Sabtu, 11 November 2017

Bijak Mengantisipasi Situasi


Bawalah payung sebelum hujan. Saya yakin semua yang membaca kalimat yang tertulis sebelum kalimat ini mengerti maksut dari kalimat tersebut, yang artinya kurang lebih, berjaga-jagalah atau siap sedialah engkau untuk  mengantisipasi  segala kemungkinan keadaan, khususnya hujan. Mengapa harus hujan, apakah kalau panas tidak boleh pakai payung? Boleh, namun nampaknya akibat negative dari air hujan lebih berbahaya dibandingkan dengan panasnya terik matahari. Namun, meskipun kebanyakan orang paham akan arti ungkapan di atas, belum tentu semua mau merepotkan diri dengan membawa payung. Mengapa repot? Karena membawa payung akan selalu menghambat gerak atau aktifitas siapa saja yang membawanya.
Bacaan Injil kita di minggu ini, 12 november 2107 ini berkisah tentang bagaimana bersikap bijak menghadapi segala macam situasi. Yesus membuat perumpamaan tentang siapa yang siap dengan cara mau repot membawa cadangan kebutuhan dan siapa yang tidak siap menghadapi situasi terburuk dengan enggan membawa cadangan kebutuhan. Pada akhirnya, yang “Mau repot” membawa persiapan kebutuhanlah yang berhak melanjutkan perjalanan dan berjumpa dengan mempelai untuk berbahagia. 5 perempuan bijaksana rela repot dengan persediaan, karena mereka sepertinya sadar akan situasi iklim di daerahnya, sementara yang tidak mau repot, hanya ingin engaknya saja gagal menjumpai sang mempelai.  Jika pada akhirnya, yang mau repotlah yang aman sentausa, itu semua sejatinya adalah cermin refleksi untuk kita semua.
Hidup kita sebagai manusia di dunia ini sejatinya adalah sebuah penantian dan kapan datangnya yang dinanti belum bisa dipastikan. Justru dari “Ketidakpastian” tentang kapan datangnya Si Tamu Agung itu, menjadikan cara mereka menerima dan bersiap sangat menunjukkan kedewasaan berpikir yang luar biasa. Maka di akhir renungan ini, saya hendak mengajak siapa saja untuk segera mengatasi segala kekuatirannya dengan tindakan yang konkrit atau nyata. Jika dalam teks Alkitab, Yesus memberikan perumpamaan tentang  perempuan bijak yang membawa persediaan minyak dalam sebuah perjalanan malam hari serta nasehat bijak di awal tulisan ini tentang membawa atau sedia payung sebelum hujan, maka tepat kalau dalam kehidupan ini, khususnya soal iman, kita juga wajib menyediakan”bekal” itu untuk selalu siap di dalam segala keadaan.

Salam Siap Sedia

Sabtu, 28 Oktober 2017

Menghidupi Kasih


“Pak, hendak ke manakah saat senja gelap dengan mendung hitam seperti ini?”, Sapa seorang remaja laki-laki kepada seorang bapak, saat mereka berdua berjumpa di sebuah pertigaan jalan desa, tepat di perbatasan pemukiman dengan  hamparan sawah dan ladang.
“Mau ke sawah nak, nampaknya hujanakan turun dengan sangat deras jika melihat gelatnya, baik udara dan juga mendung yang ada”, Jawab si bapak dengan senyum tulus khas seorang petani yang selalu taat kepada bahasa alam.
“Tapi hujan nampaknya akan sangat deras pak, dan juga sudah sore dan sebentar lagi malam. Pastilah akan sangat gelap dan dingin”, Sambung si remaja yang nampaknya sangat ingin tahu dengan motivasi si bapak petani yang siap menerjang segala rintangan demi sawah dan tanaman padinya.
“Hujan adalah karunia nak, demikian juga  malam dengan segala ornamennya, baik gelap dan dingin. Kita tidak bisa menolak malam meskipun kita bisa membuat lampu dari listrik. Kita tidak bisa menolak hujan meskipun teknologi sangat canggih dan yang perlu kita kerjakan adalah bercakap dengan alam semesta ini. Karena, sebagaimanapun keberadaannya, semua yang adadalam lingkaran semesta ini adalah bahasa cinta untuk kita semua. Hujan selalu jujur dan ramah dengan semua penghuni semesta dan karenanya bapak juga belajar mencintai semua bahasa alam semesta ini”
Suasana senyap dan gelap semakin mendekat. Dalam keheningan Nampak si bapak tani hendak melanjutkan perjalanannya dan itu membuat si remaja tertarik untuk mengetahui kehidupan bapak tani nan sederhana ini.
“Jika engkau ingin menikmati hujan, jangan takut dengan basah dan dinginnya nak. Maka jika hendak mengikutiku, ayo berjalan dan menikmati bahasa cinta semesta”, Ajak si bapak tani yang diikuti oleh si remaja itu.
Maka dalm gerimis yang semakin menderu serta gelap yang semakin berkuasa, berjalanlah dua orang itu menuju sebuah persawahan. Dingin air hujan dan gelap malam seolah asing untuk si remaja itu, namun nampak nikmat untuk si bapak petani dan demi kebaikan si remaja itu, pak tani menyuruh dia masuk berteduh di sebuah gubug permanen di pojok pematang. Dalam gubug itu si remaja melihat semua yang dilakukan pak tani  Dan ketika hujan reda,si bapak tani bergegas menyusul si remaja ke dalam gubug dan seusai berganti pakaian basah pak tani menyalakan api unggun.
“Pak, apa yang membuat bapak sanggup melakukan semua ini? Tanya si remaja dalam temaram cahaya api unggun.
Sembari menyalakan rokok  yang disimpannya dalam saku baju yang dibungkus dengan plastic, si bapak tani itu menjawab dengan pelan namun penuh wibawa.
“Karena aku mencintai kehidupan ini apa adanya. Aku memaknai bahwa pekerjanku adalah cinta dan karenanya aku harus menghidupi pekerjaanku ini dengan cinta. Karena tanpa cinta tiada satupun yang bisa hidup di dalam dunia ini. Dunia ini tercipta karena cinta Allah dan demi cinta itu, Tuhan Allah mengiklaskan hidupnya. Dan ketahuilah juga bahwa manusiapun dicipta karena cinta, maka manusia mesti hidup dan menghidupi cinta itu dengan bertaruh nyawa”, Urai si bapak tani yang ternyata sangatlah dalam pemahamannya tentang kehidupan.
Udara malam semakin dingin, namun semangat hidup pemuda itu membara laksana magma Gunung agung di Bali yang membuat banyak orang gelisah dibuatnya. Dan dari perjumpaan serta percakapan sederhana dengan si bapak tani di sawah saat hujan dan di tengah sawah itu, remaja itu perlahan mulai berubah caranya melihat kehidupan. Dia ingin mencinta hidup dan kehidupannya dan semakin tersadar bahwa demi menghidupi cinta itu, pengorbanan adalah harga mati.
Salam Cinta

Selasa, 24 Oktober 2017

Perlombaan Maraton Kelinci dengan Kura-kura

Perlombaan Maraton Kelinci dengan Kura-kura Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Oleh: Erni Julia Kok

Kelinci dan kura-kura bertanding lari maraton? Dari segala aspek, tampaknya pemenangnya sudah pasti, si kelinci!!! Pertama kelinci lincah melompat dengan keempat kakinya yang beberapa kali lebih panjang dibandingkan kaki si kura-kura. Badan kelinci ringan sedangkan sang kura-kura harus mengangkuti rumahnya yang aduhai berat. Jika bertemu halangan dan hambatan, si kelinci dengan mudah dapat melewatinya, tetapi si kura-kura harus pelan-pelan memanjat dan turun lagi di sisi yang berbeda dengan hati-hati sekali agar tidak tergelincir yang kemungkinan akan menyebabkan ia terluka.

Si kelinci yang terlalu percaya diri itu hampir ternganga ketika tantangannya diterima sang kura-kura tanpa pikir panjang. Ia hanya tersenyum misterius ketika binatang-binatang lain di hutan berusaha menasihatinya untuk tidak mengikuti perlombaan di mana ia tak punya kesempatan untuk menang.

Pada hari yang telah ditentukan, matahari di musim panas bersinar sangat garang, kedua binatang yang sangat berbeda itu pun bersiap-siap di depan garis start. Ayam jantan yang bertindak sebagai juri berkokok tiga kali, dan sang kelinci melesat maju ke depan, meninggalkan kura-kura yang baru berinsut beberapa inci. Binatang-bintang lain yang menonton di sepanjang jalur pertandingan bukannya memberi semangat, malah mencemoohkannya dungu, keras kepala dan tak tahu diri.

Sang kura-kura tidak marah diejek, dengan sabar, ia tekun merangka
... baca selengkapnya di Perlombaan Maraton Kelinci dengan Kura-kura Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Selasa, 17 Oktober 2017

Si Tugu Penanda Desa



Kemarau yang panjang menjadikan panas terasa menyengat , bahkan lebih terasa sangat menyengat. Akibat panas dan sengatannya, membuat beberapa makluk serasa tidak kuat menghadapinya. Jika ia makluk hidup, maka ia akan berjuang beradaptasi dengan panasnya alam dengan salah satu caranya mengurangi dedaunannya. 

Sementara manusia dengan segala kemampuan akalnya membuat berbagai macam alat untuk menaklukan, atau setidaknya mengurangi sengatan panasnya alam, dan memang berhasil.


Adalah sebuah tugu, sebagai penanda perbatasan desa. Panas yang sangat menyengat menyebabkan dia tersiksa dan akirnya cat yang menghiasi “raganya” terkelupas, sehingga menampilkan bentuk serta warnanya yang asli. Seseorang, entah karena inisiatif sendiri atau karena proyek, sesaat sebelum musim penghujan datang, memberi warna kembali ke tugu penanda itu. Entah berapa harga poewarna itu, yang pasti di hari yang kemudian, tugu penanda di batas desa itu berubah lebih cantik dan elok dari sebelumnya. Semua itu menjadikan siapa saja yang memandang menjadi terkesima, heran dan kagum serta mengagumi keindahan serta keelokan tugu penanda itu.

Dan musim hujanpun tiba, dengan segala curahan air serta udara dinginnya. Semua terlena dengan rasa sukacita karena panas akan segera tergantikan dengan sejuknya suasana. Tumbuhan mulai tumbuh di setiap sudut-sudut tanah karena percintaan air dan benih yang menghasilkan tumbuhnya benih yang tersebar di seluruh semesta. Semua seolah mencipta keindahan semesta, dan melupa akan banya hal.

Air hujan yang membuat setiap benih menemukan cinta sejatinya itu juga mengguyur tugu penanda yang belum lama di rias agar tercipta keindahannya. Namun kekuatan polesan warna cat yang membuatnya nampaka elok dalam beberapa saat sirna atau luruh oleh kekuatan alam yang mewakilkan air hujan untuk “menguji” kekuatan hidupnya, sehingga yang nampakkemudian adalah sosok tugu penanda batas desa yang kusam dan tidak menarik kembali.

Spiritualitas yang paling kokoh adalah jujur dan apa adanya, jika spiritualitas itu terbangun dalam polesan-polesan ketidakjujuran, maka serbuah alam semesta dengan segalam macam “amunisinya” akan mengembalikan apapun substansi alam ini ke wujudnya yang asli. Siapapun anda, tampilah sesuai dengan kapasitas diri anda, karena dengan tampil sesuai kapasitas dirinya anda, anda akan menjadi lebih kuat untuk menghadapi gelora semesta ini.

Selasa, 10 Oktober 2017

Dewi Lestari (Dee): Tulisan Saya Harus Mencerdaskan

Dewi Lestari (Dee): Tulisan Saya Harus Mencerdaskan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Ternyata Dewi Lestari atau Dee memiliki keprihatinan yang sama dengan sejumlah pekerja seni dan kalangan penggerak kreatifitas, bahwa di negeri ini sedang tumbuh suasana ‘tidak toleran’. Ada sebagian kelompok atau orang yang suka memaksakan kehendak, pikiran, pendapat, dan keyakinannya. Akibatnya, orang lain atau siapa saja yang tidak sependapat dengan kehendak dan pikiran kelompok tersebut, sepertinya harus segera ‘ditundukkan’ atau ‘dipaksa’ mengikuti kemauan mereka.

“Saya agak khawatir dengan adanya kelompok-kelompok ekstremis yang memaksakan nilai tertentu dalam kerangka berekspresi. Kalau dibiarkan bisa membawa kesenian Indonesia terpuruk mundur, bahkan bisa membentuk karakter masyarakat yang tidak lagi kondusif untuk berkesenian,” tegas Dewi kepada Pembelajar.com.

Dalam serial novel Supernova-nya maupun esai-esainya, Dee memang dikenal memiliki ketajaman berpikir dan beranalisis. Ada nuansa pendobrakan, anti kemapanan, kegelisahan dan pencarian hal-hal yang sangat substantif sifatnya. Dee memang suka berfilsafat, seperti yang dia perlihatkan dalam karya t
... baca selengkapnya di Dewi Lestari (Dee): Tulisan Saya Harus Mencerdaskan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Sabtu, 23 September 2017

Memahami Kasih Dan Kuasa Allah




Seorang petani, di saat melepas lelah berteduh di bawah pohon beringin di pinggir ladangnya yang ada di tepi hutan. Ladang yang subur dengan dinding lereng perbukitan. Dan pohon beringin itupun ada di ujung sawahnya juga berfungsi sebagai penjaga sumber mata air yang mengairi sebagian ladangnya. 

Musim tanam ini si petani menanam semangka dan semangkanya sudah mulai berbuah serta hampir siap dipanen. Sambil mengamati buah semangkanya, petani itu merasa heran, mengapa Tuhan begitu tidak adilnya. Semangka dengan pohon lemah dan menjalar diberinya buah yang teramat besar sementara beringin itu, yang pohonnya begitu kokoh dan kuat, hanya diberi buah yang begitu kecil. Sama sekali tidak seimbang, tidak adil. Begitu pikir si petani. 


Angin sepoi ujung kemarau menampar wajahnya yang letih namun nampak bahagia, hingga kantuk menyergap si petani. Kantuk yang terasa indah yang mengantarkannya pada tidur yang sekilas, hingga tiba-tiba..sebuah buah beringin jatuh menghantam wajahnya, kaget si petani namun juga menyadarkan betapa bahaya jika keadilan menurutnya terjadi. Buah sebesar pohonnya, pastilah wajahnya akan lebam atau bahkan hancur  terhantam buah yang besar. Petani itu sadar bahwa keadilan Tuhan selalu berbeda dengan keadilan menurut dirinya.

Saudara, bacaan Alkitab minggu ini, 24 September, berbicara tentang keadilan serta kemahakuasaan Tuhan Allah. Keadilan Tuhan yang selalu berseberangan dengan keadilan manusia. Manusia hanya mampu berpikir keadilan sesuai kapasitas berpikirnya yang sangat terbatas, sementara Tuhan memiliki kebijaksanaan kekal untuk melakukan keadilan sesuai dengan kuasa dan kasihNya. 


Matius 20 ayat 1-15 yang merupakan lanjutan ajaran Yesus tentang Kerajaan Surga, berbicara tentang keadilan Allah yang diluar jangkauan manusia. ketika pemilik kebun anggur meminta orang bekerja, sudah terjadi kesepakatan akan upahnya, yaitu satu dinar. Lalu dalam rangkain waktu, di hari itu juga dalam waktu yang berbeda, pemilik kebun anggur itu juga menjumpai banyak orang dan semuanya dimintanya bekerja. Bahkan saat senjapun masih dimintanya orang yang ditemuinya untuk bekerja dengan upah yang sama. Saat hari menjelang malam, para mandor memanggil para pekerja, dari yang mulai bekerja paling akhir,hingga paling awal dan semua diberi upah sama, satu dinar. Hal ini menjadikan yang berangkat paling awal memprotes tuan itu namun diberi jawaban bahwa semua harus menurut kehendak si pemilik kebun anggur.

Kadangkala dalam kehidupan ini, kitapun berpikir seperti dua contoh di atas, berpikir keadilan menurut ukuran manusiawi kita, bahkan dalam memikirkan Tuhanpun sering dipaksa untuk “taat” sesuai daya nalar kita dan ketika itu tidak terjadi, maka kita memprotes keadaan dan bahkan memprotes Tuhan. Sadar atau tidak, kerap kali kita sebagai menusia mencoba memaksa Tuhan agar keadilannya seturut dengan kehendak kita. Kita kerap kali memaksa Tuhan masuk dalam bingkai pemikiran kita. Kita merasa kuat dan besar, maka kita seolah punya hak memaksa Tuhan agar manut kehendak kita dan kemudian melakukan berbagai upaya untuk mewujutkan keinginan itu tanpa peduli menerobos wilayah Illahi. Dan ketika kita (manusia terhempas) karena mencoba memaksa Tuhan, justru kemudian menyalahkan yang lain.


Dari ajaran Tuhan Yesus di Matius 20 ayat 1-15 ini, kita diajak untuk memahami bahwa perihal Kerajaan Surga adalah mutlak berdasarkan otoritas Tuhan dan tugas kita sebagai manusia hanyalah bekerja sesuai kesepakatan kita dengan pemberi kerja, yaitu Tuhan. Dengan begitu, sebenarnya kita sudah berupaya memahami kasih dan kuasa Allah dan tidak berupaya menguasahi Kasih, Keadilan serta Kuasa Allah. Upah kerja kita total dalam kuasa Tuhan dan kita hanya diminta bekerja dan bekerja, entah kapan mulainya bekerja itu tidak penting, yang penting bekerja. Upahnyapun sudah disepakati yaitu sedinar, seharga kebutuhan hidup sehari (waktu itu). 

Adalah baik jika kita memulai menyerahkan semua aspek kehidupan kita kepadaNya, dan kita sebagai manusia hanya bertugas bekerja dan bekerja. Mari melakukan pekerjaan yang kita yakini sebagai panggilan Tuhan dengan serius dan tulus.

Selamat Memahami Kasih dan Keadilan Allah

Jumat, 08 September 2017

SEBUAH SENI MENGINGATKAN




Tidak sempurna dalam menggunakan pakaian merupakan pengalaman yang hampir semua manusia pernah mengalaminya. Entah itu kancing baju yang tidak sesuai, kancing baju yang kebuka satu,entah itu krah yang kurang pas,atau juga retsleting yang belum tertutup. Memang tidak semua posisi pakaian sensitive,namun ada juga yang sensitive. Semisal,seorang laki-laki yang dalam sebuah acara formal tidak menutup retsleting celananya dengan rapat atau perempuan yang kancing bajunya terbuka satu dan itu di dada,pasti yang melihat akan merasa risih. Nah,untuk mengingatkan sering terbentur banyak persoalan. Jika belum kenal bisa menjadi repot,namun jika sudah kenal bisa jadi riskan juga. Kalau mau disampaikan vulgar,tidak enak rasa,namun jika tidak disampaikan juga semakin tidak enak. Maka,satu-satunya jalan adalah mengajaknya menyingkir lalu diberi tahu tentang keadaan yang sebenarnya. Itulah “Alat” mengingatkan sahabat demi sebuah kebaikan.

Seni mengingatkan, itulah sesuatu yang menarik untuk kita kaji dan renungkan. Mengingatkan itu hal yang baik,namun jika disampaikan tidak dengan cara yang baik,bisa jadi hasilnya juga tidak akan baik. Seni mengingatkan itu amat penting. Dengan seni mengingatkan yang baik dan indah,maka yang diingatkan tidak merasa dipermalukan sedangkan yang mengingatkan juga tidak sedang membuka aib sahabat ataupun orang lain.
Dalam bacaan Injil minggu 10 September ini, bersamaan dengan minggu kedua bulan katekese Liturgi , kita diajak mengerti seni mengingatkan yang begitu sederhanana, namun sempurna. Hal itu yang dulu diajarkan Yesus. Sebuah seni mengingatkan yang teramat cerdas. Mengajak bicara empat mata,langkah pertama, sebuah model pendekatan personal dan kekeluargaan. Jika ini gagal,mengajak saksi satu orang. Inipun sebuah langkah bijak demi kebaikan bersama. Jika dengan aksi masih juga tidak berhasil,maka diserahkan ke komunitas demi kebaikan bersama,dan jika ini juga gagal,berarti orang tersebut memang tidak mau untuk dikasihi,tidak mau diberi informasi baik demi dirinya. Jadi,ya biarkan saja dia.

Dalam kehidupan kita yang bersama dengan yang lain ini, sudah menjadi kemestian untuk saling menyapa dan mengingatkan,demi kebaikan bersama. Kesalahan dan kekurangan merupakan kewajaran tiap-tiap manusia. Dan wajar pulalah untuk saling mengingatkan, justru akan menjadi tidak wajar jika tidak diingatkan.Belajar dari Seni dan Strategi Yesus mengingatkan orang yang bersalah,hendaknya kita semua bisa memetik pengalaman indah dan kemudian mempraktekannya. Selamat Berjuang Mengingatkan dengan seni indah..
oiya..awas..retsleting anda..jangan keasikan membaca..

selam damai

FIKSI Di Malam PASKAH