Alkisah, di sebuah dusun yang elok permai,hiduplah
seluruh warga masyarakatnya dengan damai dan tenang. Alam masih sangat indah, bukit-bukit
mengelilingi dusun itu, dua anak sungai kecil dengan air bening,seperti
air purbakala mengalir denga tulus dan tenan g,terkadang bercanda dengan riang
melewati celah-celah bebatuan dari lembah-lembah bukit , alirannya menyatu di tengah desa yang kemudian menjadi sebuah
nama yang popular, Kali Tempur. Seluruh penduduk berkarya dengan riang
gembira,dengan sukacita,dengan tenang dan damai.
Adalah sebuah hal yang biasa jika dalam kehidupan
ini ada ketenagan,juga ada kegaduhan. Pun demikian dengan desa mungil di antara
perbukitan itu. Suatu saat, seorang penggembala Sapi di sebuah padang Gembalaan
bernama Teken, mungkin berasal dari lafal kata teken sebatang kayu untuk
menopang perjalanan manusia yang sudah renta, ketakutan bukan kepalang manakala
mendapati seekor sapinya kelojotan dan kemudian mati. Setelah diusut, ternyata,
sapi itu tergigit binatang berbisa. Dan setelah ditelusuri, ternyata bisa yang
membunuh sapi itu adalah seekor ular
weling yang sudah tua, berada di sebuah ceruk atau kedungan kecil diantara
sungai-sungai bukit di dekat ladang gembalaan itu.
Usai peristiwa itu, semua yag bertugas angon
menjadi kuatir,karena ularnya tidak terkejar,masuk ke dalam lobang di bawah
batu yang besar dan dalam. Ketakutan semakin lama semakin menguasahi warga dusun itu, jangan-jangan ularnya
banyak,dan bukan hanya menggigit sapi,namun jika semakin banyak bisa jadi akan mengigit manusia juga. Ketakutan menyelimuti
segenap masyarakat. Ibu-ibu takut anaknya bermain-main di dekat sungai,dekat
kali,dekat gerumbulan, bapak-bapak takut mencari rumput di luar ladang dan
tegalnya. Semua menjadi takut dan gelisah.
Dalam ketakutan itu, datanglah berita bahwa di
sebuah rumah, ada penduduk yang kedatangan saudara jauh. Dan menurut berita
burung pula, si tamu yang adalah seorang pemuda tampan nan kalem itu memiliki
kemanpuan menaklukan berbagai jenis bisa ular. Harapan penduduk desa itu
menyala kembali,lalu mereka bersepakat untuk meminta tolong si Tamu,pemuda
kalem itu untuk mencari ular-ular dan menyirnakannya.
Beberapa waktu kemudian,didapti kabar bahwa
ular-ular itu seperti koloni,kelompok yang memiliki pemimpin,dan semua seolah
bergantung pada pemimpinnya. Yang membunuh sapi di ladang gembalaan teken itu
bukan pemimpinnya,maka mereka sepakat membantu mencari di mana pemimpin koloni
ular ganas itu ada.
Ternyata,ular ganas itu ada di sebuah goa, di atas
dusun itu, di sebuah temapat yang oleh warga desa itu dinamakan Wonocoyo. Agak
jauh dari dusun itu. Setelah melalui perjuangan yang menegangkan, setelah tiga
hari didobra,dibongkar baru besar di depan goa markas raja ular, maka si pemuda
itu berhasil menaklukan raja ular ganas itu. Tidak dinuhnya,namun semua bisa
dan racunnya dibuat sirna. Ular besar, berwarna hitam putih itu,kemudian dibawa
ke dusun,menjadi tontonan seluruh warga. Beberapa meminta agar ular itu dibunuh
saja, namun menurut si pemuda itu, dia tidak bisa dibunuh,dia akan tetap ada,
meski sudah tidak berbahaya lagi. Beberapa orang yang diminta memegang ular
itu,masih tetap ketakutan,namun aroma sukacita seluruh warga dusun sangat
terasa.
Hari berganti dengan setia, tak ada yang mampu
menghentikan laju sang waktu. Kehidupan dusun itu telah kembali, namun ada yang
aneh, anak-anak,para ibu dan beberapa orang masih takut dengan ular yang sudah
tak berdaya itu. Mereka masih enggan angon di ladang gembalaan lagi,mereka
malas mencari rumput lai,malas ke sawah,malas bekerja.
Ketakutan biasanya bukan bersumber dari luar diri
seseorang, melainkan dari dalam diri sendiri. Meski musuh itu telah kehilangan
semua kekuatannya, namun jika ketakutan masih ada sewaktu melihat musuh itu,
selamanya ketakutan itu akan bersemayam. Kematian Kristus adalah untuk
menumpulkan kuasa jahat,namun manusia msih trauma dengan kuasa jahat,meski
sudah tak berkuasa, namun masih menikmati trauma itu.
Salam damai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar