Senin, 27 April 2015

Sebuah Refleksi...


SETELAH LEBARAN
“Mbok,aku sesuk balik Jakarta”, (Bu, besok aku balik Jakarta) Sambil mengambil sepotong ayam goring buatan simboknya, Sastro berucap. Kemudian melangkah ke sudut ruangan, di pintu kemudian ia terlihat lahap menyatap makanan khas masakan simboknya. Duduk menghadap ke selatan, kea rah perbuitan yang masih tegar seperti dulu, saat ia kanak-kanak,saat ia sering main layangan dengan teman—temannya. Bersama si Dalijo yang sering nagis,Si Marto yang kerap urik, si Jamali yang selalu berwajah muram, ia ingat kenangan-kenangan manis masa lalu itu.
RAIH MASA DEPANMU DI SINI 
“Lha arep numpak apa?”, (Lha mau naik  apa) Simboknya menayakan dengan bahasa datar, sambil membenarkan kayu bakar yang hampir habis dipakai memasak itu.
“Mbuh sesuk, wong yo rung pesen tiket” Masih sambil menggigit daging ayam kampung goreng yang terlihat agak alot.
“Mbok gek pesen, selak kentek’an, mengko malah raisa leren yen telat”,Ibunya memberi pengarahan.
Sastro diam. Sambil mengunyah dia menatap kosong ke pohon-pohon pinus yang melambai-lambai termainkan tiupan angin. Pohon-pohon pinus itu selalu hijau sedari dulu. Ia ingat,bagaimana saat kecil dulu, waktu SD, selalu sepulang sekolah ia angon sapi. Sekitar jam dua siang, saat orangtuanya mengingatkan, wis wayahe cah icul, meski belum sempat istirahat, ia langsung membuka kandang,angon dan berbaur dengan banyak teman-teman.
Angon adalah kehidupan khas bocah dusun waktu itu. Namun, sekarang pangonan  itu telah sirna, berganti hutan lindung. Kemarin sewaktu ia berjalan sore ke tampat ia dulu biasa angon, semua sudah berubah. Belik itu sudah hilang, pohon duwet di atas belik juga sudah tumbang, tinggal belukar. Jejak-jejak gembira masa kanak-kanak itu seolah terhapus oleh belukar liar itu. Dan juga batu, tempat biasa ia berebut engan kawan-kawannya,sudah dipecahpecah,dijual untuk kesenangan salah seorang ttertentu. Memang hanya sebuah abut, kotor dan tidak menarik, namun dari dan di batu itu terlukis kisah-kisah riang gembira kanak-kanak di waktu dahulu.
“Aja, ngalamun lhe!” (jangan ngalamun nak). Sastro tersentak kaget, terbangun dari alam lamunannya. Ia bingung, uangnya telah habis. Gaji bulan ini dan THR telah ludes untuk membeli Ipad, Camera digital,jaket,baju,celana dan juga untuk membayar cicilan motor miliknya. Juga untuk membeli oleh-oleh, supaya kepulanganya di lebaran ini menjadikan kenangan orangtuanya. Ia sadar, sesungguhnya berat pulang karena uang yang minim dan kebutuhan metropolitan anak muda yang takjua menurun. Namun ia ingin orangtuanya bangga,ingin orangtuanya juga menceriterakan anaknya yang pulang membawa oleh-oleh. Ia ingin seperti kawan-kawannya yang lain.
“Eh,,hapemu muni tro,,,kae lho…”Embahnya tergopoh memanggilnya. Kemudian dengan masih memegang piringnya, Sastro menuju ke meja di mana HPnya terletak. Ia angkat HP itu,lalu terjadilah percakapan.
“Pie ana apa?”
Dari seberang sana ada suara yang berbicara,”Sida bali sesuk ra?”
“Iyolah,,aku balik sesuk, lha pie melu apa?”
“Aku sidane melu Gajah Mungkur”,Jawab suara dalam telefon itu.
“Pira tiket Gajah Mungkur?”
“Jik larang, 200,Pie bareng ya?”
Sastro diam, kemudian ia menjawab. “Iyo,,aku bareng koe,,sisan pesenke tiket yo!”
“Oke, Bro”,Demikian akhir dari percakapan itu.
Kemudian,Sastro melanjutkan makan yang belum habis. Tidak kembali ke tempat duduknya semua. Namun ke arah dapur. Sambil mengunyah makanannya, Sastro berpikir. Bagaimana ia akan balik ke Jakarta, sementara uang di dompetnya habis, tinggal 15.000 rupiah. Mana cukup. Ia bingung, mau ngutang temannya, dia ga enak, hutang bulan yang lalu saja belum ia bereskan. Dia kemudian menoleh kea rah ruang tamu. Ada tape rekorder yang ia beli, sebagai oleh-oleh bapaknya. Ia ingin bapaknya mengenalnya dengan bangga, bahwa ia sukses di kota. Televise itu juga baru saja ia beli, yang lama sudah rusak.
Sampai sore, Sastro tenggelam dalam kegundahan dan kegelisahan. Ia semakin bingung......................................selengkapnya...di
Mbah’e…tepian juli 14    
www.cintasemesta.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH