Sabtu, 27 Agustus 2016

KERENDAHHATIAN SEBAGAI PERTANDA HIDUP BERIMAN





Salah satu keinginan dasar atau naluri manusia adalah ingin dihargai atau ingin dihormati. Demi hormat dan harga diri sering manusia melupakan hakekatnya sebagai ciptaan yang segambar dengan Allah. Demi harga dirinya,sering manusia menyakiti dan melukai bahkan membunuh sesamanya. Banyak kisah bercerita tentang manusia yang demi mempertahankan harga dirinya rela melukai dan menyakiti dan bahkan membunuh sesamanya. 

Persoalan harga diri dan hormat ini ternyata sudah ada semenjak dahulu. Pun demikian dengan keadaan social masyarakat di Jaman Yesus berkarya. Banyak orang berlomba-lomba memperjuangkan serta membela harga dirinya dengan segala macam cara. Bagi manusia,dihormati oleh yang lain terasa begitu penting sehingga segala cara ditempuh untuk menggapai keadaan terhormat.

Mengetahi keadaan yang demikian, Yesus merasa perlu untuk memberikan pembelajaran dan sekaligus memberikan sebuah tegoran. Melalui perumpamaan orang yangs sedang punya hajad. Dalam banyak kasus, saat menghadiri sebuah pesta atau undangan apapun, orang ingin disapa dan dihormati serta dihargai. Maka,untuk sampai ke penghargan dan penghormatan itu, manusia berjuang dengan segala cara untuk mengapainya. Saat pesta dalam Lukas 14,ayat 1 dan ayat 7-14, Yesus memberi perumpamaan tentang para tamu yang ingin dihargai dan disanjung dengan statuus lebih dari yang lain. Cara untuk menunjukan itu adalah dengan duduk di depan. Menurut Yesus, upaya untuk mendapatkan penghargaan dan penghormatan dengan tampil popular itu salah. Bagi Yesus, rendah hati dengan  jalan “Mempersilakan” yang lain lebih dahulu adalah hal utama.
Dari cerita di Lukas 14 ini, kita bisa memetik pembelajaran penting bahwa, upaya mendapat penghormatan bisa gagal jika tidak didasari sikap rendah hati. Berupaya “Duduk di depan” dalam konteks cerita Yesus adalah symbol kesombongan. Maka, kesombonganm mesti ditumpas. Yesus menghendaki kerendahhatian,menghendaki mendahulukan yang lain mendapat kesempatan baik. Dengan mendahulukan yang “yang lain” memperoleh kebaikan,memperoleh kesempatan berarti telah berhasil mengendalikan hasrat,keinginan dan ambisi pribadi. Ini yang Yesus kehendaki. Iman yang benar adalah iman yang penuh kerendahhatian. Selamat meniti jalan iman yang penuh nuansa rendah hati..

Senin, 22 Agustus 2016

MENGIMANI SEBUAH PERMINTAAN






Hari ini saya berjumpa dengan salah seorang warga jemaat yang sudah tergolong sepuh. Mbah Juminah namanya. Usia sekitar 92 tahun. Beliau memiliki dua anak perempuan dengan beberapa cucu dan cicit. Dalam usia senjanya, belia meski mengalami sakit akibat terpeleset saat berjalan menuju ke kamar mandi. Karena sakitnya pulalah maka setiap kali ada sakramen selalu mendapatkan pelayanan istmewa dengan mengunjungi rumah di mana beliau tinggal. 

Namun hari ini ada sesuatu yang berubah kalau tidak bisa dikatakan aneh, saya kami (bersama dengan anggota majelis gereja) mengunjungi ke rumah di mana  beliau tinggal, beliau tida ada dan menurut salah seorang anaknya, beliau sedang memilih tinggal bersama salah satu cucunya. Maka kamipun bergegas mengunjungi tempat di mana Simbah sekarang tinggal.

Benar bahwa tempat tinggal beliau yang sekarang berbeda dengan tempat tinggalnya sendiri. Nuansa modern terlihat dengan ornament rumah yang khas jaman modern,namun bukan itu ternyata yang membuat simbah Juminah memilih tinggal bersama salah seorang cucunya. Beliau mengatakan bahwa jika tingga di rumah sendiri akan sulit meminta pertolongan ke suaminya (mbah kakung Suraji) karena usia yang sudah sangat tua juga. Itulah alasan beliah memilih tinggal bersama salah seorang cucunya.


Sebelum kami melanyankan sakramen, seperti biasa kami bercakap, menanyakan keadaan,kabar dan mengajkanya menyanyikan salah satu nyanyian dari Kidung Jawa lama. Beliau sangat antusias dan ini yang membuat saya merasakan makna dari pilihan hidup yang saya jalani. Sesaat sebelum menerima symbol sakramen, beliau sempat bercerita tentang doa dan harapan yang selalu mbah Juminah panjatkan. Doanya tidak muluk-muluk,hanya minta kesabaran dan kesetiaan saat menanti “Jemputan  Tuhan menuju ke dalam keabadian.

“Kula tansah ndedonga, nyenyuwun Gusti dipun paring kekiyatan lan kesabaran kangge nampeni timbalan. Niku mawon pak panyuwunan kula dating Gusti” (Terj: Saya selalu berdoa dan meminta kepada Tuhan diberikan kekuatan dan kesabaran untuk menerima panggilan. Itu saja doa saya Pak), Demikian Mbah juminah menjalani hidup di usia senjanya.
Ada kepasrahan,ada iman yang kuat,ada jejak-jejak kekuatan yang mengaris di wajah Simbah. Kami mendengar dengan seksama sembari merenung. Betapa melalui Simbah Juminah yang sepuh dan sederhana ini, iman kami diajak untuk bercermin. Sering kami meminta dan doa kepada Tuhan dengan semangat memaksakan kehendak. 
 
Bagi Mbah Juminah, permintaan itu mesti diimani dan dijalani dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Waktu manusia dan Sang Pencpta, Sang Kehidupan Sejati itu berbeda.
Terima Kasih mbah Juminah, dari perjumpaan sederhana hari ini, kami boleh mencicipi semangat hidup yang menjadi kekuatan Simbah menerima anugerah usia sampai 92 Tahun. Selamat menantikan Dia sembari menjaga anak,cucu dan juga cicit. Semoga, waktu yang akan dating, masih bisa berjumpa dan sowan simbah untuk menimba pengalaman kehidupan yang berharga. Permintaan itu hamper selalu menjadi kebutuhan manusia dan tanpa iman serta mengimani, sia-sialah permintaan itu.
Salam

Jumat, 19 Agustus 2016

TIDAK SELAMANYA PELANGGARAN ITU SALAH




Peraturan dibuat untuk menjadikan manusia teratur, karena pada dasarnya, manusia memiliki kecenderungan untuk melanggar apa yang dinamakan aturan. Namun seringkali  manusia salam menempatkan peraturan. Sering manusia berpikir bahwa peraturan dibuat untuk dilanggar da nada juga yang berpikir bahwa manusia harus hidp dalam peraturan. Dua sisi pandangan ini sama-sama salah jika diberlakukan secara konyol dalam kehidupan.

Berkenaan dengan peraturan ini,pada saat hdup dan pelayananNya, Yesus mesti berhadapan dengan kemunafikan. Tokoh-tokoh agama Yahudi sangat ketat memberlakukan peraturan agama mereka, namun ketat itu hanya berlaku untuk kalangan yang bukan komunitas mereka. Peraturan akan beda pemberlakuan dan pelaksanaannya jika untuk kalangan mereka. Dalam pandangan agama Yahudi, Sabat adalah waktu istimewa yang khusus untuk ibadah mereka. Tidak boleh ada kegiatan apapun selain ibadah itu sendiri. Akan ada hukuman keras jika melanggar aturan agama ini. Yesus menolak pandangan ini dan cara Yesus menolak sangat sederhana kalau tidak dikatakan ekstrim. Bagaimana cara Yesus menolak pandangan kaum agamawan Yahudi?Dengan cara melakukan tindakan yang berlawanan dengan pandangan kaum penguasa.

Peristiwa penyembuhan perempuan sakit di hari Sabat, bagi Yesus adalah hal sederhana. Namun tindakan itu dilihat sebagai pelanggaran berat oleh para pemimpin agama Yahudi. Bagi kaum agamawan Yahudi, melanggar aturan agama itu mesti dihukum seberat-beratnya. Kalau perlu bawa banyak orang,demo,rajam dengan batu biar mati atau paling tidak dipermalukan. Namun saat Yesus diprotes kaum agamawan Yahudi,bukannya takut malah Yesus menampar kaum agamawan itu dengan kata yang tajam bak sembilu. 

”Munafik Kalian ini!” (Alkitab Bahasa Indonesia sehari-hari). Yesus melihat kemanusiaan lebih penting daripada peraturan. Karena Yesus melihat, peraturan ada untuk kebaikan manusia dan bukan manusia untuk peraturan. Jaman sekarangpun banyak yang berpikir seperti kaum agamawan Yahudi, hanya sekedar taat kepada peraturan dan gagal paham akan esensi dari peraturan itu. Yesus melihat esensi dari  peraturan itu sebagai jalan  menjaga harkat dan martabat kemanusiawian manusia dan bukan semata untuk menghancurkan hidup manusia. Yesus melanggar peraturan namun bukan untuk kepentingan diriNya, melanggar demi kebutuhan sesame yang sangat membutuhkan.

Untuk kita sekarang, akan kita tempatkan di mana peraturan yang ada di kehidupan kita?Melanggar demi kepentingan sendiri atau taat demi kebaikan bersama?Silakan direnungkan.

FIKSI Di Malam PASKAH