Rabu, 30 November 2016

INDONESIA DALAM SEBATANG POHON JAMBU



“Pak, mengapa buah-buah yang masih kecil itu dipetik,untuk apa itu semuanya?”, sapaku saat menjumpai petani jambu di dusun kami sedang asyik memetik buah-buah jambu biji yang masih keci. Buah-buah itu belumlah masak,namun dipetik.
“Biar maksimal,karena kalau semua dibiarkan akan sulit berkembang,malah tidak maksimal nanti hasilnya. Satu ranting dibiarkan maksimal 4 buah. Padahal biasanya satu ranting bisa mengeluarkan buah sekitar 20-28 buah. Artinya ada sekitar 20 buah, sekitar 80% yang dihilangkan, demi hasil yang maksimal”, Jawab Bapak Petani itu dengan sangat mantab.
“Apakah kalau dibiarkan semua tidak bisa maksimal,semisal dikasih penyangga biar kuat menyangga buah-buah itu pak?” Lanjutku bertanya.
“Itu tidak mungkin, pasti nanti buahnya akan kecil-kecil dan tidak optimal hasilnya. Meski ini belum saatnya dipetik,karena belum matang,namun tetap berguna kok. Kami masukan ke tong vermentasi,sehingga akan menjadi pupuk organic yang bermanfaat. Dia akan menyumbangkan dirinya untuk hasil lebih maksimal yang lain”,Jawab Pak Tani melanjutkan kisahnya.
Kemudian kami berpisah, aku melanjutkan perjalanan pulang,mengantarkan anakku,sementara Pak Tani, melanjutkan pekerjaannya.  Sepanjang perjalanan pulang,batinku bergumul. Selalu mesti ada pengorbanan demi hasil yang maksimal.ada yang dibiarkan eksis dan ternilai hebat,dan juga ada yang tersingkirkan. Namun belajar dari kisah bapak petani tadi,ternyata yang disingkirkan itu tidaklah sia-sia. Ia akan dijadikan pupuk,emudian dibuat untuk memupuk. Pupuk yang baik akan menjadikan tanaman subur,menjadi nutrisi yang berguna baik untuk buah yang diijinkan bertahan.
Sepanjang siang ini mendung sangat akrab dengan hari. Namun justru dari siang bermendung setia ini aku bisa belajar kehidupan. Iklas,berbagi,berperan dalam bentuk lain. Kebijaksanaan pak Tani itu tidak sekedar mengambil, namun memeriksa dan memahami,mana yang berpotensi baik dan tidak. Yang berpotensi baik, akan bertahan,sementara yang tidak,mesti siap diberi peran lain oleh Sang Pemilik Kehidupan. Dia tidak boleh berontak,namun justru mesti sadar, bahwa peran lainnya, sebagai pupuk itu lebih bermanfaat daripada buah yang kerdil dan menyebalkan.
Akhhh..seandainya orang-orang di negeri ini bisa menyadari peran itu,maka damailah negeri ini. Tidaklah semua mesti tampil, bahkan memaksakan diri tampil. Tidak baik memaksakan diri,juga melalui anaknya, karena,bisa jadi sejatinya dia sudah diberi peran berbeda. Juga untuk yang rebut soal agama dan pemimpin, kalau sadar akan peran masing-masing serta seleksi alam,maka semua akan menjadi indah..
Selamat merenung dengan bantuan petani jambu dengan jambu-jambunya.

SI PENCARI IKAN



Hujan dan kabut malam kembali menjadi sahabatku. Kabar duka dari kerabat di kampung halamanku membuatku memutuskan mengunjungi kerabat yang berduka,bersama keluarga. Usai siang, saat gelap mulai menutupi semesta, kami mengawali perjalanan, setelah menghampiri kerabat di kota tinggal kami. Perjalanan lancar,lalu lintas juga lancar.
Sisa-sisa banjir di selatan kota Solo masih jelas kuliat bahkan kulewati, dan saat melintasi jembatan perbatasa solo dan kota sebelah selatannya, arus air nampak sangat dekat dengan jembatan. Melepaskan lapar di perbatasan Sukoharjo Wonogiri, juga dalam rintik hujan,kami lanjut menuju pegunungan seribu. Selepas kota kabupaten ujung tenggara Jawa Tengah, kami memasuki perjalanan malam penuh tantanan. Diantara gerimis dan kabut,kami menerjang malam,menembus hujan. Ada nimat tersendiri,sementara mantan pacar terlelap bersama anak-anak, aku menikmati perjalanan dengan sederhana.

Selepas “gunung bedah”, kami mulai menyisir waduk gajah mungkur,wajah teduh dan ceria air tak terlihat saat malam,justru seram yang nampak. Namun aku takjua menikmati karena konsentrasi ke jalan dengan segala dinamikanya. Kelokan-kelokan jalan,serta kenangan akan suatu waktu,saat masih muda dulu,menjadikan kantukpun sirna. Ingat saat dulu naik bus,sepulang sekolah,saat menanti seseorang,menjadikan terkadang tersenyum sendiri. Dan juga teringat seseorang yang sampai aku tulus ini, sampai aku beranak tiga, masih sendiri. Akh.. entahlah..andai dia membaca tulisan ini,kuharap tidaklah marah,karena semua salahku..

Belok kanan dari jalan propinsi,menuju kampung kecilku. Jalanan sudah diaspal,beda dengan saat aku esde dahulu. Lampu setiap depan rumah ada,dan pos kamling itu,sudah sangat modern. Lepas kampung pinggir jalan propinsi,kami menerobos hutan perbukitan seribu, memasuki waduk kecil yang penuh air,dan di waduk itu dulu kami sering mencari ikan,memancing.

Ada kerlip lampu di pinggiran waduk,kupikir mereka pencari ikan. Sat mendekati ujung waduk,kami menemukan beberapa kendaraan bermotor roda dua,jumlahnya ada enam terparkir tanpa terkunci,menandakan betapa amannya daerah kami. Mendadak muncul seseorang,saat aku sudah menghentikan kendaraan. Kusapa dan dijawab dengan senyum.

“Pora adem bengi-bengi terut kedung?” (Apa tidak dingin malam-malam di waduk).Sapa dalam tanyaku.
“Abot-abote nguripi anak bojo…”(Demi anak dan istri). Jawabnya santai dan ramah.

Kemudian kami sempat bercakapan empat sampai lima kalimat, kemudian kami berpisah. Kami kembali menuju desa di atas waduk,menuju keluarga yang berduka,berkabung. Namun perbincangan sejenak ini,mengajariku tentang hidup,tantangan,perjuangan dan kesetiaan serta kebranian. Malam,dingin,gelap,bahaya,adalah bagian dari sebuah nyanyian lagu kehidupan, yang mesti dinyanyikan dengan sempurna.
Dari perjumpaanku dengan sahabat lama di kampung,aku bisa belajar tentang hidup dan tanggungjawab lebih dalam dan sederhana. Bahwasemua pastilah ada “harga” yang mesti dibayar. Selamat melanjutkan karya kawan..suatu saat kita bercengkerama kembali..

Salam buat ikan dan udang di waduk itu..

Selasa, 29 November 2016

HIDUP ADALAH PERTARUNGAN



Sisa-sisa hujan sepanjang hari ini masih terlihat dan bahkan masih bisa terasa. Tanah basah dan di beberapa lekukan tanah masih mengalir air,tetetsan dari tanah dan pepohonan di atasnya. Selain itu,rintik gerimis serta kabut tipis masih terasa dan terlihat di malam yang sangat senyap dan sungguh dingin ini. Perjalananku pulang,seusai perkunjunganku,mesti menyibak dingin dan kabut tipis serta rintik hujan ini. 
Pelan kujalankan motor yang aku kendarai,sembari menikmati malam dingin dan sepi ini.
Sesampai di tikungan batas desa,kekurangi laju motor,yang sebenarnya hanya 10km/jam,sehingga lajunya semakin lambat. Bahkan di pusat tikungan,dekat selokan irigasi,kuhentikan laju motor yang setia menemaniku ke manapun selama 10 tahun terakhir. Dan saat aku pelan menjalankan motor, sayup kudengar suara yang mencurigakan. Kehentikan motor dan kuperhatikan asal suara itu. Ternyata dari balik tumbuhan simbar di dekat tikungan,di sebuah selokan yang menghubungkan rumah dengan selokan besar. Tidak banyak air yang ada di selokan itu,hanya rimbun tetumbuhan perintis yang mememnuhinya. Dengan senter HP Samsung jadul,kucoba cari untuk mengerti suara apakah gerangan itu.

Astaga.. Dua ekor hewan berlainan jenis, seekor ular sawah sedang bergulat dengan seekor katak. Ini pengalamanku yang kedua, berjumpa dengan peristiwa seperti ini,dulu, juga dalam sebuah perjalanan pulang, juga di malam hari aku mengalami perjumpaan yang demikian juga. Kuamati dengan seksama pertarungan dua hewan itu, semuanya berjuang demi tujuan yang sama, Bertahan Hidup. Si Ular berjuang bertaruh nyawa dengan segenap upaya dan tenaga demi kelangsungan hidupnya, sementara si Katak, berjuang lepas dari cengkeraman Ular,demi keselamatan nyawanya.

Sekitar 20 menit,aku setia menyaksikan pengalaman unik danberharga itu. Basah sisa-sisa gerimis tidak aku pedulikan,sedangkan  dingin juga tidak aku perhatikan. Aku ingin melihat peristiwa istimewa ini,hingga pada akhirnya, Si Ular keluar sebagai pemenang. Segenap upaya Katak gagal menyelamatkan dirinya dari sergapan dan cengkeraman Ular. Katak itu akhirnya menjadi mangsa si Ular, dan emmang dia tercipta sebagai kelengkapan siklus alam ini.
Bukan soal siapa yang menang dan kalah yang aku petik dari perjumpaanku malam itu, namun bagaimana makluk berjuang dengan segenap kekuatan dan daya demi bertahan hidup. Ular butuh makanan dan katak adalah makanannya,sedangkan katak,butuh mencari makan juga dan jika mesti bertemu predatornya, itu adalah kemestian hidup. Dari dua hewan itu, aku belajar betapa hidup adalah tantangan,selalu diperhadapkan Antara hidup dan mati.  Bukan kapan dan dengancara apa kita menjumpainya, namun belajar dari ular dan katak itu, adalah bagaimana semua berjuang demi mempertahankan kehidupan.
Kalau pada akhirnya Katak kalah, dia sudah berjuang semampunya bertahan untuk hidup. 

Dan catatan penting, si Ular,malam itu menang,namun mesti sadar, diapun mesti selalu siaga, karena hidupnyapun pasti akan menjumpai hal yang sama dengan yang dialaminya malam itu, dalam sudut yang berbeda,terancam maut,bukan mengancam maut.

Hidup adalah sebuah pertarungan maka siap sedialah selalu untuk bertarung demi bertahan hidup..

FIKSI Di Malam PASKAH