Kamis, 16 April 2015

Petir itu Mengajak kita merenung akan sesuatu hal..




ANTARA PETIR DAN GEREJA

Tulisan ini tidak hendak membandingkan dua kata dalam tema di atas, meski sama-sama kata benda. Mengapa demikian?Karena memang sulit untuk diperbandingkan. Di sini, gereja yang saya maksutkan bukanlah gedungnya namun esensi utamanya, yaitu Persekutuan atau komunitas. Sehingga dengan demikian, saat siapa saja yang membaca tulisan ini segera berpikir jernih untuk tidak menggebyah uyahkan istilah, meski istilah di Indonesia telah banya yang salah kaprah. 

USAHA ANAK JAMAN DIGITAL


Oiya, tulisan ini berangkat dari pengalaman hari ini, setelah  kejadian ban motor kemps untuk kali ketiga di bulan April 2015 ini, dan bagi kawan-kawan dan saudara saya di Trah Facebook, sebagian sudah membacanya.
Siang ini,16 April,setelah sekian waktu di hari ini terik matahari menelanjangi bumi Tuntang-salatiga dan sekitarnya, sekitar jam setengah satu siang (sebenarnya yang tepat jam 12.30 WIB), usai menjemput anak pulang dari sekolah, ban kemps. Sambil memaksakan dinaiki sampai kios tambal ban terdekat,kami menaikinya berdua (sungguh sangat kejam memang), dan setelah sampai di kios langsung diperiksa dan direparasi oleh tukang tabal ban yang ternyata seorang RT di wilayah itu. Bukan masalah ban,pak RT atau apa yang membuat saya tertarik untuk menceriterakan refleksi sore ini. Namun sebuah kejadian dan pertanyaan dari jagoan kriting saya. Saat masih sibuk menunggu ban selelsai diganti, tiba-tiba mendung dan saat mendung itulah ada kilat sekilas diikuti suara Petir yang lumayan keras. Lalu anak saya berlari ke luar kios dan mencoba mencari di mana petir itu. Agak bingung dia, kemudian masuk dan sambil masih belum bisa menguasai kebingungannya, ia bertanya.
“Pak, itu petir ada cahayanya, trus ada suaranya,tapi kok tidak ada ujudnya ya pak?”
Saya kaget dan bingung untuk menjawab apa. Demikian pula pak RT yang menjadi tukang tambal ban, komentarnya. “Wah..anaknya kritis pak,masak petir dicai wujud barangnya?Tapi memang benar ya, ada kilatan cahayanya,ada suaranya namun tidak ada benruknya yang nyata”, demikian komentar pak tukang tambal ban sambil sibuk membenahi ban belakang motor yang bukan milik saya itu.
Diam, itulah yang bisa aku lakukan. Dan setelah usai kami pulang. Sepanjang perjalanan, sambil meniti jalanan betonisasi yang sudah luluh lantak meski belum genap 3 tahun dibangun,sempat pikiran dan rasa ini berdialog.
Jangan-jangan, selama ini banyak yang bertindak seperti petir itu ya?Bersuara lantang,keras dan memekakkan telinga dan semua orang bisa mengenali bahwa itu adalah petir (Dalam bahasa Jawa gludug), namun sulit mencari wujudnya yang asli. Atau, jangan-jangan gereja juga sudah bermetamorfosis seperti petir itu ya?Kerap kali berteriak-teriak lantang, lugas dan berani namun tidak pernah ada wujud nyatanya?Berteriak tentang kasih namun enggan mengasihi,berteriak tentang kepedulisn namun yang ada justru pembiaran,berteriak tentang pengampunan namun yang wujudnya adalah dendam?Atau….akhh…
Segera kami sampai di rumah dan permenungan terhenti untuk dilanjutkan di waktu yang berbeda..
Salam cinta semesta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH