Kamis, 09 April 2015

BENARKAH DOA ADA YANG TIDAK SAMPAI?

MAAF, NANTI DOANYA TIDAK SAMPAI
Sebuah pergumulan reflektif tentang agama, tempat berdoa dan Tuhan
Seorang perempuan tua, telah ditinggal mati suaminya. Berusia sekitar 80 tahun dan tanpa keturunan, tinggalah ia dalam kesendirian masa tuanya. Sejatinya ia masih memiliki saudara meski sudah sangat tidak mempedulikannya setelah semua harta warisan disikat habis untuk diri dan anak-anaknya.
Perempuan tua renta itu meniti sepi hidupnya bersama beberapa tetangga di sebuah kampung kecil. Kampung yang subur dengan dominasi petani bagi seluruh warga masyarakatnya. Kehidupan khas agraris memang sudah mulai beranjak ke pola industrialisasi seiring menjamurnya pabrik di sekitar daerah itu. Banyak pemuda yang enggan mengayun cangkul atau menggerakkan traktor di lumpur dan ladang dengan memilih menjadi karyawan pabrik.
Mbah Yoek, demikian beliau akrab dipanggil.  Hidup hanya dengan mengandalkan belas kasih tetangga yang memperhatikan dan mempedulikannya hidupnya. Narasi ini hanya akan berkisah tentang sebuah kisah pada masa lampau, sesaat setelah Sang Suami simbah ini berpulang ke keabadian. Menyadari rumah tingggal yang sempit dan di lereng bukit kecil, salah seorang tetangga terdekat yang merupakan kerabat jauh menawarkan untuk proses doa (sesuai dengan agama yang dianut keluarga itu) dilaksanakan di rumahnya yang hanya berjarak 4 meter di bawah rumah si simbah itu. Pertimbangannya jelas, berkenaan dengan ruang dan posisi. Namun, karena si tetangga yang juga kerabat jauh simbah tadi berbeda keyakinan dengan mbah Yoek, maka oleh pemuka agama yang dianut Simbah ditolak, dengan alasan “Nanti Doanya tidak Sampai..”
Sebuah ungkapan yang menarik dan juga terasa sadis dan ironis. Jelas ungkapan itu berangkat dari pola iman (dalam bahasa saya konsep teologi) tertentu. Bagi pemuka agama itu, tempat dan  berdoa akan berkaitan langsung dengan di dengar dan tidak di dengar oleh Sang Pemilik Hidup, Sang Kehidupan. Pola iman, atau konsep tentang Tuhan, Sang Pemilik Kehidupan, jelas sangat penting. Dengannya manusia bisa menjalin komunikasi langsung secara vertical dengan segala cara. Dan bukankah agama hanya sebuah upaya pe-legalan serpihan-serpihan pengalaman manusia dalam upaya mengenal dan menjumpai Sang KHalik?JIka jawaban itu berdasar dari pemahaman teologi yang –maaf- memadai, pastilah si pengungkap akan malu. Bukankah dalam agamanya, Tuhan itu tidak terbatas oleh ruang dan waktu?Bukankah Dia melintasi semua dimensi aktu yang dirangkai oleh manusia.
“…Nanti Doanya tidak Sampai..”Memang hanya sebuah kalimat sederhana dan pendek. Namun sejatinya dibalik kalimat itu ada sebuah Narasi Panjang yang membentuknya. Narasi persaingan kumunalisme antar agama, narasi bingung beragama, narasi kebencian dan ketakutan dan kengerian akan kelompok tertentu, narasi akan masalah uang dan ekonomi yang lain. Narasi-narasi itu terbentuk dalam jenjang waktu yang panjang dalam goresan sejarah manusia dan paradaban seusia agama itu sediri. Ironis memang, agama yang seharusnya menyatukan manusia dengan Tuhan dengan jalan meyatunya manusia dalam berjuang meniti bahagia justru telah melebarkan jurang pemisah.
Atas nama konsep iman, relasi persaudaraan antar manusia diamputasi dengan kejam oleh para preman agama. Atas nama kemurnian, relasi indah sosial dirusak oleh kaum yang mengaku tokoh agama. Atas nama TUHAN, manusia malah menyingkirkan sesamanya dengan sebuah kebanggan sedang memuliakan Tuhan. Sunguh dan sungguh teramat ironis memang.
Agama, sejatinya hendak menuntun manusia membangun relasi dengan Khaliqnya, namun justru dipelintir oleh mereka yang mengaku tahu dan paham agama.
Tuhan itu hanya bisa mengerti caraku dan bahasaku, mungkin demikian yang sedang berkecamuk di dalam pikiran orang-orang yang beragama ini. Sehingga dengan hal inii, tempatpun akan dipersoalkan. Adakah Tuhan meminta selalu diistimewakan?Adakah IA selalu meminta ruangan VIP demi kehadiranNya?Bukankah Ia justru ingin hadir dalam segala kedegilan hati manusia dan kemudian membersihkannya?
Doa yang tidak sampai. Sampai di atau ke mana?Apakah yang manusia pahami dengan doa, sekedar proposal permintaan bantuan kepada Tuhankah?Atau doa bisa bermakna lebih ndari sekedar meminta-minta?
Agama, sesungguhnya engkau dibuat bukan untuk memisahkan dan membunuh, namun mengapa justru yang terjadi demikian?Adakah yang perlu kami betulkan?
Salam Perdamaian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH