Kamis, 30 April 2015

Memandang Diri Lebih Dalam


 
MEMANDANG
Yohanes 3:14-21
 Memandang adalah sebuah aktifitas lumrah untuk manusia. Lumrah untuk manusia mencermati da juga sekaligus mengamati sebuah peristiwa. Memandang berbeda dengan melihat, meskipun indera utama yang dipergunakan adalah Mata. Melihat hanya sebuah pekerjaan organ tubuh yang sekilas, sebentar atau malah sekejab. Melihat hanya mempergunakan satu fokus indera, yaitu MATA. Sementara memandang memerlukan ketelitian,konsentrasi, konsentrasi, fokus,waktu yang lebih lama dibandingkan dengan aktifitas melihat. Memandang, suatu pekerjaan yang biasa, lumrah dan juga wajar, namun sering tidak begitu dalam diberi makna. Ada orang bisa melihat namun tidak bisa memandang, sementara ada orang yang bisa memandang namun tiada bisa melihat. Dalam kasus ini, yang bisa memandang adalah mereka yang mau hening dan merendahkan diri.
Golgota, puncak kasih Yesus diwujudnyatakan. Puncak yang menjadikan segenap pengiring perarakan Yesus yang sengsara itu bisa mendongak untuk melihat Yesus yang tersalib. Menongak untuk menyaksikan Yesus mengekspresikan Cinta TulusNya untuk manusia. Namun sebelum sampai ke puncak, ke atas Golgota, rombonga pengikut perarakan Yesus (dulu dan sekarang) di ajak untuk melihat diri sendiri lebih dalam. Di ajak untuk MEMANDANG diri dan hidupnya untuk kemudia mampu MEMANDANG kasih Allah di dalam Yesus.
Hidup beriman kita adalah hidup yang berjalan terus. Berjalan untuk selalu berjumpa dengan aneka peristiwa. Ada kepedihan, ada kemiskinan, ada bencana, ada kemalangan, ada penindasan, ada kekacauan, ada peperangan dan masih banyak lagi,,ada,,ada Semuanya laksanan menu/hidangan yang tersedia untuk kita santap dan kita nikmati . perjumpaan adalah kesempatan kita untuk “Memandang” yang kita jumpai. Apakah pengalaman yang kita jumpai itu menuntun kita untuk melihat Kasih Karunia Tuhan kepada kita sebagai manusia yang berdosa dan telah menjadi sasaran Kasih allah untuk di selamatkan?
Dalam “Perjumpaannya” dengan Nikodemus, Yesus mengajak Nikodemus untuk memandang. Untuk melihat lebih dalam. Dan awal dari proses MEMANDANG ke luar itu mesti dimulai dengan memandang ke dalam. Melihat diri secara jujur dan utuh. “Lihatlah dirimu sepenuhnya, niscaya kau aka melihat Tuhan!”Ini menjadi sangat penting untuk kita memaknai Kasih Karunia Allah yang begitu besar sampai merelakan anakNay untuk yang dikasihiNya. Memandang Kasih Allah, bukan sekedar melihat, mengerti, paham dan tahu saja. Namun memandang melintasi segalanya. Memandang menjadikan kita terhanyut ke dalam apa yang kita pandang. Dan kalau kita MEMANDANG ALLAH dengan segala kasihnya itu, adalah kita merasakan betapa berharganya kita di hadapan Tuhan?
Memandang Kasih Allah. Sebuah kalimat yang pendek dan sederhana, namun sulit untuk diaktualisasikan. Kita mungkin belum mampu memandang, baru dalam tahap melihat.
Pra paskah IV ini, kita di ajak untuk belajar memandang kasih serta Kemuliaan Allah yang ditujukan kepada kita. Sudahkah kita memandangnya atau sekedar melihat atau malah menolehnya saja?
Selamat Bergumul untuk mampu memandang, bukan sekedar melihat...

Diantara gemuruh angin dinihari, 15 Maret 2015..01.20-02.25.
Mbahndito,,,



Spiritualitas Banjir


KEJUJURAN BANJIR
Setelah pagi tadi berjumpa dengan pengalaman unik berkenaan dengan sikap manusia yang katanya harus memiliki budi pekerti yang luhur namun ternyata berkebalikan 180,siang ini pengalaman berharga kembali menyapaku. Sepulang dari menjemput anak dari sekolah, kami melewati jalan yang berbeda,lewat jalur bawah yang lebih baik jalannya. Dan dengan itu harus melewati sungai yang cukup besar untuk wilayah kami. Inilah pengalaman yang mengajari kami akan sebuah petuah kehidupan.
Banjir adalah bahasa alam yang kemudian oleh kami sebagai manusia ini sering menyebutnya bencana. Ia, si banjir itu tidak selamanya akan hadir,dia akan hadir pada kesempatan-kesempatan tertentu dan dia akan selalu jujur dengan keberadaanya. Tidak pernah banjir dan rekan-rekannya seperti tanah longsor dan gempa bumi bisa diajak kompromi. Sekali lagi ia jujur dengan semuanya. Dan Banjir yang kelihatannya menyapa kami semalam itu sangat besar, sampai-sampai jembatan yang sering kami lalui jika bepergian itu tidak sanggup meampunya sehingga menerjang semua yang ada.
Akibat banjir yang jujur itu,sungai itu menjadi bersih dan airnya juga terlhat lebih bersih meskipun beberapa tanaman dan tanggul jebol. Mungkin tanggul itudibuat dengan tidak jujur dan banyak korupsinya sehingga tidak sekokoh yang diharapkan. Kejujuran banjir itu mengajakku merenung,betapa dia dihadirkan oleh Sang Kuasa untuk menyapa dan menerjang siapa saja tanpa pandang bulu. Dia type ciptaan yang tanpa kompromi,yang jujur dengan segalanya dan tidak ada manipulasi.
Akh..banjir, aku jadi malu denganmu karena bangsa kami yang manusia ini, yang katanya berbudi pekerti luhur ini tidak bisa sepertimu yang jujur. Namun ijinkan kami meneladanimu untuk jujur akan segala hal.

Salam kasih untukmu banjir,kaulah pelopor keseimbangan semesta
Salam cinta dari semesta

Kalau Pendidiknya begini, mau seperti apa anak didiknya?


Di Sebuanh POM Bensin Pagi ini
Cuaca serah membuka hari ini,seusai sepanjang malam hujan seolah tertumpah tiada kendali. Sisa-sisa hujan masih nampak jelas di tubuh bumi, basah dan beberapa bagian kotor akibat jalur air tersumbat akibat ulah makluk hidup berjenis manusia. Daun-daun juga masih basah dan di ujung-ujungnya nampak butiran-butiran embun yang membiaskan warna pelangi yang indah, sayang, tidak semua manusia mau meluangkan waktu menikmati indahnya pagi. Mereka semua sudah dipenjara oleh rutinitas aktifitas yang kesemuanya berujung pada uang dan harta benda. Sungguh ironis memang.
Usai mengantarkan anak ke sekolah,sebelum kembali pulang,mampirlah aku di sebuah POM bensin. Di pinggir jalan yang kebetulan pagi ini tidak begitu padat antriannya. Segera kutempatkan motor yang sudah hampir 9 tahun menemaniku, meski bukan milikku, dibelakang motor yang lain yang datang lebih dahulu. Ini yang selalu kujalani sekaligus selalu kupraktekan demi mengajari anak-anakku memiliki budaya antri. Dengan antri berarti menghargai yang lain dan dengan tindakan ini maka harmonisitas hidup akan terjaga. Demikian juga di POM Bensin ini, meski tidak saling kenal dan tidak saling sapa namun budaya antri nampak mulai tertanam (Kembali?) di negeri ini.  Namun...
Brakkkkkk!!!!, Sebuah motor menabrak bagian belakang motor yang saya pakai (sekali lagi bukan motor saya lho ya..), hampir jatuh kurasakan. Aku tengok ke belakang, nampak seorang ibu-ibu,berpakaian safari Pegawai Negri Sipil dengan kode nama dan NIM di saki bajunya dan juga memakai identitas agama tertentu. Nampak tergesa dan kemudian tanpa berkomunikasi langsung nyosor mengambil tempat antrian lebih ke depan. Semua orang mengalihkan perhatian ke arah ibu-ibu itu,namun diam saja.
“Mas...tulung didisikne ya, meh telat...mesakne murid-muridku” (Mas tolong didahulukan ya, hampir telat, kasian para siswaku). Semua orang masih diam,namun kemudian ada seorang bapak-bapak setengah baya, memakai motor tua,keluaran tahun 80an dan kalau masih ada tulisannya mungkin di samping motor itu akan ada tulisan “Star” menunjuk merk tertentu.
“Bu Guru, lha kalau ibu guru saja tidak pernah mengajari bagaimana menghargai orang lain dan selalu minta di dahulukan, bagaimana dengan murid-murid ibu?”, Hanya bertanya demikian keudian si bapak melanjutkan perjalanan. Aku tertegun, jangan-jangan banyak para korps pendidik yang berlaku demikian,dan mentang-mentang PNS lalu beritndak seolah yang paling berpengaruh?Lalu, bagaimana ajaran budi pekerti yang diajarkan ke para siswa?
Walahuallam..
Salam semesta...300415

Rabu, 29 April 2015

Saat Kegelapan itu Dirindukan


KETIKA MATI LAMPU
Terang benderang. Itulah keadaan yang ada di mana kita hidup sekarang ini. Seolah siang dan malam itu tidak ada batasnya. Memang,terangnya sinar matahari dengan lampu,seberapapun terangnya, pasti akan berbeda. Namun tetap saja, siang dan malam seolah sudah membaur menjadi satu dan dengan demikian, narasi Penciptaan yang membedakan malam dan siang bisa dimaknai berbeda (meskipun sekarang sudah paham bahwa kisah penciptaan itu berangkat dan terbungkus dalam tradisi komunitas yang ada di sekitar wilayah tropis atau sub tropis). Malam dan siang ternyata bukan lagi masalah terang dan gelap.
Kegelapan seolah barang langka yang sulit ditemui di jaman sekarang ini. Karena ketakutan menghadapi gelap maka manusia berusaha membendungnya dengan berbagai macam cara yang kemudian dimanfaatkan oleh ahli dagang yang memproduksi lampu emergency. Ituah siklus kehidupan dunia ini. Refleksi malam ini tidak hendak berkisah tentang masalah lampu emergensy, namun hendak berkisah atau hendak berbagi narasi saat listrik tidak menyala di suatu saat,dan itu  adalah malam. Saat mati lampu,semua panik,semua gelisah. Tidak muda tidak tua, tidak laki-laki tidak perempuan. Semua panik dan seolah dunia berakhir saat lampu itu mati. Gelap dan gelap. Semua saling bertubrukan,saling berteriak. Belum lagi kalau mati lampunyasat malam dan hujan, bisa dibayangkan betapa paniknya.
Pada saat-saat seperti itu,terang seolah surga bagi manusia. Pada sat seperti itu manusia baru bia menghargai betapa sekerdip apapun nyala lilin, itu sangat bermakna untuk mereka yang sedang terpenjara kegelapan. Terang itu kebutuhan pokok manusia, karena ternyata manusia itu takut akan kegelapan. Oleh karena itulah, setiap agama dalam formulasi doa-doanya sellau minta jalan yang terang. Yang kemudian menjadi ujung permenungan ini adalah, apakah semua manusia siap untuk menjadi terang bagi sesama ciptaan yang lain?Ataukah malah senang dengan kegelapan demi memuluskan hasrat manusiawinya?
Saat mati lampu, saat itulah sejatinya manusia diajak untuk lebih mengerti akan hidup ini, betapa gelap itu sangat  tidak membuat manusia berbahagia, maka saatnya semua memperjuangkan terang secara bersama-sama.
Salam
Saya harus segera lanjut nulis, soalnya lampunya sudah nyala..trims..

CUMBUI kesulitan hidup, Jangan Hindari!

Mencumbui Kesulitan

Hampir setiap orang enggan berhubungan dengan yang satu ini. KESULITAN. Semua ingin terlepas dari kesulita dan menghadapi kehidupan dengan landai dan menyenangkan. Namun masalahnya adalah, bisakah kesulitan itu dihindari oleh makluk yang namanya manusia sepanjang ia hidup di tempat yang namanya dunia ini?Sepertinya sulit untuk menghindari kesulitan sepanjang manusia masih hidup di dunia ini. Dalam hal ini, kesulitan saya definisikan sebagai sebuah keadaan yang tidak sesuai dengan harapan. Yang menjadi pokok permenungan pagi ini adalah bukan bagaimana menghindari atau mengingkari kesulitan ini, melainkan bagaimana menghadapi kesulitan itu dengan hal yang berguna, atau malah sangat berguna.

UNTUK ANAK ANDA


Petrus dan Yohanes, yang diriwayatkan oleh Kisah Para Rasul pasal 4, hendak mengajak kita merenungkan tentang bagaimana menghadapi situasi sulit. KArena perbuatan baiknya (menyembuhkan orang sakit) mereka berdua malah menghadapi situasi yang sungguh tidak menyenangkan. Mereka ditangkap dengan dakwaan melanggar hukum yang berlaku. Memang aneh manusia itu,dari dahulu sampai sekarang, yang baik akan dilawan karena berpotensi merugikan dirinya atau kelompoknya. Demikian juga dengan kasus Petrus dan Yohanes, mereka ditangkap karena Imam-Imam Bait Allah (Elit Gereja) sangat tersungging,,,upss salah,,tersinggung saat mereka memiliki banyak pengikut/fans. Oleh karenanya,dengan otoritasnya Imam-Imam itu menangkap Petrus dan Yohanes.
Dalam keadaan tertangkap dan dengan kemarahan yang hebat, mereka diadili. Bisa dibayangkan bagaimana kalau sang penguasa itu marah, sedangkan Tukang Parkir saja kalau marah,,,hiiii,,,menakutkan. Namun itulah situasi yang dialami Petrus dan Yohanes. Namun demikian, mereka berdua tidak cengeng dan menangis darah,tidak sambat dengan memelas, namun justru bersaksi tentang "Pengalaman Iman" yang mereka rasakan. Sungguh sebuah keteladanan yang sangat pantas untuk diteladani, hingga saat ini. Dalam situasi sulit, Petrus dan Yohanes justru bersaksi dengan berani tentang pengalaman rohani,bagaimana dengan kita saat situasi sulit?Jangan-jangan kita malah berteriak sana-sini meminta didoakan saat sulit?Ya,,silakan..
Kesulitan hidup adalah sebuah kepastian,namun perjuangan mengatasi kesulitan itu adalah pilihan, tinggal bagaimana kita merespon dan menyikapi sebua yang terjdi.
Salam cinta untuk Semesta

Sebuah Catatan Janji untuk anak-anakku..

CATATAN KECIL UNTUK ANAK-ANAKKU

Malam ini aku pulang, dari sebuah tugas yang telah kupilih menjadi hidupku. Tugas yang penuh dengan narasi, baik senyum dan kerutan dahi. Cerita yang membuatku segar dan tegar  serta juga membuatku merinding, dan bahkan bukan sekedar cerita, namun sebuah pengalaman. Malam ini, gerimis kembali mengakrabi bumi, membuai semesta,terkhusus di mana kami diijinkanNya tinggal dan merasakan semua pengalaman hidup.


Gerimis dan gelap yang disertai kabut itu aku terobos,berharap segera kujumpai keluargaku, anak-anak dan ibunya. Dan saat kusampai di tempat aku menumpang tinggal dan hidup, kudapati mereka telah terlelap dalam balutan dan bingkai mimpi mereka sendiri-sendiri. Entah apa yang mereka impikan,mungkin tentang telaga indah, sawah dan capung serta kupu-kupu,mungkin tentang mainan baru atau apa saja,,aku tidak tahu. Yang pasti mereka terlelap dalam wajah damai dan penuh senyuman. Kelepaskan “Uborampe” yang menyertaiku,kemudian ke kamar mandi,membersihkan diri sebelum menyentuh mereka satu persatu.

Kulihat, yang paling bersar, terlelap dekat dengan si bungsu yang baru beberapa hari menghirup udara dunia ini. Dekat sekali kedua tubuh itu. Kulihat mereka juga terlelap dalam damai. Kemudian  aku menuju ruang yang lain,kelewati ibunya yang masih menghaluskan pakaian semua anggota keluarga. Ingin kulihat putri tengahku, yang diwarisi panggilan “Kunil” oleh almarhum simbahnya, yang beberapa waktu yang lalu, meninggalkannya pulang ke rumah keabadiannya. Juga kulihat ia terlelap, dengan gaya tidurnya yang khas, menghadap ke tembok. Kupandang dengan seksama wajah putrid tengahku yang mungil ini. Dipanggil kunil karena badanya yang kecil,dikarenakan tidak mau makan nasi dan hanya makan makanan kecil atau nyamikan  saja.

Setelah bersapa dengan ibu dari mereka, kemudian kuangkat jagoan sulungku. Berat memang, sekitar 31 kg berat badan sulungku ini. Kuangkat dan kupindahkan dari dekat putrid bungsuku supaya dalam ketidaksadaran tidurnya, tidak mengakibatkan adik bungsunya menangis dengan “Polahnya”. Kubawa ke kamar, dimana si Kunil tidur dengan lelapnya. Pramudya, dahulu kehadiranmu sungguh merupakan sebuah waktu yang selalu kuhitung dengan detail. Kehadiranmu juga selalu ditunggu oleh banyak pihak dengan gegap gempita. Doa dan harapan serta penyambutan seolah siap menangkap kehadiranmu.

Kini kau telah beranjak dewasa nak, jalanilah hidupmu dengan senyum. Jangan iri,jangan bandel,jangan pernah melihat dan membandingkan dirimu dengan yang lain. Ingatlah selalu nak, hidup ini masing-masing telah memilih lagu untuk di nyanyikannya sepanjang hayat dikandung raga ini. Kami, orangtuamu, akan semampu kami mendampingi kalaian nak…semampu kami. Tugas kami hanya mendampingi dan mengarahkanmu,mengarahkan kalian. Hidup kalian adalah hak kalian,kami tak punya hak untuk mengatur dan memilikinya nak…

Sesampai di kamar, di mana si kunil terlelap, kubaringkan sulungku itu. Kusandingkan dengan adiknya. Kulihat sejenak wajah gadis mungilku ini. Polos dan utih bersih. Wajah yang darinya kuberbahagia, meski hidup laksana diterjang ombak dan badai yang tiada henti menyapa kami. Kunil, kau hadir dalam balutan harap dan sukacita kami,meski yang menyambutmu tidak semeriah kakakmu, Si Kriwil itu.

Namun kami sangat bersyukur saat kutau dirimu, dan saat kau menangis usai menghirup udara dunia ini untuk yang pertama kalinya, semua yang mendengar hadirmu sepakat, bahwa kami sudah lengkap. Kau dan kangmasmu, si kriwil itu. Dalam perjalanan kehidupanmu, kami mendapati, betapa sulitnya dirimu menyantap nasi, berbagai upaya talah kami tempuh, namun takjuan sampai saat ini kau mau menyantap makanan pokok nenek moyang kita ini. Dan jujur, kami gelisah dengan keadaan ini nak..doa dan usaha kami selalu agar engkau mau seperti kami dan seluruh leluhur kita, mau memakan nasi.

Kemudian aku menuju dapur, mengambil minuman dari panci,minum untuk kesegaran. Air bening pemberian Sang Pemilik Kehidupan ini. Segar sekali minuman ini,menyegarkan dan juga memulihkan raga yang sudah letih mengarungi hidup dan kehidupan ini. Di kamar tengah, kupandangi wajah bayi mungil berusia lima hari itu. Beberapa kerabat mengatakan wajah itu mirip aku, dan akupun setuju.

Memang benar, si bungsu ini sangat mirip dengan diriku. Kulihat, kutatap dengan seksama. Polos dan bersih wajah itu. Tiba-tiba, menitip sebutir air bening dari ujung kelopak mata ini. Kuingat betapa takkusambut dia seperti kedua kakaknya. Takada seremoni, takada tangis saat tangisannya memecah ketegangan menanti hadirnya, tidak seperti waktu si sulung hadir. Semua terlihat lega,ucapan mengalir bak air bah menghujam jagat raya. Sementara, untukmu nak, Visitaria dan kami sepakat memanggilnya VISTA, takada sambutan itu. Teringat aku akan candaan sahabat bahwa memiliki anak lebih dari dua itu adalah wujud keberimanan. Dan mungkin memang ia, ini adalah wujud keberimanan,paling tidak untuk keluarga kami.

Vista, maafkan kami jika kami tak menyambutmu seperti mas dan mbakmu. Maafkan kami jika kehadiranmu takseheboh mas dan mbakmu. Namun yakinlah, kami sayang dan teramat saying dirimu, seluruh perhatian dan hidup kami hanya untukm kalian,semuanya sama meski sulit untuk menemukan alat pengukurnya. Yakinlah, mantaplah meniti seluruh jalan hidupmu nanti dengan sukacita dan bertanggungjawab.

Tidak usah kuatir tentang apa yang menjadi kebutuhanmu, kami akan berjuang semampu kami nak..maka ayo,bantu kami,jadilah anak yang manis nak…yakinlah kami kuat dan mampu mendampingimu. Jangan kuatirkan kami nak, kami sudah siap dengan segala yang akan terjadi. Tidak usah bercermin mas dan mbak…jadikanlah keberbedaan ini sebagai cambuk hidupmu nanti,menyongsong masa depanmu juga.

Hidup kami adalah doa anak-anakku…

FIKSI Di Malam PASKAH