Sabtu, 31 Desember 2016

CERITA HUJAN DI AKHIR TAHUN 2016



Nampaknya, hujan hendak memberikan kenangan indahnya di penghujung tahun 2016 ini. Setelah sekitar 5 hari di musim hujan ini, Hujan cuti (khusunya di sekitar kami tinggal), kini, bahkan semenjak kemarin, Hujan kembali “menggauli” kami. Dan nampaknya, tidak banyak yang menyesali datangnya hujan ini. Terbukti, dunia kecil yang bernama media social, tidak banyak yang berteriak sedih karena Hujan.
Dan buatku, Hujan akn memberi warna tersendiri di ujung tahun ini. Hujan yang lebut, tidak gaduh dan gemuruh. Hujan rintik sore ini sangat lebut,meski beberapa kali terdengar sahabat hujan, Si petir yang mengagetkan kami. Kembali ke Hujan, sepertinya dia hendak menggoreskan kenangan indahnya di akhir tahun ini. Menggoreskan kenangan sejuk dan lembut di negeri kami yang nampak panas di akhir-akhir waktu yang kami jalani.

Udara negeri ini penuh dengan aneka desingan,dan panas sepertinya lebih dominan. Panas oleh suhu keserakahan yang mengendarai POLITIK, panas yang manaiki AGAMA, juga bara yang tergendong hasrat brutal manusia yang melebihi binatang. Hujan sore ini, hendak mencoba menghapus semuanya itu dengan siraman lembut. Namun, nampaknya, banyak “BARA” yang masih bertahan meski tersiram dinginnya hujan dan lembutnya kabut..Entahlah, apa yang menyalakan bara di nalar dan jiwa mereka.
Hujan di ujung tahun ini, hendak menggoreskan kenangan indah nan sejuk.. Dan semua kembali kepada yang menerima hujan itu. Mereka bisa marah dan mengumpat, karena susunan acara dan agenda yang sudah terenda bisa kacau balau, dan tidak bisa menggerakkan masa untuk berdemo, atau justru dingin hujan yang membuat yang membara kehilangan akal sehat.

Hujan di akhir tahu ini, hendak menggoreskan prasasti kehidupan, karena tidak akan mungkin dunia ini meniti waktu yang namanya 2016. Semua adalah jejak sejarah dan sejarah selalu ingin tampil dengan ciri khasnya. Semoga, ciri khas sejarah 2016 tidak sepanas udara pantai di bulan agustus, semoga sesejuk udara Bandungan di senja nan indah..

Hujan di akhir tahun ini, hendak mengajak bercakap siapa saja yang mau disapa. Bisa dia manusia,bisa hewan atau makluk yang lain. Hujan juga ingin disapa dengan cinta, tidak selalu dimaki dan diumpat. Hujan sudah sering mendapat makian dan umpatan, meski sering dirindukan,meski ketika dirindukan dan datang, manusia kembali mengabaikan hujan..
Malam semakin merayap, mendekati akhir hitungan 2016. Dan hujan, masih setia dengan cumbuan mesranya. Di antara kemilau air hujan yang singgah di pucuk-pucuk daun, aku bisa menatap goresan kisah di 2016 yang telah terlalui. Di sana, di bening air yang sedang bercinta dengan cahaya lampu neon ujung gedung gereja dekat tempat tingal kami, di daun jambu itu, aku melihat kebeningan dan ketulusan air hujan. Aku melihat nuansa nirwana yang sejati. Bening dan sangat benng, sehingga pantulan cahaya neon itu seolah mutiara purbakala yang sangat menawan.
Kembali aku dituntun jiwa alam menikmati air hujan. Di sana tidak ada dendam,tidak ada ambisi serakah,tidak ada muslihat licik.tidak ada intrik kotor dan menjijikan. Hujan selalu jujur dengan dirinya, dengan kberadaannya, dia akan menyapa dengan jiwanya, tidak bisa dipelintir oleh siapapun, meski dia berjubah agama nan menawan.
Sejenak kutinggalkan senja..aku hendak berkarya..semoga masih ada setia yang terjaga..

Jumat, 30 Desember 2016

KABUT DI PENGHUJUNG TAHUN



Sudah agak lama aku tak bersua dengan kabut pagi…Mungkin sekitar separo bulan akhir ini. Selain karena kabut enggan menyapa juga karena aktifitas dalam rutinitas. Saking penuhnya aktifitas, maka meski lapa tak bercumbu dengan kabut, ruang rindu itu tiada terasa. Namun saat tamu hidup bernama Sibuk kembali pulang ke alamnya, rinduku kepada kabut kembali mengelora. 
Dan pagi ini, kerinduanku terlampiaskan. Aku mengambrkan rindu  kepada Kabut semenjak ia muncul menyapa semesta. Meski gelap masih menguasai dan gerimis juga mengiring hadirnya Kabut, namun dendam rindu menaklukan semuanya. Dingin, gelap dan sepi bukan menjadi lawan tangguh untukku memeluk kabut pagi ini.

Kelembutan dan kejujuran kabut, tiada yang mampu mengalahkannya. Dia seolah hendak menghajar makluk lain, sesama ciptaan yang sudah kehilangan rasa dan jiwa lembut serta jujur. Keserakahan dan ketamakan menindih setiap makluk yang bernama manusia. Karena serakah dan ketidakjujuran itulah membuat manusia gagal membaca kehadiran Kabut, gagal menikmati rintik gerimis, gagal menyapa dan bercakap dengan sepi,gelap serta dingin malam.
Hari ini, pagi ini, dalam hitungan yang disepakati bersama, ujung tahun semakin mendekat dan sepertinya, tahun 2016 akan segera menutup buku kehidupannya. Serta tidak mungkin aka nada kembali angka yang sama untuk hitungan tahun. 2016 akan menjadi sebuah prasasti sejarah yang akan kekal bersama jaman serta peradaban. Jika diandaikan sebuah perjalanan, maka 2016 akan menjadi kelokan berliku penuh dinamika. Di sana akan tergores luka dan darah, akan tertulis senyum ramah dalam naungan getir kehidupan.
Pagi ini, Kabut mengajakku kembali sadar, bahwa alamlah sahabat sejati kehiduan yang paling jujur. Saat manusia sudah dibekap keserakahan dan ketamakan, maka bercermin dari alam semesta, dari Kabut, dari embun, dari gerimis adalah cara mengisi kesepian batin yang senantiasa berkelana mencari pepohonan teduh untuk rehat. Pagi ini, Sang Kabut mengajakku menikmati hidup dengan sederhana…
Selamat Menyapa Alam semesta dengan Sederhana..

Kamis, 29 Desember 2016

MENGAPA ADA KEBENCIAN??



Kebencian lahir karena ada kepentingan. Baik itu kepentingan diri, kelompok atau golongan. Kebencian adalah sebuah perasaan yang secara alami ada dalam diri manusia,yang dengannya sejatinya manusia bisa berjalan  pada kehidupan yang lebih baik. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan rasa benci, yang salah adalah sasaran kebencian itu.
Tanpa rasa benci atau sebuah rasa tidak suka yang kelewat batas, maka manusia akan kehilangan keseimbangan. Namu demikian, jika rasa ini, si benci itu sangat dominan, maka keseimbangannyapun terganggu pula. Kebencian yang berlebih, yang terutama dan yang pertama akan mengganggu si pemilik kebencian itu. Mengapa demikian?, karena dengan benci yang berlebih, maka dia atau mereka akan melihat yang lain sebagai ancaman. Dia akan selalu gagal menemukan sisi baik dari yang dia atau mereka benci itu. Dengan demikian, kehadiran atau bahkan keberadaan yang lain adalah ancaman untuk dirinya.   

Karena selalu merasa terancam maka sebisa mungkin membangun pertahanan.
Membagun system pertahanan ini baik, sangat baik,asal obyektif. Namun jika membangun pertahanan itu dengan menhamburkan peluru atau amunisi kebencian ke pihak lain, maka akibatnya bisa berlipat ganda. Namun sekali lagi, akibat utama kebencian,rasa benci itu pertama-tama tidaklah merugikan pihak lain. Yang pertama dirugikan adalah dirinya sendiri. Sebab yang memiliki rasa benci akan tidak ernah nyaman hidupnya. Selalu merasa tidak aman dan selalu merasa diburu. Merasa orang lain yang memburu namun sejatinya, perasaanyalah yang memburunya.
Juga untuk yang menjadi sasaran kebencian, janganlah memantulkan cahaya kebencian itu dengan cahaya kebencian, namun teduhlah. Tidak usahlah membalikan nafas kebencian itu kepada sang pembenci, biarlah dia atau mereka kehabisan nafas kebencian itu, untuk kemudian, kalian semburkan nafas cinta kasih kepada yang lemas karena amunisi da nafas kebencian mereka sudah habis.

Kebencian yang brutal tidak akan pernah melahirkan kehidupan. Memang benar, jalan cinta kasih itu terjal dan berliku, pekat oleh kabut keragu-raguan, namun teruslah ikuti jalan cinta kasih itu, teruslah menjalaninya, meski ada beribu hambatan dan tantangan, karena di ujung jalan sana, telaga indah nan menawan sedang menantimu.

Menghembuskan nafas kebencian sama saja dengan menebar api pembakar kehidupan, dan itu adalah lawan dari nafas kehidupan. Diujung tahun 2016 ini, marilah kita semua (yang membaca tulisan ini tentunya) mulai berbalik arah, tidak menebar kebencian yang berujung kematian kehidupan, namun menebar nafas dan semangat cinta asih. Dengan nafas cinta kasih, maka di situlah ada tanda-tanda kehidupan. Mungkin y=tanda-tanda kehidupan itu masih sangat lembut dan lemah, maka teruslah rawat,jaga, pelihara. Berilah gizi terbaik untuk kehidupan itu dengan senyum ramah, sapaan tulus, bantuan iklas dan pengampunan sejati.

Seperti anak kecil, bisa jadi kehidupan yang masih lemah dan kecil itu merepotkan kita. Nangis, ngompol,panas dan yang lain. Namun tetaplah cintai dan kasihi, karena dengan mencntai kehidupan, dia akan segera bertumbuh dewasa.  Saat kehidupan itu sudah menjadi dewasa, maka  engkau akan bisa menikmati “Kedewasaan” kehidupan itu sendiri.
Saat kau mendidik kehidupan, didiklah dengan cinta, jangan taburi kehidupan itu dengan benih-benih kebencian. Untuk menyelamatkan kehidupan, jangan taburi dengan kebencian..

Selamat menutup tahun 2016

FIKSI Di Malam PASKAH