akan dikenakannya. Namun, jawaban yang diterimanya sungguh diluar perkiraan.
“Memangnya bapak tidak bisa mengambil sendiri?”. Jawab si anak itu. Sungguh kaget sahabat saya ini dan kemudian diam. “Kata bapak, kalau bisa melakukan sendiri jangan meminta bantuan orang lain, lha bapak kan bisa mengambil kaos kaki itu kan?”. Kalimat polos meluncur deras dari mulut anak laki-laki berusia4,5 tahun itu. Sahabat saya sadar, dulu memang pernah mengajarkan anaknya demikian dan ajaran itu diterima anaknya dengan lugu,jujur dan polos,akibatnya,ajarannya menyerang balik dirinya.
Terkadang, manusia sering lupa bahwa apa yang dikatakan,dilakukan dan dijalani, suatu waktu akan mengena dirinya sendiri. Untuk itu, mari kita berhati-hati melakukan apapun juga. Selamat merenungkan.

salam cinta untuk semesta
www.cintasemesta.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH