Senin, 29 Mei 2017

Menangkal Serangan Terorisme




Terorisme nampaknya semakin tumbuh dan berkembang di dunia ini. Entah apa tujuan mereka melakukan tindakan itu. Beberapa terori menyebutkan bahwa akar dari terorisme adalah penindasan dan kemudian berubah menjadi dendam. Jika memang tesis ini yang benar, maka sejatinya terorisme adalah akibat, bukan ada dengan sendirinya.


Akibat penindasan, akibat ketidakadilan, akibat perampasan, akibat keserakahan sekelompok orang tertentu dan kemudian korban tidak bisa melawan dengan cara yang sama, maka lahirlah terorisme. Di sini, terorisme semakin berkembang dengan pesat, manakala di sekitar “dunia terorisme “ itu banyak pupuk-pupuk ambisi yang menyokong suburnya pertumbuhan  terorisme di dunia ini.

Singkat kata, terorisme sudah menjadi ancaman global, bukan sekedar ancaman pada lokalitas tertentu. Dan teroris sendiri sudah kehilangan akal sehatnya sebagai manusia, sehingga mereka telah bermetamorfosis menjadi “robot” bernafas yang hanya akan mengerjakan sesuai perintah tertentu. Inilah bahayanya terorisme, ketaatan brutal.
Terorisme adalah masalah mondial dan itu berarti, Indonesia juga dalam keadaan terancam. Beberapa pengalaman menjelaskan dengan sangat gambling bahwa ancaman terorisme untuk Indonesia semakin nyata dan vulgar. Ledakan bom, intimidasi, provokasi semakin tumbuh sangat subur dan tampil vulgar di Indonesia. Oleh karena itu, perlu langkah cepat dan tepat dari negara demi menyelamatkan Indonesia dari ancaman besar bahaya teroris di negeri ini.

Saya barusan sampai di rumah dan kebetulan anak saya menonton sepakbola melalui saluran TVone. Ketika menemani anak melihat bola, ada berita running texs di layar bagian bawah TV. Di situ disebutkan bahwa presiden Joko Widodo berharap TNI terlibat untuk melawan terorisme. Jujur saja, saya tidak setuju dengan istilah pakde Jokowi yaitu “melawan” terorisme.

Istilah itu menunjukan bahwa yang berkuasa atau yang kuat adalah terorisme, padahal sebenarnya yang sah berkuasa adalah negara. Namun meski kurang begitu setuju dengan istilah pakde presiden, baik kalau saya sebagai warga negara yang baik ikut terlibat untuk melumpuhkan (bukan sekedar melawan) gerakan terorisme.


Menurut saya, seharusnya bukan hanya TNI yang diharapkan terlibat menghabisin terorisme, namun seluruh warga negara Indonesia yang waras dan sadar. Cara melawannya ya harus dengan cara yang elegan dan halus. Pakai cara yang sangat lebuth, sehingga teroris tidak bisa membaca arah gerakan masyarakat dan tahu-tahu, teroris lumpuh dan hancur.

Gerakan melawan terorisme haruslah gerakan yang mantab, jelas terukur dan terstruktur. Mantab artinya dengan perhitungan matang, terukur artinya semua langkah yang akan dan yang sedang diambil serta yang masih dalam perencanaan  dapat dicapai, sementaraterstruktur artinya bahwa gerakan menghabisi terorisme adalah gerakan kebersamaan yang dikomandoi oleh negara dengan melibatkan semua komponen negara. 
Dengan demikian, maka semua celah untuk berkembangnya terorisme segera ditutun. Jika dalam “operasi” melenyabkan terorisme ada penghianat, segera sikat dan habisi agar menjadikan efek jera.
Itulah langkah sederhana untuk mengapus dan menghabisi terorisme di dunia dan secara khusus di Indonesia.
Semoga didengar pakde Jokowi

Rabu, 24 Mei 2017

Ahok Mencoba Mengubah Penjara



Penjara, selalu menjadikan orang berpikir negative terhadapnya. Tiada seorangpun yang menempatkan atau memberi makna positif terhadap tempat yang bernama penjara. Dalam benak setiap orang, penjara selalu sebagai sebuah tempat untuk para durjana, para penjahat. Tiada seorangpun yang pernah mencoba memikirkan bahwa terkadangm sistem dan orang-orang disekitar sistemlah yang lebih berhati durjana dibandingkan mereka yang menghuni tempat bernama penjara itu.


Ahok dipenjara, namun semua nurani manusia yang waras pastilah akan bergejolak bahwa itu merupakan akibat sebuah kekuatan konspiratif aneka anasir jahat di alam semesta ini. Ada anasir nafsu, anasir angkara, anasif keserakahan, anasir cabul dan yang lainnya.
Dan Ahok tidak mencoba menggeliat untuk melawan “takdir” pemenjaraannya, meski ia yakin bahwa ia tidak bersalah. 

Semua itu nampaknya dilakukan Ahok karena memang dirinya paham bahwa upaya bandingnya bisa berdampak buruk untuk orang banyak dan oleh karenanya, Ahok memilih “mengorbankan dirinya” demi kedamaian negeri yang dicintainya, meskipun “lahirnya” keadilan tertunda di negeri ini.

Ahok nampaknya hendak merubah paradigm jelek terhadap penjara. Bahwa penghuni penjara belum tentu yang secara de facto bersalah, bisa jadi penghuni penjara itu hanya dinyatakan bersalah oleh orang-orang yang bersalah dan sedang bermasalah juga.
Ahok sepertinya hendak menjadikan penjara lebih dikenal sebagai sebuah “sekolah keadilan” untuk pembelajaran orang banyak. Dan demi sekolah keadilan itu, biaya yang harus dikeluarkannya amat sangat besar. Biaya psikologi diri dan juga keluarganya, biaya nama baik yang tercoreng dan masih banyak lagi.

Kerelaan Ahok  menyelesaikan “kuliah keadilannya” di fakultas bernama Penjara, adalah teladan baik seorang anak negeri tentang apa itu kepatuhan dan keiklasan. Masalah benar dan salah, nampaknya Ahok menyerahkankan keadilan ke penghakiman alam semesta, ketika manusia yang “digadang-gadang” menjadi pengadil justru mengingkari tugas mulianya.


Dengan pemenjaraan dirinya itu, Ahok seolah hendak menampar siapa saja yang mempermainkan keadilan demi kekuasaan dan uang, bahwa di dalam jeruji penjarapun, 
nama harum tak akan pernah membusuk. Justru dari dalam penjaralah, Ahok mencoba menunjukkan kepada dunia, bahwa memang itulah perjuangan di jalan kebenaran.
Ahok bisa saj kompromi dengan lawan politiknya dan pengusaha serakah di negeri ini, demi lepasnya dia dari penjara. Namun bagi Ahok, kemuliaan ruangan penjara lebih berkesan daripada kebebasan fisik namun psikis terpasung dan nurani tergadaikan. 

Dari dalam penjara, Ahok bisa terus menghembuskan jiwa perjuangan dan bisa terus berjuang. Sementara masyarakat waras negeri ini tetap berdoa dan berharap, bahwa dari dalam penjara, Ahok akan menghasilkan banyak karya untuk mengubah otak nusantara ini menjadi lebih baik lagi.
Selamat Berjuang Kawan, Kuteladani keteguhanmu dan kutunggu engkau di ujung waktu untuk kembali bahu membahu menata negeri tercinta, Nusantara.

Rabu, 17 Mei 2017

Antara Gajah Mada dan Ahok





Di media lain saya menulis tentang situasi Negara Indonesia dan membandingkannya dengan salah satu kerajaan besar di masa lalu, yaitu Majapahit  ( DISINI ). Dalam tulisan itu saya membandingkan situasi pemimpin yang terdapat musuh dalam selimut, yaitu Mahapati atau Halayuda. Ini sangat mirip dengan yang terjadi sekarang ini, ketika Wakil Presiden mengambil langkah politik yang berseberangan dengan presiden.


Situasi nampaknya akan kacau, dan bisa jadi “kekacauan” ini berlangsung lama. Paling tidak, sampai akhir semester satu 2017 masih aka nada “gejolak”. Jika saat ini ada gejolak dalam bentuk isu atau desas-desus, dan semakin ke sini nampak semakin jelas tentang siapa-siapa yang tidak ingin Indonesia maju, maka seperti jaman Majapahit, saat puncak pemebrontakan Halayuda muncul Gajah Mada, sekarangpun nampaknya “Gajah Mada” Indonesia baru sudah hadir. Dialah Ahok.

Memang banyak hal yang tidak bisa begitu saja dibandingkan antara Gajah Mada dengan Ahok, namun masih banyak pula “kesamaan-kesamaan” diantara mereka. Kesamaan-kesamaan itu antara lain, soal kejujuran, etos kerja, kegigihan,  totalitas dan kebranian.
Ketika Majapahi dalam bahaya besar pemberontakan, Gajah Mada yang hanya seorang Bekel, berani bersikap tegas dan berani menantang resiko. 

Namun pada akhirnya “Kenekatan” Gajah Mada menyelamatkan kerajaan dari rorongan orang-orang dalam.  Gajah Mada memasang badan demi keamanan Negara, Gajah Mada berkorban diri dan hidupnya demi kejayaan Negara.
Apakah Gajah Mada memiliki musuh? Waow..sangat banyak. Mereka yang hobynya menggerogoti Negara, itulah musuhnya. Dari rakyat jelata, pemimpin agama hingga birokrat Majapahit ada yang memusuhi Gajah Mada, meskipun banyak pula yang bergabung dengan Gajah Mada.

Perjalanan Bhakti Gajah Mada untuk negeri memang luar biasa. Semua rintangan dan hambatan yang di dpannya dilabraknya. Berulangkali nayawa Gajah Mada terancam namun kebenaran membuatnya selamat hingga masa jayanya. Lalu adakah kesamaan Gajah Mada dengan Ahok? Ada!

Ahok juga potret birokrat yang bersih, birokrat yang tulus mengabdi. Ahok type birokrat yang melawan arus demi keyakinan benar yang dijalaninya. Semua yang diyakini hanya untuk kebaikan orang banyak, akan dilakukan Ahok. Dan sebagai resiko dari keberanian dan kenekatan itu, Ahok dimusuhi banyak kelompok. Namun sama seperti jaman gajah Mada, mereka yang memusuhi Ahok itu adalah kelompok yang egois dan serakah. mereka yang tidak pernah tahu apa itu nasionalisme. yang diketahui adalah kepuasan dan kekayaan untuki dirinya.


Seperti Gajah Mada, Ahok juga diancam, dibenci dan bahkan ada yang hendak membunuhnya. Namun Ahok tetap setia dengan kebenaran yang diyakininya. Meski harus masuk ke dalam penjara, Ahok tetap setia dengan kebenaran yang diyakininya.

Jika Gajah Mada pada akhirnya mampu membawa Majapahit pada jaman keemasan, dimana kemakmuran menjadi berita yang sampai ke pelosok dunia, maka jika Ahok mampu bertahan (dan saya akan mendoakan dia mampu), dia akan meniti jejak Gajah Mada. Ahok akan membawa Indoensia ke jaman gilang gemilang. Namun pertanyannya adalah, kapan itu bisa terwujud, sedangkan sekarang dia dalam penjara?

Gajah Mada juga pernah mengalami pengalaman seperti Ahok dan dia bertahan. Sejarah tidak mencatat, berapa lama Gajah Mada mesti terasing, namun itu pastilah terjadi. Sejarah hanya mencatat perihal Gajah mada sedikit sekali, hanya di sekitar keberhasilannya saja. Namun saya yakin, Gajah Mada pernah mengalami yang Ahok sekarang Alami.

Rakyat Majapahit yang rindu sejahtera dan makmur, akhirnya bisa melihat siapa Gajah Mada, meski sering fitnah datang menyerbu Gajah Mada. Maka, jika Ahok bisa meneladani Gajah Mada, niscaya negeri ini akan sampai ke jaman yang penuh gemilang suasana. Oleh karena itu, bagi warga yang waras, ayo dukung Ahok sepenuh hati. Biarlah dia menjadi “titisan” Gajah Mada.

Salam Nusantara

FIKSI Di Malam PASKAH