Jumat, 30 November 2018

KISAH NATAL Sebuah Teladan empati inspiratif Kepedulian Total Oleh : Doni Setyawan[1]


 KISAH NATAL
Sebuah Teladan  empati inspiratif Kepedulian Total
Oleh : Doni Setyawan[1]

Pengantar
Setiap tahun semua gereja-gereja di dunia merayakan natal. Di manapun dan kapanpun, sepertinya perayan natal telah menjadi tradisi  di dalam kehidupan gereja-gereja di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Tradisi yang dikembangkan, dirayakan untuk kemudian dilestarikan sebagai salah satu identitas komunitas, yang dalam hal ini adalah komunitas Kristiani. Pada setiap tahun pula, terutama pada bulan Desember, semua orientasi  gerejawi tercurah dan tertuju untuk natal. Dari sudut-sudut gereja sampai pusat-pusat berbelanjaan, dari ujung desa sampai kesegala penjuru wilayah, semua benuansa natal. Semua berupaya untuk memperingati serta merayakan natal semeriah mungkin. Semua ingin natal menjadi peristiwa yang berkesan pada setiap tahunnya. Semua pada akhirnya berjuang sendiri-sendiri untuk menemukan makna natal itu.
Pusat-pusat perbelanjaan sibuk memajang desain layout etalasenya dengan semua bernuansa natal, iklan dipinggir jalan dan di televisi semua juga sering bersangkut erat  dengan natal. Meskipun sebenarnya mereka hanya  “numpang mencari untung”  dari peristiwa yang sedang dan akan terjadi. Tidak salah memang, semua berhak memberi makna dan  menemukan makna dari apa saja yang ada dan dijumpainya. Tak terkecuali dengan  natal bagi semua individu maupun kelompok. Bagi yang memperingati dan juga teruntuk yang tidak memperingati. Biar saja para pedagang menemukan makna natal ketika pada bulan desember mendapatkan berkah banyak karena dagangannya banyak yang laku, biar saja anak-anak kecil menemukan makna bahwa natal adalah saat untuk berjumpa dengan sinterklas dan mereka juga beroleh kesempatan untuk mendapatkan hadiah. Biar saja mereka yang muda-mudi memaknai natal sebagai kesempatan untuk saling memberikan hadiah dan biar saja natal dimaknai sebagai waktu untuk saling mengunjungi dan bersua dengan hadai tolan. Biar saja, ya biar saja makna itu tertemukan bagi setiap insan. Tidak ada yang salah atau benar dalam hal memberi makna. 
Tulisan ini tidak hendak menghakimi dengan instrumen teologis  bahwa natal yang tidak sesuai dengan Alkitab adalah salah, adalah dosa. Saya juga tidak hendak menggunakan ide ini sebagai salah satu materi untuk memunculkan  “fatwa’ kristen berkenaan dengan natal dan sekitar pemaknaanya. Tulisan ini hanya hendak mengajak kita untuk mencoba mengintif dari sebuah sudut sempit makna dari Allah yang berEMPATI dengan manusia dengan cara bersedia masuk dalam sejarah manusia dan terlibat dalam sejarah manusia untuk juga menjadi manusia yang utuh dan sempurna.
Natal adalah Kelahiran
Natal tidak bisa dilepaskan dengan peristiwa kelahiran. Tepatnya, natal adalah sebuah peringatan dan perayaan yang  memusatkan dirinya pada peringatan lahirnya Sang Mesias dalam diri Yesus Kristus. Meskipun dalam semua teks Injil tidak ada keterangan eksplisit mengenai kapan waktu yang sebenarnya terjadi untuk kelahian Yesus Kristus Sang Mesias, namun nampaknya gereja telah “Terlanjur” terninabobokkan dengan warisan tradisi natal dari mitologi Romawi. Mitologi munculnya matahari setelah sekian lama terpenjara pada musim dingin yang beku. Munculnya matahari adalah munculnya kehidupan, terbitnya Matahari adalah terbitnay Harapan. Ya, sebenarnya tanggal 25 Desember bukanlah  waktu yang tepat untuk dapat dipastikan sebagai tanggal lahirnya Tuhan Yesus, namun tulisan ini hanya akan memfokuskan diri pada keterlibatan Allah dalam empatinya kepada manusia.
Teks Injil, terutama Injil Lukas menerangkan bahwa Yesus lahir di kandang domba, pada waktu terjadi sensus yang dialkukan oleh kaisar Agustus. Karena semua penginapan telah penuh, Maria dan Yusuf hanya mendapatkan  sebuah sudut rumah yang adalah kandang domba. Ini merupakan awal dari cara Allah dalam diri Yesus untuk berempati kepada ciptaan yang namanya manusia. Kandang domba, bukanlah tempat yang mewah baik dulu maupun sekarang. Sampai kapanpun, kandang domba adalah kandang domba. Tempat yang kotor, pinggir,tidak mewah dan bukan merupakan tempat yang utama. Tempat kelahiran Yesus yang di kandang domba adalam simbol dari arogansi egoisme manusia yang tidak pernah mau berbagi. Manusia yang hanya memikirkan dirinya sendiri, keuntungannya sendiri sehingga enggan untuk berempati. Manusia yang tiada pernah mau “merelakan secuil rotinya”  untuk dibagikan kepada yang lain. Jangankan kepada makluk ciptaan lain sementara kepada sesamanya saja enggan.
Teks Injil lukas tidak secara eksplisit menyebutkan “Penolakan” pemilik rumah dan  atau penginapan serta para pendatang yang mau menginap (ini hanya sering muncul dalam visualisasi drama disekitar Natal). Namun laporan Lukas bahwa bayi yang baru dilahirkan Maria yang  “...dibungkusnya dengan kain, lalu diletakkan  di dalam palungan berisi jerami; sebab tidak mendapatkan tempat untuk menginap..” bisa dijadikan rujukan akan penolakan ini. Bagaimana masih  bisa dikatakan sebagai manusia yang hidup disekitar agama (saya senang menggunakan istilah ini daripada manusia yang beragama) ketika melihat seorang perempuan yang hamil tua dan (kemungkinan ) hari sudah menjelang malam namun semua “menutup mata”  terhadap realita ini?. Namun inilah “Jalan Sepi Allah” dalam diri Yesus yang  mengaktualisaikan diri menikmati EMPATI-Nya untuk  ciptaan. Manusia  adalah  makluk yang  telah dan sedang dalam masa yang berat. Beraneka masalah mengantam kehidupan mereka . Penindasan, kekejaman, ketidakadilan, arogansi, kesombongan seolah menjadi gurita yang pelan namun pasti menggulung serta menjerat  hidup dan kehidupanmanusia. Allah lahir dalam diri Yesus, bayi mungil dan “hanya” terbungkus lampin. Dia Lahir bukan pada tempat mewah dan dalam balutan penerimaan manusia yang beradab. Yesus, Sang Pemilik Kehidupan, demi  spirit bela rasa terhadap manusia rela dengan segala ketulusan masuk dalam sejarah hidup manusia dalam kesederhanaan. Kelahiran Yesus adalah kelahiran harapan. Kelahiran Yesus adalah kelahiran sejarah kerelaan yang siap menjadi teladan. Natalnya Yesus bukanlah natal yang penuh dengan hingar bingar. Bukan pula natal yang penuh dengan aneka hiburan dan hadiah barang yang baru dan indah-indah, namun natal Yesus adalah lahirnay sebuah semangat pembaharu, semangat perubahan yang sempurna. Semangat yang benar-benar meremukkan tatanan hidu manusia yang penuh dengan kesombongan.
Kelahiran Yesus adalah cara Allah Peduli
Peristiwa kelahiran Yesus yang dilaporkan Injil Lukas hendak mengajar umat, bahwa Allah yang peduli adalah Allah yang bersedia melawat umatnya.  Pelawatan Allah adalah wujud sempurna dari empati  atau bela rasa Allah kepada manusia yang terbelenggu kekuatan dosa. Dosa yang menjadikan adanya penindasan, adanya diskriminasi, adalanya ketimpangan sosial, adanya perbudakan, adanya ketidakadilan, adanya kemunafikan, adanya korupsi dan sebagainya. Semua ini melada serta mewabah dalam kehidupan manusia, tidak hanya sekarang, naumn ternyata sudah semenjak dahulu. Di dalam segala area kehidupan dan bahkan di kehidupan agama yang katanya menjadikannnya penjaga moralitas korupsi,penindasan, koropsi, saling menjegal, saling melukai adalah peristiwa keseharian.  Manusia (yang oleh Allah dalam Yesus sebagai sasaran keselamatan) diajak Yesus untuk sadar, bahwa empati adalah pengorbanan. Empati adalah kesediaan serta keberanian untuk memasuki dunia di luar dirinya. Dunia yang berbeda dengan dirinya. Empati adalah keikutsertaan merasakan seperti yang dia atau mereka rasakan. Empati Allah bukanlah melalui jalan yang mulus dan lurus, empati Allah adalah meniti jalan sederhana dan derita. Inilah cara Allah menolong, cara Allah mewuujudkan KasihNya yang sempurna kepada seluruh ciptaan. Kehadiraanya di sekitar palungan dan jerami (yang kemudian oleh banyak penafsir dan tradisi gereja disepakati adalah kandang domba) adalah wujud dari kesederhanaan, wujud dari pasrah dan totalitas yang sempurna.
Kepeduliaan Allah adalah kerelaanNya untuk ada dan mengada dalam segala keterbatasan, kesederhanaan. Kain lampin dan jerami adalah simbol yang teramat nyata untuk mengerti betapa jalan kehadiran Allah di dalam Yesus adalah jalan kesederhanaan. Kesederhanaan itu yang hendak menampar manusia yang senantiasa hidup mewah dan cenderung boros. Kelahiran Yesus sebagai wujud empati Allah adalah

Apa gerangan wujud empati saat ini?
Natal, di jaman sekarang selalu identik dengan kemeriahan, kemewahan dan keanggunan. Dan natal di  jaman sekarang selalu identik dengan nothol [2](kata salah seorang tokoh berpengarus GKJ). dan ini tidak bisa disangkal, betapa di dalam persiapan perayaan natal diberbagai gereja sellau sibuk memikirkan biaya untuk konsumsi. Memikirkan kebutuhan untuk dirinya, kepuasannya sendiri. Natal yang baik adalah natal yang mewah, yang bersemangat atau natal yang dihadiri oleh ribuan umat. Maka tidak heran jika kemudian muncul budaya natal dilapangan, gedung-gedung mewah, hotel berbintang, stadion dengan harapan akan dihadiri banyak orang dan kemudian sebgai justifikasi sebuah keberhasilan. Mereka (atau kita) seolah lupa bahwa natal yang sejati adalah keadaan super sederhana dan –mungkin- bisa dikatakan memprihatinkan.
Bisa ditarik sebuah benang merah dalam hal ini. Bagaimana teladan empati Yesus ini semangatnya tertularkan di dalam  kehidupan gereja di jaman sekarang. Gereja tidak sedang menjadi “para juru bangunan” yang selau terbagun konsep  bahwa keberhasilan adalah kesuksesan mengumpulkan bukan memberikan. Demikian halnya dengan natal, gereja seharusnya berani dengan tegas bahwa natal bukanlah sebuah pesta, melainkan kesempatan untuk masuk dalam permenungan sepi. Masuk untukm menembus merekaa-mereka yang tersingkirkan,sakit, sendiri dan senantiasa kesepian.  Semua iniadalah laku hidup untuk menghayati tugas panggilan dalam saat teduh dan permenungan Permenungan iman bahwa kelahiran Yesus adalah wujud keterlibatan Allah demi empatinya kepada manusia. Sopankah ketika kita sebagai manusia mendapat pertolongan, lalu kemudia yang menolong itu tertimba penderitaan sementara kita yang ditolong berpestapora??
Semestinya gereja Tuhan dijaman sekarang ini mulai mencoba mengembangan semangat empati Allah untuk memperhatikan sesama. Memperhatikan mereka yang tertindas, terpinggirkan, tersakiti, terdiskriminasi dan yang lain. Gereja semstinya meniru jejak Yesus yang dengan lantang berani melawan kekerasan struktur yang tidak berpiihak kepada kaum lemah. Gereja semestinya menjadi pelopor kesedehanaan bukan malah menjadi pelopor pemborosan. Perayaan-perayaan, pesta-pesta adalah salah satu indikator bahwa gereja telah mulai meninggalkan spiritualitas sederhana Yesus. Meninggalkan spiritualitas iklas dan tulus dari Yesus, spiritualitas penuh peduli milik Yesus. Yang ada adalah gereja yang terus dan terus bersaing demi kepopuleran serta kepuasan diri pribadinya. Lalu, jika demikian, masih pantaskah kita mempredikati diri dengan gelar kekristenan di mana spirit Kristud sudah hilsng diteln bumi.
Penutup
Kembali ke pengantar di awal tulisan ini. Bukan masalah salah atau benar di setiap peristiwa kehidupan. Namun yang pertama dan utama adalah upaya member makna. Jika kita sudah menemukan pesan dari peristiwa kelahiran Yesus, maka sudah tiba saatnya bagi gereja untuk bersuara suara kenabian di tengah-tengah hidup yang sudah sangat individualis, serba konsumtif, serba indiviualis pragmatis ini menuju perubahan total. Perubahan menjadi seperti kisah Bathlekhem ketika Yesus lahir. Peristiwa yang semestiya mempermalukan kita namun sering manusia lupa akan segala polah tingkahnya. Maka selamat berjung untuk tidak sekedar memperingati natal namun selalu belajar untuk memperhatikan sesama. Selamat untuk meneladani Yesus yang rela masuk ke dalam kehidupan sejatah manusia dengan cara derita dan sederhana.


[1] Doni Setyawan,  Pendeta Jemaat di GKJ Tuntang Timur Salatiga, alumni UKDW lulus tahun 2004 dan semenjak 2005 dipanggil untuk melayani di GKJ Tuntang Timur sampai sekarang.
[2] Nothol adalah bahasa  Jawa yang artinya makan, karena hampir disetiap peyaan natal selalu ada pesta makan.

APAL


Jemuah Wage 30 Nopember 2018
BENINGE EMBUN ESUK

Nehemia 9:16-25
Jabur 25:1-10
Lukas 21:29-33
“Gusti Yésus nuli nyritakaké pasemon mengkéné: “Padha titènana wit anjir lan wit-witan apa waé. yèn wit-witan mau wis padha semi, kowé ngerti yèn wis ngancik mangsa panas.” Lukas 21:29-30

“In, nggodog’o banyu. Diluk neh ana dayoh”, Akone Dalijo nyang Nduk I’in nakndulure kuwi.
“Sapa kang?”
“Rasah kokean rembug, sing penting gek nggodog’o banyu. Selak dayohe teka”, Unine Dalijo, karo klepas-klepus neng kursi menjalin sing wis ora ketok yan kuwi kursi. Lan ora let suwe, bener, anan dayoh. Dayohe wong adoh, durung kenal sakdurunge. Medayoh arep golek bibit jambu Kristal bareng wis cukup merdayohe, njur pamit sakwise disuguhi wedang lan Kimpul Bakar.
“Dayoh mau po ngabari sampeyan sik kang?”
“Ora”
“Koki so men pas kuwi critane piye?”
“Maca kahanan, nggathukne lan njupuk kesimpulan”, Wangsulane Dalijo.

Menunga kuwi sakliyane duwe naluri uga dijangkepi dening Gusti karo akal. Naluribissa ndadekne menungsa nglakoni sabarang merga “dorongan naluriah” dene akal kuwi sing dadi kendaline. Merga naluri, menungsa isa APAL bab apa wae ing nate dialami, dene lumantar akal, menungsa bisa nenimbang sabarang sing tahu kalkon lan digathukne karo kahanan.
Piwulange Gusti Yesus neng Lukas 21 ayat 29-33 nggambarake, kepriye supaya menungsa isa APAL marang “bahasaning” jagad. Ancase apal kuwi, supaya bisa mengerteni apa wae sing bakal klakon lumantar tanda-tanda sing ndisik’e tekane kahanan kuwi. Wit anjir lan wit-witan liyane sing wiwit semi, ana neng jamanne Gusti Yesus, mratandani yen mangsa semi wis meh teka, kuwi bab sing lumrah ing jamane Gusti Yesus, mula yen nganti ora ia APAL, jian kebangeten.
Saka piwulang iki, awake dewe (sing maca BENINGE EMBUN ESUK) diajak, upaya isa APAL karo tetandaning kahanan sing ana neng sakiwatengene awake dewe. Lha sakwise APAL, njur issa nyawiske apa sing butuhke. Iki pungkasaning Nopember, brarti sesuk wis Desember, kudune ya apal, apa sing bakal klakon neng wulan Desember.

“Ora ngono’o Jo, apa dayoh kuwi wis bel-bel’an karo awakmu,kok pas temen perkiraanmu?”
“Durung”
“Serius?”
“Iya lik, serius, kuwi merga aku APAL karo basaning kahanan. Unine manuk Prenjak nyasmitani aku, yen bakal ana dayoh”, Dalijo njlentrehke.
“Wah..jos tenan panggraitamu Jo, kalut aku..eh salut aku”, Lik Ndoleng ngelem ponak’ane kanthi  iklas.
“Emange sampeyan Lik, apale mung kapan Kang Markun lunga, kapan buka’e warunge Yu Wasti”, Wangsulane Dalijo, semu ngece, karo klepas klepuse ora leren.
“Dussss…dialem tenan-tenan jik keconggah nyemes wong tuwo..jian ampuh kowe Joooo!!!” Lik Ndoleng kecemes meneh..

Lur, ayo ngapalke kahanan ben isa maca kuwi mratandani apa..

Mbahe..

Kamis, 29 November 2018

MRATOBAT


Kemis Pon 29 Nopember 2018
BENINGE EMBUN ESUK

Nehemia 9:6-15
Jabur 25:1-10
Lukas 21:20-28
“Gusti Allah kuwi becik lan adil; mulané wong dosa diwulang bab dalan sing bener.” Jabur 25:8

“Jo, wis tekan ngendi?”, Swarane Lik Ndoleng seka hape, nalika  ngepasi dikonkon tuku winih duren.
“Sik lik, keturon aku, sik..sik..”, Wangsulane Dalijo, sajak gragapan, merga keturon, lha cen Dalijo kuwi mambu jog bis wae ngantug.
“Nduk In, dulurmu lanang keturon”
“Kaya ra apak paklik kuwi, kuwi lik kang Dal ngebel neh”, I’in age-age ngabari pakne cilik Ndoleng, merga Dalijo ngebel balik.
“Haloo Lik, iki tekan mBangak, jare kondektur Solo wis cedak”, Santai Dalijo mangsuli seka sebrang.
Jiangkrikkk..kowe takkon tuku winih Duren nyang Salaman Magelang, lha kok tekan mBangak?.Ayo enggal mudun bis, nyebarng, njur mbalik!”, Lik Ndoleng sajak nesu, merga Dalijo kleru arah.
Sing diarani MRATOBAT kuwi nalika sadar yen salah dalan, njur mbalik. Iki beda karo sadar. Sadar mung ngerti yen ing dilakoni kleru, ning ora mbalik. Yen MRATOBAT, nalika sadar luput, njur leren/mandeg, mbalik arah marang sing bener. Pancen MRATOBAT kuwi mbutuhke pangorbanan, ya wektu, tenaga,pikiran, rasa (paling ora isin) lan uga ragad. Ning kuwi MRATOBAT sing bener, sing pas.sing manut kersane Gusti.
Paseksine juru Jabur neng Jabur 25 ayat 8 gamblang njlentrehke, yen dekne ngrasakne keadilane Gusti, lumantar nuduhke dalan sing bener. Artine juru Jabur pernah salah dalan, mula isa ngrasakne dalan sing bener. Juru Jabur ngumangsani kaya sing dirasakne Nehemia, yen sing ia nuduhke dalan ya mung Gusti, lan kabeh kuwi dikersakne Gusti merga kahanane jagad sing sansaya nggegirisi, supaya sing luput/kleru enggal MRATOBAT, mbalii saka dalan sing dilakoni, tumuju marang dalan sing dikersakne Gusti, kanggo rujuan tentrem rahayu.
Mula saka kuwi, sapa wae sing maca BENINGE EMBUN ESUK iki, njur rumangsa “Salah Dalan”, ayo pada mbalik, syarate: gelem “berkomunikasi “ lan “nampa komunikasi” seka sing paring dawuh. Yen adar yen urip iki merga  dawuhe Gusti, mulane ya kudu manut Gusti, siap dituduhne dalan sing bener lan umpamane luput, iap mbalik utawa MRATOBAT.
“Ora ngono’o kang, kok kon nyang  Salaman isa-isane tekan arah Solo?”, Nduk I’in sore kuwi takon Dalijo, bareng dulure lanang teka eka Salaman.
“Jenege wae kleru In, ya rapopo”, Wangsulane Dalijo.
“Mulane rasah kemaki, kumlungkung, nggembeleng, kemethak..sakdurunge mangkat dikandani malah langsung ngetiging, jebule blass raruh dalan”, Lik Ndoleng nyeneni Dalijo, sing diseneni meneng wae,mung mbatin, ning jik  wani klepas-klepus karo Dajrum Supere..
“Bajindull…iki paklik yen nesu, jian persis Manuk Tengkek putus cinta”, Batine Dalijo.
Lur, urip kuwi kudu gelem dikandani, yen luput ya mratobat, orasah kemaki,rumangsa ngerti lan bener dewe, ayo pada MRATOBAT, jagad’e wi Gerang, kari kukute..

Mbahe..
                                 


Selasa, 27 November 2018

WEK’ku


Selasa Legi 27 Nopember 2018
BENINGE EMBUN ESUK

Yehezkiel 29:1-12
Jabur 76
Lukas 21:5-11
“Sarèhné kowé kandha yèn Bengawan Nil kuwi duwèkmu lan kowé sing gawé,
mulané saiki Aku dadi mungsuhmu lan mungsuhé Bengawan Nil. Tanah Mesir kabèh bakal Dakdadèkaké ara-ara samun” Yehezkiel 29:9b-10a

“Lik, rekku po mbok gawa?”, Esuk Kuwi Dalijo bingung koling, nggolek’I rek’e sing meh nggo nyumet Djarum Supere.
“Iki ki WEK’ku yo Jo, aja ngaku-aku kowe!!”, Rada sugal, Lik Ndoleng semaur.
“Atur ngono’a, wong mung rek wae kok ya ndadak rebutan, mbok yo gek gentenan nganggone”, bulik Trinil melu cawe-cawe nggere beibeb’e padu karo Dalijo.
“Mbuh kuwi Lik, cah loro kuwi rukun pora kiamat”, I’in melu ngombyongi mbokne cilik Trinil.
“Pokok’e iki rek’ku Lik, iki lho ana tulisane “Tarsi”, iki mesti WEK’ku, yen WEK’mu mesti tulisane “Wasti”, yo pora lik, rasah goroh?!”, Dalijo keprucut muni ciri khas’e apa-apa duWEK’e.
“Dus,, malah mbukak wadi koe ki Jo…hmm..nggere urusan WEK kok remix ngene..”Sajak bingung lik Ndoleng masarahne rek’e nyang Dalijo.

WEK kuwi tegese sing  nduweni. Radio iki WEK’ke tegese radio iki aku sing nduweni. Menungsa kuwi seneng rumangsa nduweni samubarang, seneng kabeh dadi WEK’e, anadyan durung tentu kuwi WEK’e. merga rumangsa WEK’e, mula angel gelem pada andum-inganduman. Duwit rumangsane WEK’e mula angel kon ngedumi siji lan sijine sing kekurangan. Duwit kuwi sejatine berkah, nggo lantaran urip bisa lancer, kuwi dudu du-WEK’e menungsa, merga menungsa mung nggaduh, mula kudu digunakne kanggo kebutuhaning urip.
Sanadyan sepele, bab WEK sing ia dadi WEK’ku kuwi bab sing mbebayani. Crita kitab suci dina iki seka Yehezkiel 29 ayat 1-12, ngelikake awak’e dewe, supaya aja gampang nge’hak’i apa wae, aja pisan-pisan ngaku-aku dadi WEK’e. lha emange ngapa?Kuwi lho, nalika Prengon ngaku-aku kabeh gaweanne, Gusti duka lan diukum. Mula ing urip iki, aja seneng ngaku-aku, kuwi dudu duwek’ e menunga, ning kagungane Gusti.

Yen wissadar yen kabeh kagungane Guti, mula yen dikersakne Gusti ya aja enda. Yen rumangsa wektu kuwi kagungane Gusti, aja kuwi WEK’mu, yen kowe ngakoni WEK’mu, mesti owel arep ngekekne sapa wae, ning yen sadar kuwi kagungane Gusti, meti digunakne nggo sabarang sing apik. Mulane, ayo nyadari yen kabeh kuwi mung silihan, mung nggaduh. Mula yen samangsa-manga dijaluk sing kagungan aja suwala, pasrahna.

Elinga lur, kabeh iki mung silihan, duduk WEK’mu!!


Mbahe.

Senin, 26 November 2018

PISUNGSUNG


Senen Kliwon 26 Nopember 2018
BENINGE EMBUN ESUK

Daniel 7:19-27
Jabur 76
Lukas 21:1-4
Gusti Yésus nuli ngandika: “Setitèkna! Randha miskin kuwi pisungsungé luwih akèh ketimbang karo wong-wong liyané.” Lukas 21:3

“Lik, minggu wingi, mangkat neng nggreja barengan, njur mampir warunge Yu Wasti, ngapa?”, Dalijo takon Lik Ndoleng,dina senen esuk, nalika meh mangkat makarya.
“Anu…hmm..Anu Jo..aku kae ki jan-jan’ne meh..hmmm”
“Haiyah..nggere wangsulane plekak-plekuk kaya Blekok Wuyung kuwi mesti ora jujur. Mesti meh ijol duwit, sisan nyawang Yu Wasti”,Nduk I’in nimbrung lan nrocos kaya manuk Prenjak anyang-anyangen.
“Lho kok ndadak ijol duwit?”, Dalijo takon, sajak ngece.
“Ngene lho Jo, duwitku  rongpuluhan ewon, meh takpisungsungke kabeh kok eman. Mula meh takijolne, sisan nyawang wasti”, Lik Ndoleng mangsuli kanthi jujur. “Lha jan-jane sing bener kuwi piye bab pisungsung. Okeh ning ora iklas, po iklas ning ora pakra?”, Lik Ndoleng takon, njur ketok bodone, nemen…
“Jare mbahndito, ing penting iklas tur murwat, kuwi wae lik pathokane.

Bab Pisungsung kuwi mesti dadi udur-uduran. Bab endi sing bener, sing akeh po sing sithik. Kabeh duwe alesan, okeh, sanadyan ora iklas ning migunani, sing sithik iya mengkono, ngapa akeh-akeh ananging ora iklas. Njur akeh sing pada bingung. Nah, ben aja tambah bingung, ayo inau seka Kitab Suci, eka Lukas 21:1-4, yakuwi crita bab pisungsunge randa mlarat.. (muga-muga sing maca tulisan iki sing rada ora sadar, yen randa..hehe). Manut piwulange Gusti, pisungsunge randa kuwi luwih akeh, merga kuwi misungsungke ajining uripe sedina. Manut pamirsane Gusti Yesus, urip kuwi luwih gede, luwih aji tinambang apa wae, pomeneh karo duwit sing mung sak iprit. Ing kene, okeh lan sethitik ora dadi masalah, sing dadi masalah, yakuwi apa sing mbok pisungsungke kuwi gegambaraning uripmu sedina kuwi? Yen ora, kuwi ajine cuilik,,sithikkk banget.

Mula saka kuwi, lumantar tulisan iki, ayo njajal dieling-eling, apa pisungsunge minggu wingi pada karo ajining urip sedina? Ana ing ngarsane Gusti, urip kuwi luwih aji tinimbang apa wae, pomeneh mung mbek duwit. Eman’ne, akeh menungsa saiki sing luwih ngajeni duwit tinimbang urip. Kon pisungsung  skeet ewu nggon natalan wae, plinthat-plinthut kaya wong bar unat, ananging yen nggo dolan, sejuta mayirr lehe ngetokne..

Mulane lur, ayo misungsungke urip iki sakwutuhe, sing isa dilambangke rana banda donya peparinge Gusti.. Wis rasah mampir warung, ijol duwit nggo pisungsung..

Mbahe..

Sabtu, 24 November 2018

MBLEBER


Setu Pon 24 Nopember 2018
BENINGE EMBUN ESUK

Daniel 7:1-8,15-18
Jabur 93
Lukas 20: 27-40
“…nanging wong lanang lan wong wadon sing tinemu pantes ditangèkaké saka ing pati, lan urip ing jaman kalanggengan, kuwi padha ora omah-omah.” Lukas 20:35

Tembenung MBLEBER kuwi tegese mili nengndi-nengdi tanpa isa dikendaleni. Tembung iki mligi kanggo nggambarke kahanane banyu sing metu saka wadahe. Sing marakne MBLEBER kuwi werna-werna, isa merga wadahe winates, isa merga  ana goncangan sing gede tur suwe, sing ndadekne wadahe polah ora karuwan lan ndadekne banyu neng wadah kuwi MBLEBER nengdi-nengdi. Lha supayane ora MBLEBER nengdi-nengndi, kudune wadahe amba lan uga anteng ora polah wae.

Bab MBLEBER kuwi nate klakon nalika Gusti Yesus mulang wong akeh, mirunggan para wong Parisi lan Saduki. Lukas 20 ayat 27-40 nggambarake kahanan MBLEBER’e pikirane wong-wong Parisi lan Saduki. Merga mikire mung babagan kadonyan wae, bab rabi lan sakkiwatengene, mula nalika kepethuk Gusti Yesus, takone ya bab kuwi. Sakliyane pitakonan kuwi merga mobaling pikiran, ana uga sing takon merga wedi, yen mengko bola-bali rabi, njur bareng sowan Gusti bingung endi sing dadi bojone..Merga tahu ana sing takon, yen mengko aku rabi meneh, merga bojoku ndisik’I sowan Gusti, kamangka aku jik uenumm tur ya uayune pol, njur suk yen neng alam klanggengan piye urusane, bojoku sing ndisik po sing keri?

Mangsuli pitakonan sing kaya mengkono kuwi Gusti njawab’e santai. “Rumangsamu neng klanggengan ngurusi urusan sing mbok gagas kuwi?”, Mbokmenawa ngono. Ning sing jelas, apa sing ditakokne wong Parisi lan Saduki kuwi merga isining pikirane ya bab kuwi, mula sing MBLEBER mili metu ya bab kuwi wae..Jan-jane kabeh gumantung pikiran. Yen pikirane wening lan nyawang kabeh ana  neng panyawang positif, apa wae isa mapan ana neng kahanan poitif, ananging yen nyawange lumantar pikiran ngeres (negative), kabeh ya inawang negative..

“Jo, suk yen mati, njur ditakoni Gusti, kowe wis ngapa wae karo mantan yang-yangmu, wangsulanmu piye?”, Lik Ndoleng esuk kuwi nalika arep olah raga HUT Greja takon neng Dalijo.
“Weh, ngece kowe kuwi lik, lha wong kang Dalijo pacaran wae ratahu tik takone ngono. Ngesir wong 3 sing nampik cah 14”, I’in samaur, lan sinambi nglirik dulure lanang Dalijo.
“Dusss…malah ngece kowe kui In. Ning ya rapopo, takakoni. Wong paklik takon ngono merga mikire ngere nyang Yu Wasti jik dirumati, mula MBLEBER ngandi-ngandi”, Dalijo mangsuli, ya karo nyemes Lik Ndoleng.
“Bajindul JO, isa wae nyemes aku kowe!!!”, Semu nesu Lik Ndoleng  semaur..Njur mlaku bareng-bareng merga grejane HUT..

Mbahe..

Jumat, 23 November 2018

DISAPONI


Jemuah  Pahing 23 Nopember 2018
BENINGE  EMBUN ESUK

Yehezkiel 28:20-26
Jabur 93
Lukas 19:45-48
“Gusti Yésus banjur mlebu ing Pedalemané Allah lan nundhungi para wong sing padha dodolan ana ing kono.” Lukas 19:46

DISAPONI kuwi tembung linggane Sapu, yakuwi piranti sing tujuane kanggo reresik. Mbiyen sing aran Sapu kuwi seka sada blarak, isa nggo NYAPONI jogan lan latar utawapekarangan. Seka tembung SAPU sing piranti, njur ana tembung NYAPU, yakuwi sabarang tumindak kanthi nggunakne SAPU kang tujuane ngilangi rereget. Mula saka kuwi, tembung DISAPONI kuwi tegese, kena akibat saka tumindak sing nganggo piranti SAPU sing tujuanne supaya dadi resik. Mula saka kuwi, papan apa wae yen wis disaponi mesti dadi (luwih) resik, ilang sakabehe rereget utawa wuh sing ajeg ngrusak sesawangan sing sejatine endah..

Bab DISAPONI kuwi ya nate klakon ana neng Pedaleman Suci, nalika jamane Gusti Yesus. Lha ngopa, po kostere lali ora nyapu?Dudu bab kuwi sing DISAPONI Gusti, ning reregeting batin, urip, ati lan pikiran sing ndadekne wong lali marang Gustine. Pedaleman Suci ora dingo memuja memuji Gusti, malah dingo nguja kepentingan pribadi, nguja kekarepan kamanungsan, nguja nefsu serakah lan uga nguja nefsu panindes marang liyan. Marang kabeh kuwi Gusti duka, mula njur diamuk, kabeh DISAPONI ben lunga lan Pedaleman Suci Dadi Resik.

Semono uga ana ing uripe awake dewe, menawa ana reregeting urip, sing ora dadi kersane Gusti, kudu siap-siap yen samangsa-mangsa DISAPONI Gusti. Sipat egois, sipat males, sipat kemaki, sipat pelit lan sakpanunggalane singala, kudu enggal ditundung minggat, supayane awak iki resik, aja nunggu DISAPONI Gusti. Ananging yen tetep ngeyel, mbafung,ndluya, ua aja kaget yen Gusti dewe sing NYAPONI, njur klara-lara lan rmangsa diukum Gusti. Kuwi merga ora gelem ngresiki awak saka sakabehing reregeting urip.

“Jo, wingi aku masukangin kae, jebul nembe DISAPONI Gusti uripku”, Lik Ndoleng ngomong karo Dalijo.
“Sokur yen sadar Li, melu bungah aku”, Omonge Dalijo.
“Sadar sakwetara Kang, sesuk-sesukpora kumat, wong watakane Lik Ndoleng wae”, I’in melu caturan.
“Weh, aku serius lho Nduk”< Semaure Lik Ndoleng, ketungka swarane telpone Dalijo, njur meneng. Bubar kuwi Dalijo nyedak meneh, sinambi ngomong.
“Lik, sesuk njagong Yu Wasti arep nunut, kang Markun dines jare..”,Dalijo semantha. Jenggirat Lik Ndoleng semaur.
“Yo asyik yen ngono, jane jik rada lemes, lha iki ana kesempatan je”, Unine Lik Ndoleng.
“Ngono kok jare tobat, mbelgesesss!!!”, Dalijo nggrememeng dewe..Lan karo nyumet udud muni lirih..
“DISAPONI Gusti kapok oe Lik”….

Rabu, 21 November 2018

POLAH


Rebo Pon 21 Nopember 2018
BENINGE EMBUN ESUK

Zakaria 12:1-13:1
Jabur 13
Lukas 19:11-28
“Abdi sing kapisan sowan matur: ‘Ndara, kula sampun angsal bathi sedasa dinar saking arta ingkang kula tampi saking Panjenengan.Lukas 19:16

Ana unen-unen basa Jawa sing mengkene “Anak Polah Bapa Kepradah’, sing tegese, nalika anak nglakoni sabarang panggawe, wong tuwa khususe bapak isa melu nanggung akibate. Seka unen-unen ing nduwur, tembung sing dadi pokus perhatian yakuwi POLAH. Lha njur apa ta tegese POLAH kuwi? Yen isa dijarwakne kanthi sederhana, tembung POLAH kuwi tegese obahing  awak kanthi sengaja lan ora sengaja. Obahing awak sing kanthi sengaja mestine nduweni tujuan sing gumathok, dene obahing awak sing ora sengaja, racak’e merga reaksi spontan, ananging kepiye’o wae kuwi tetep diarani POLAH.

Wacan leksionari ing dina iki, salah sijine seka Lukas 19, sing ngrembug apa kuwi sing diarani POLAH. Kuwi nalikan Gusti mulang lan piwulange bab kepiye anggone para titah (umat) nanggepi berkahe sing diparingake. Kabeh menungsa kuwi sejatine wus diparinge berkah sing tujuanne kanggo adeging panguripane. Berkah kuwi beda-beda, manut karo kawicaksanane Gusti. Ana ing kawicaksanane Gusti, sing penting kuwi ora jumlah lan modele utawa jenise Berkah, ananging kepiye anggone para menungsa POLAH kanggo ngupayakne berkah kuwi dadi sumbering panguripane. Sanadyan  berkahe mung siji, ananging yen isa POLAH njur dadi ngrembaka, kuwi sing entuk pangalembana saka Gusti, tinibang sing dewe berkah akeh,ning mung disimpen ana ing uripe. Sepisan meneh, Gusti ngersakne menungsa POLAH kanggo ngeguhke berkah lan kanggo panguripane.

Sapa wae sing maca tulisan BENINGE EMBUN ESUK iki mesti ya diparinge berkah saka Gusti, kari kepiye anggone POLAH, supaya berkah kuwi urip lan ngrembaka. Ora masalah apa lan sepira ujud’e berkah kuwi, sing penting kepiye anggone menungsa POLAH. Sithik lan sederhana ramasalah anggere pada gelem POLAH.  Duwe kabisan nyanyi, njur seneng POLAh gladden (latihan), njur wasis nyanyi lan muji Gusti, seneng nyathet srana tulisan, njur gelem didadekne Carik utawa juru tulis, lan gelem dadi sekretaris organisasi, isa maca njur seneng gladden maca kitab suci, mirunggan basa Jawa, supaya yen dadi lector ora plekak-plekuk kaya manuk blekok Jatuh Cinta..
Sepisan meneh, apa wae berkahe Gusti, pada POLAH’o kanggo ngrembakakne  lan tujuane kanggo urip sing luwih sembada lan ngrembaka..

“Arep ngandi Jo, kok tumben, yahmene wis rapi?”, Takone Lik Ndoleng sore kuwi, nalika nyawang Dalijo dandan necis.
“Arep melu kursus ngorjen Lik, mumpung greja nganakne pelatihan organis, ben sing ngiringi ibadah minggu luwih apik”, Wangsulane Dalijo.
“Mbok sisan sampeyan melu ta lik, ben kalap krewenge kanggo peladosan” Nduk I’in nimbrung, melu ngreken bab latian orjen.
“Iyo lik, sepira kabisane dewe kuwi awake dewe kudu POLAH, ben luwih apik, aja pelit-pelit, wegah latiah bareng dijak nyambut gawe alesane ora isa”, Dalijo ngoceh ngandani Lik Ndoleng.
“Aku kuwi jan-jane isa kabeh, mung ngek’I kesempatan sing nom-nom wae. Ngko yen aku melu latihan, mesakne pelatihe, isin merga  luwih pinter aku”, Kandane Lik Ndoleng sinambi klepas-klepus aro 76me.
“Wong tuwa rasopan, kaya isa-isa’a wae. Nguripke orjen wae nunak-nunuk, rembug’e. mung kokean gaya, nggere ana Yu Wasti nggaya nyekel orjen, kamangka blas raisa apa-apa”, Unine Dalijo sajak jengkel.
“Dusss!!!!, Sidane ngece aku meneh koe Joooooo!!!!”, Lik Ndoleng  semaur sajak luwih jengkel..

Ayo pada POLAH ngegohke berkah..

Mbahe..

Senin, 19 November 2018

NYAWANG


Senen Pon 19 Nopember 2018
BENINGE EMBUN ESUK

Daniel 8:1-14
Jabur 13
Lukas 18:35-43
““Aku kokkon nindakaké apa marang kowé?” Wong wuta mau mangsuli: “Gusti, kawula kepéngin saged sumerep.”Lukas 18 :41

NYAWANG, kuwi pakaryan kang ora mbutuhke tenaga akeh, karo turon wae isa. NYAWANG kuwi pakaryan kang migunake mripat minangka alat utamane. NYAWANG tegese ngenerke daya paningal lan pikiran marang sawenaning sasaran, supaya isa mengerteni apa wae sing disawang kanthi luwih cetha. Isa NYAWANG kuwi ndadekne menungsa rumangsa bungah, mergane isa ngrasakne lumantar paningal apa sing apik lan endah. Sepira apik lan endahe, yen ora bisa NYAWANG, ngamplah, ora ana gunane babar blas. Mula yen urip ananging ora bisa nyawang kuwi kayane rekasane ora njamak..

Ana crita neng Kitab Suci, bab pawongan kang isa bisa NYAWANg merga Wuta. Merga kahanan kaya ngono mau, mulane panggautane mung ngemis, supaya bisa nyambung panguripane. Jian kaya ngapa rekasane pawongan kuwi, wis wuta jik ngemis, merga kayane brayat’e ora ana sing gelem ngrumati, mula kudu ceker-ceker dewe kanggo uripe dewe. Nalika krungu yen Gusti Yesus meh rawuh ing Yeriko, wong wuta kuwi krungu,lan bareng cedak, njur mbengok sakserune, cikben Gusti Yesus miring. Ananging malah dipenggak dening wong akeh ora pareng caket karo Gusti Yesus. Sing wuta kuwi ngeyel, mula tetep mbengok lan akhire Gusti Yesus sakwise cedak, njur  dhawuh supaya sing bengak-bengok kuwi digawa nyedak. Sakwise cedak, njur ditakoni, apa penjaluke. Wangsulane sing wuta kuwi jumbuh karo apa sing dibutuhne, yakuwi isa NYAWANG. Merga penjaluk’e jumbuh karo kebutuhane, mula saknalika iku uga klakon, langsung isa NYAWANG. Bubar kuwi, sing wuta mau dadi ora wuta, njur muji Gusti lan nderek’ake Gusti, merga wis isa NYAWANG.

Kanggo sapa wae, yen rungisa NYAWANG kahananing urip, kayane ngrekasa banget uripe. Kamangka kahanan sing obah mosik ana sakiwa tengene awake dewe iki dadi srana kerawuhane Gusti, mung wae akeh wong sing ora isa NYAWANG Gusti ana ing obah mosik’ing kahanan. Dadine ya tetep jerat-jerit ora karuwan, wong ora isa NYAWANG yen mabure Jingklong kuwi nggabarake kerawuhane Gusti,mula sing dingerteni ya mung mabure Jingklong, ora isa NYAWANG Gusti ana ing abure Jingklong kuwi.
“In, sedina utuh paklik ora metu seka kamar kui ngapa?”, Takone Dalijo karo Nduk I’in, nalika sore kuwi lagi santai neng teras.
“Mbuh kang, aku dewe ya ora dong”, Semaure I’in. “ Kawit wingi sore, wong pas yu Wasti karo Kang Markun liwat ngarep omah, malah diampirke Bulik Trinil, lik Ndoleng mung mecucu kaya Ula putus cinta”, Sambunge I’in.
“Ooo, panas ati yak’e In, NYAWANG romantise Yu Wasti mbek kang MArkun”, Semaure Dalijo.
“Munio terus Jooo!!!!”, Lik Ndoleng njedul seka kamr sinambi sajak nesu karo Dalijo.
“Aku kui sariawan cah, malah gom’en. Larane ngayang, ora merga NYAWANG Wasti karo MArkun sok-sok’an romantic yooo!”, Sambunge Lik Ndoleng.
“Oalah lagi nggolek lawan ta Lik?”, Takone I’in.
“Kupingmu Nduk!! Kok isa nggolek lawan kui lhoo??”, Lik Ndoleng sansaya muntab esmosine.
“Lho, mau jare cari lawan?”, Sajak ngece I’in mangsuli.
“SARIAWAN ndukkk!!!”, unine Lik Ndoleng..
“Kuwi tegese sampeyan rung isa NYAWANG kersane Gusti Lik, sariawan kuwi ana tujuane, paling ora supaya sampeyan ora kakean kojah..” Dalijo nambahi emosine lik Ndoleng sansaya mumbul..
“Trembellane Jooooo!!!, Munio teruss!!!”, Lik Ndoleng cengkelak bali nyang kamar.

Kabeh sing gumelar kuwi tulisane Gusti, mula ngupadio isa NYAWANG yeyasane Astane..

Mbahe..

Minggu, 18 November 2018

LINTANG


Minggu Pahing 18 Nopember 2018
BENINGE EMBUN ESUK

Daniel 12:1-3
Jabur 16
Ibrani 10:11-14,(15-18)19-25
Markus 13:1-8
“Para wong wicaksana bakal padha mencorong kaya padhanging langit. Lan sing wis padha nuntun wong akèh ing dalan sing becik, bakal padha mengkilat kaya lintang-lintang ing selawasé.”Daniel 12:3

LINTANG kuwi isa disawang nalika wayah bengi, mergane yen awan kalah padhang karo srengenge. Wayah awan, LINTANG kuwi sejatine ya tetep ana, tetep ngetokne cahyane kang endah, ananging  merga  padhange  srengene luwih gede lan luwih kuwat, LINTANG ora isa sinawang ing wayah awan. Semono uga nalika wayah bengi ana mendung, cahyane LINTANG ora ateges mati utawa ilang, tetep wae ana, ananging merga kaling-kalingan mendung, mulakna ora isa disawang deneng menungsa sing ana neng mbumi. Cahyane LINTANG kuwi ajeg, ora esuk, awan,sore pomeneh mbengi. Sing ora ajeg malah kahanane menungsa anggone nyawang.  Cahyane LINTANG kui ajeg,sanadyan ora disawang meungsa, ora dialem dening menungsa, ora disuba-subya menungsa, cahyane LINTANG kuwi ajeg lan isa digunakne tumrap sapa wae, sing ayu,bagus,sugih lan mlarat,wong kang tumindak apik lan ora apik. Kabeh isa lan oleh ngrasakne cahyane LINTANG.

Bab cahyaning LINTANG kuwi nate dingo gegambaran kanggo para wong sing wicaksana, nalika jamanne Daniel. Dene sing diarani wicaksana ana neng jamanne Daniel kuwi nalika kuwat ngadepi meneka warna kahanan,. Nalika ditindes tetep tatag, nalika diancem tetep bakuh ing percaya, malah sanadyan wis  nganti kaukum kaya dene Daniel, tetep setya marang dalaning bebener, ora keguh,ora miyar-miyur. Kuwi kabeh sing njalari menungsa isa diarani sumunar kaya LINTANG ing langit. Saklyane kuwi, wong sing isa teteg, tatag lan tumeka nganti tutug nalika ngadepi sabarang pacoban, kuwi isa dadi patuladan, dadi punjering urip tumrap sapa wae. Kuwi kabeh sing ndadekne menungsa kadya LINTANG ing langit  kang mencorong endah sinawang..

Ananging nggolek wong sing kaya dijelaske ing nduwur ya ora mayar, mergane angel nemokne wong sing teteg,tatag nganti tutug neng dalaning bebener ing jaman saiki. Jaman saiki sithik-sithik protes,demo,nuntut,ngajak kroyok’an, ngajak padudon. Rumangsa kecenthok sithik njur nesu, ngamuk,ngancem lan sakpanunggalane. Ora mung ana neng tatanan urip umum,ing bab karohanen semono uga, malah luwih parah,luwih nggegirisi.  Uriping pasamuan ya pada wae, sithik-sithik nesu, ora mathuk ngamuk, ora marem masang tampang serem. Merga kahanan sing kaya mengkono kuwi, dayaning LINTANG kang sumunar ana neng uriping menungsa ilang,mula sing tinemu malah burem, ndadekne sing nyawang ora marem..

“Jo, aku pengen uripku sumunar kaya cahyane LINTANG ing wayah wengi kae”, Ujug-ujug Lik Ndoleng muni ngono, nalika sore kuwi wedangan karo nyamikane jagung goring, turahane nggo winih..
“Wehh..esip kuwi paklik, ejoss…tak dukungm tak dongakne, ben klakon paklik..”, Nduk I’in semaur sinambi ndondomi kaose bojone sing suwek, merga sewengi bubar dingo mburu wulu enthog.
“Aku mothak-mathuk wae Lik” Tanggepane Dalijo santai sinambi dolanan HP lan klepas-klepus karo jarumsupere.
“Bajekno kowe ndukung aku Jo?Biasane ngoso entek amek kurang golek”, Semaure Lik Ndoleng.
“Oiya Lik, sesuk njaluk duite ya, limang yuta wae.  Lha kan bar adol wedus payu limangyuta setengah?Aku njaluk lho, ora nyilih”, Alok’e Dalijo sareh.
“Trondolo, lha rumangsane aku adol wedus mung nggo butuhmu, penakmen kowe Jo..ora sudi, emoh,wegah ngek’i kowe Jo!!!”, Kandane Lik Ndoleng sajak nesu.
“Lagi ngono wae nesu, lha kok arep sumunar kaya LINTANG ta lik..!, Kandane Dalijo karo ngisep jarumsuper, tur sinambi nglirik Lik Ndoleng sing sajak kisinan..

Kanggo sumunar kuwi ora gampang,ning ya tetep iisa ginayuh, sauger temen nggone ngupadi..

Mbahe..

Jumat, 16 November 2018

UJUG-UJUG


Jemuah Kliwon 16 Desember 2018
BENINGE EMBUN ESUK

Daniel 4:19-27
Jabur  16
Lukas 17:26-37
“Ngandela Aku. Ing bengi kuwi yèn ana wong loro sing turu ana ing peturon, sing siji bakal kajupuk lan sijiné ditinggal.” Lukas 17:34

Jejere menungsa kuwi klebu titah sing kagetan, mula yen ngadepi samubarang sing asipat UJUG-UJUG mesti kaget. Apa meneh yen sing teka UJUG-UJUG kuwi ora dadi kekarepane, mesti kuciwa lan malah bisa nangis gero-gero kaya bocah kelangan dolanane. Ning ya ana, UJUG-UJUG sing marakne mesem, yakuwi nalika nampa apa sig dadi pepinginane lan kuwi tanpa dirancang, sanadyan tansah diarep-arep. Lha sejatine apa ta tegese tembung UJUG-UJUG kuwi? Tegese tembung UJUG-UJUG kuwi  yoiku samubarang kang klakone tanpa rinancang lan sing mrakne sapa wae kaget,merga ora ana persiapan. Jenenge wae ora persiapan, mesti nalika si UJUG-UJUG kuwi teka, sing nampa klabak’an kaya pitik meh ngendog njur diinjen duda tua..hehe

Bab UJUG-UJUG kuwi nate diwulangake dening Gusti Yesus, nalikane mulang bab Rawuhe Kratoning Swarga, utawa rawuhe Gusti kang kapindone. Tujuan utawa ancase Gusti mbabar bab Rawuhe sing UJUG-UJUG kuwi supaya menungsa tansah cecawis,tansah cumadang. Dene sing isa diarani cecawis kuwi lumantar tumindak apik, sing ndadekne tentrem rahayuning jagad, ora malah kosokbaline, ngrusak kahanane jagad. Para KagunganeNe diweling bab rawuhe kang kapindo lumantar UJUG-UJUG kuwi, supaya para menungsa ora nguja hardening nefsu sing kerep njlomprongake marang urip sing rusak lan ora ndadekne tentrem rahayu. Lho kenapa Gusti ndadag maringi ngerti yen rawuhE UJUG-UJUG? Supaya adeging urip menungsa kuwi ora mblungkrah, ora sakepenak’e dewe. Yen ngerti kapan rawuhe Gusti kang kapindone, mesti menungsa urip sakkarepe dewe, njur yen nyedak’I mangsa rawuhe Gusti, mertobat marang dalaning urip sing bener. Yen kaya ngono sing klakon, jagad mesti bubrah langkrah ora karuwan.
Mulane, ayo pada tanah cecawis, supaya nalika Gusti rawuh, mbuh kapan kuwi, awake dewe wis siyap satus persen.  Dene carane cecawis kuwi lumantar menekawerna tumindak, sing baku kudu apik lan ora nekakne kapitunane liyan. Seneng tetulung, sareh,andapasor, loma, sederhana lan nyenengake wong okeh. Yen uripe tansah nggae apik, kapan rawuhe Gusti kang kapindo, ora dadi pikiran, merga wis siap. Dadi, sanadyan rawuhe Gusti kuwi UJUG-UJUG, santai wae lan malah mesem merga ndang napa makutaning urip langgeng.

“In, ngandi Paklik Ndoleng kok rongndino ora ketok?”, Dalijo nakoni I’in bab pakne cilik Ndoleng .
“Kumat, kang, ben bengi mburi kucing karo kerok”, Semaure I’in. lan UJUG-UJUG Lik Ndoleng klunuh-klunuh njedul seka kamr, jik rembes kaya bocah cilik belek’en.
“Sing mempeng lik lehmu mbledig Kucing, saben wengi kuwi!!”, Alok’e Dalijo.
“Iseng Jo, rasah crigis!!”, Semaure Lik Ndoleng, ketungka tekane Bulik seka pasar,lan njur matur bojone.
“Beib, sekolahe anak’e nunggak patangsasi,kudu mbayar sesuk,mbuh piye carane!!:, Bulik Trinil matur.
“Blaik ra, kok ya UJUG-UJUG njalukmu ta Yang, sayang”, Semaure Lik Ndoleng nggaya ngundang sayang ben aja dikrawu bulik Trinil…

Aja pada lena ing pengati-ati, rawuhe Gusti kuwi UJUG-UJUG, mula cecawisa..


Mbahe..


FIKSI Di Malam PASKAH