PINTU
YANG DIKETOK
Malam sekitar pukul 20.00 menit, hujan rintik
semenjak sore menjadikan suasana malam sepi. Untuk mengusir sepi, kami
sekeluarga mencari kesibukan sendiri-sendiri, ada yang membaca buku, ada yang
membaca koran, ada yang nyeterika, ada yang menonton televisi. Makin malam,
hujan belum berhenti juga dan justru disertai angin yang menggoyang dedaunan
sehingga menghasilkan berisik suara.
Tiba-tiba anak kami menghentikan aktifitas membaca
bukunya dan sambil agak kaget berujat,”Sepertinya pintu depan ada yang
mengetok”. Serentak kami menghentikan aktifitas dan mencoba memperhatikan,
namun televisi masih menyala meski volume suaranya tidak keras. “Mana, tidak
ada suara apa-apa?”. Hampir semua penghuni rumah serentak dan sepertinya tidak
menyetujui reaksi pendengaran anak kami. Aktifitas kembali kami lanjutkan, dan
beberapa saat kemudian anak kami yang atdi merasa mendengar ada pintu yang
diketok kemali menutup bukunya dan meminta semua mendengar dengan seksama.
Namun suaran ketokan pintu itu takjua kami dengar dan kami kembali melanjutkan
aktifitas dengan anak kami yang masih termangu. Dan malampun meniti waktunya
dengan terseok dengan kepulasan masing-masing.
Esok paginya,jeritan ibu yang pertama kali membuka
pintu membangunkan kami smeua. Di depan pintu ada sesosok bapak=bapak, berusia
sekitar 70 tahun, tergolek lemah di teras,menggigil dengan suara lemah.
Dorongan belas kasih menarik kami tuk bereaksi dan menolong bapak ini. Ternyata
benar, semalam ada yang mengetok pintu dan pintunya terketok. Namun suaranya
tidak kami perhatikan, kami jadikan angin lalu. Akibatnya, ada yang terlambat
tertolong.
Kehidupan kita kadang seperti rumah yang penuh
dengan kesbukan dan aneka kebisingan. Karenanya, ketika ada ketokan, ada
rintihan,ada teriakan minta tolong, kita tidak bisa mendengar. Rumah kehidupan
kita telah disibukan dengan berbagai keinginan dan kesenangan pribadi dan itu
membuat tuli telinga kehidupan kita. Pintu rumah belas kasih kita ada yang
mengetok dan kita tidak mendengar, padahal ada sahabat yang membutuhkan pertolongan
namun terlambat. Karenanya, marilah kita tajamkan telinga pendengaran kita
dengan belajar mendengar dan itu harus berani mengusir kebisingan hidup atau menghindari kebisingan itu sendiri,,,
Pakne Sesta-Mitha
selamat berefleksi...
BalasHapus