Kisah Ibu Kepiting dan Anaknya
Sore yang cerah, angin pantai
semilir menyapa apa saja, tanpa terkecuali. Di ufuk barat, dalam temaram
senja,di balik bukit-bukit pantai itu,matahari bersinar redup,seolah letih
seharian membuai bumi dengan sinar cintanya, seekor induk kepiting dan anaknya
berjalan-jalan di sepanjang pantai. Mereka bertemu dengan banyak makhluk. Ada
manusia yang sedang berjalan-jalan, ada anjing, kodok dan lain sebagainya.
Sang induk kepiting mengamati mereka semua, lalu dia mengamati bahwa ada yang
salah pada cara berjalan anaknya.
"Anakku, mengapa kau tidak
berjalan lurus ke depan?" ujar sang ibu kepiting, "Coba kau lihat,
manusia, anjing, kodok dan semua makhluk yang kita temui berjalan dengan arah
lurus ke depan. Hanya kamu yang berjalan dengan arah menyamping," sang
induk kepiting agak cemas karena merasa anaknya tampak aneh dari yang lain.
"Baiklah ibu, aku akan
berjalan dengan arah ke depan," ujar sang anak kepiting. Dia berusaha
berjalan dengan arah ke depan, tetapi tidak bisa. Si anak kepiting selalu
terjatuh saat mencoba. Bahkan dia merasa kaki-kakinya menjadi sakit bila
dipaksa untuk berjalan dengan mengarah ke depan seperti yang dilakukan
makhluk-makhluk lainnya. "Aku tidak bisa, ibu," ujar si anak
kepiting, tetapi sang induk terus memaksa agar anaknya bisa berjalan lurus.
"Coba ibu contohkan bagaimana berjalan lurus ke depan yang benar!"
ujar si anak kepiting karena telah putus asa dan lelah mencoba, kaki-kakinya
mulai sakit karena memaksa diri untuk menuruti keinginan ibunya.
Sang induk lalu mencontohkan
bagaimana cara berjalan lurus ke depan. Nyatanya, sang ibu kepiting tidak dapat
melakukan hal tersebut. Dia berkali-kali terjatuh, bahkan tubuhnya terbalik
saat memaksakan diri untuk berjalan lurus ke depan. Ternyata dia sendiri tidak
bisa memberikan contoh pada anaknya.
Akhirnya sang ibu menyerah dan
sadar bahwa setiap makhluk punya caranya sendiri-sendiri untuk hidup. Berjalan
ke samping di antara makhluk-makhluk yang berjalan lurus ke depan bukan
berarti dia aneh atau gagal.
Integritas,
itulah kata Kunci keteladanan. Si Induk Kepiting tidak bisa memaksa anaknya
berjalan maju jika ternyata dirinya tidak bisa memberi contoh bagaimana caranya
berjalan maju. Yesus dengan sangat keras mengingatkan,tepatnya menyindir
Senhedrin Yahudi yang bisanya hanya membuat peraturan,tahu tentang
peraturan,namun tidak pernah melakukannya (Mat 23:1-12). Demi mendapatkan
integritas itu dibutuhkan proses,di dalamnya ada kesadaran diri. Itulah yang
dilakukan Yosua. Ia menyadari dirinya punya tugas melanjutkan kepemimpinan Musa
yang menempatkan Tuhan allah di tempat paling utama,dan kemudian melaksanakannya, bukan sekedar mengertinya.
Kitasemua
adalah Pemimpin Untuk Kehidupan kita,maka belajarlah untuk memiliki Integritas
diri. Mengatakan A ya lakukan A dan itu
karena berpikir A. sering manusia itu munafik, mengatakan
mengampuni,pemaaf,namun dalam praktiknya hanya sedekar omong doing,tidak pernah
mau (bukan tidak mampu) melakukannya.
Selamat
menikmati proses Integritas diri demi menjadi seorang pemimpin sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar