Senin, 20 April 2015

Meniti Jalan Terjal Ziarah Iman



TERSENYUM DALAM PENDERITAAN

Dengan tubuh tinggal terbalut kulit dan tulang yang menonjol di sana-sini, Mahatma Gandhi meniti usia senjanya. Dengan nafas yang kadang tersengal, Mahatma Gandhi menjalani hampir seluruh kehidupannya. Kehidupan Mahatma Gandhi, adalah kehidupan sederhana, bahkan amat sederhana kalau tidak mau dikatakan menderita. 
KUNCI UNTUK SEJAHTERA 
Mahatma Gandhi, demi sebuah semangat dan tekat yang ia yakini benar, bahwa perjuangan untuk menegakkan keadilan tidak perlu dengan mengangkat senjata, bahwa perdamaia adalah syarat mutlak kesejahteraan, merelakan hisupnya menderita. Merelakan hidupnya sengsara da tak menikmati kesejahteraan duniawi. Namun ia  menjalaninya dengan bahagia, meski raganya terlihat sengsara. Mahatma Gandhi memberi teladan bahwa segala sesuatu perlu di perjuangkan dan di dalam perjuangan itu, derita dan tantangan adalah sesuatu yang wajar,lumrah dan  logis.

Dalam setiap jengkal langkah meniti ziarah iman ini, kita diajak untuk kembali tersadar akan keberadaan ima kita. Akan janji Allah yang sudah kita terima dan kita yakini dan sedang kita jalai. Terkadang di dalam perjalanan kita mengupayakan Janji Allah, ada berlaksa hambatan,rintangan, godaan, cobaan dan segalanya. Semua bisa menggoyahkan  iman serta keyakinan kita. Maka kita perlu untuk belajar dari Kitab Suci. Alkitab, buku Suci  telah menuntun kita untuk selalu terjaga dan  tersadar. Tersadar betapa perjalanan iman kita ini juga berliku dan terjal. 
Abraham, dalam meniti iman perjanjian Tuhan menuju Kanaan meski menghadapi berbagai percobaan. Janji akan keturunan seolah  hanya “Omong Kosong” manakala dalam senja usia tiada jua datang Putra. Namun tetaplah Tuhan Allah Menyapa, menghampiri tuk mengingatkan bahwa janji itu akan terjadi. Janji Allah takterselami logika, juga ketika usia sudah beranjak senja. Namun Tuhan tetaplah Tuhan yang setia, bahwa pada musim yang akan datang  Sarai akan melahirkan Iskak (Kej 17:1-7,15-16). Meniti jalan iman dan jalan yang Tuhan Janjikan memang terjal, sampai-sampai Pemazmur berteriak “Allahku,Allahku mengapa engkau meninggalkanku..?”(Mazmur 22). Namun toch pada akhirnya, Pemazmur sadar bahwa berbagai derita yang manusia jalani dalam rangka menjalani Kehendak Tuhan akan berbuah manis, penderitaan di jalan Tuhan adalah pekerjaan mempersiapkan Karunia. Maka, ketaatan kepada Allah dan bukan kepada hukum normatif menjadi kunci utama, itu yang dikatan Paulus dalam Roma pasal 4. Sering manusia “Hanya” menjalani hukum atau norma agama namun tanpa spirit Illahi, maka yang terjadi adalah keringnya spiritualitas beriman. Maka, hati-hatilah jika hidup kita hanya sekedar, menjalani hukum agam, itu tidak Tuhan Kehendaki.

Gandhi, Abraham,Daud , Paulus  sangat sadar akan hidup dan panggilannya. Panggilan untuk menderita. Yesus, dalam kesadaranNya akan panggilanNya demi ketaatan kepada Bapa bersiap dan berani mengambil “Jalan Sunyi” nam menderita. Maka, kepada para manusia yang mendengar SabdaNya dan berkehendak untuk mengikutiNya, Ia berpesan “..setiap orang yang hendak mengikut Aku hendaklah memikul salibnya dan menyangkal diri....”(Markus 8:31-38). Yesus sadar bahwa yang akan Ia lalui bukanlah jalan mulus dengan ribuan kembang aneka warna, bukan pula jalan indah bersenandung zimfoni asmara, namun jalan terjal na berliku, jalan jauh tiada bertepi. Penuh onak duri dan caci maki, penuh kerikil dan tajamnya bebatuan karang. 

Maka, ia berpesan untuk bersiap untuk menderita. Berpesan kepada siapa saja yang mendengar dan yang besiap untuk mengiring jalan Yesus. Maka, ketika meniti jalan janji adalah meniti jalan sepi sendiri, meniti jalan derita, sudah sepantasnyalah manusia mempersiapkan diri untuk menderita. “wah...berarti, tema di atas salah, bukam merencanakan derita tetapi mempersiapkan derita?”Tidak juga, kita perlu merencanakan derita yang akan kita hadapi supaya kita siap menjalaninya,,
Selamat Berjuang...
Mbah’e

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH