Rabu, 29 April 2015

INSPIRASI ....Tangisan Hati Seorang Ibubagian 2

Aku terkejut. Aku kaget,dan kemudian menoleh. Oooo… ternyata kerabat kami. Seorang perempuan yang aku kunjungi sewaktu aku dalam pengalaman iman dikehendaki Allah mengandung dan belum resmi bersuami. Aku dengan Yusuf,waktu itu baru bertunangan. Sekitar tiga tahun yang lalu, perempuan ini menemuiku dalam baluta duka nestapa yang takterperikan. Anak yang begitu dikasihinya harus meninggal dengan cara yang sangat menyedihkan. Kepalanya terpenggal dan itu hanya demi memenuhi permintaan seorang putri raja takberadap.
Setelah hilang kagetku,segera dia mendesak kerumunan orang banyak, beupaya menjajariku. Beberapa saat kemudian perjuangan menjajariku berhasil dan kamipun berdiri diantara kerumunan banyak orang,dalam terik matahari,dalam bauran keringat orang banyak,dalam debu musim kemarau yang semakin menyempurnakan suasana panas ini.
“Di mana Suamimu?” Demikian Elisabeth, saudaraku itu menyapaku dengan lembut, selembut sutera indah kain idaman kami.
“Tadi bersama denganku, kemudian diajak anakku yang bungsu untuk menyelinap masuk ke kota terlebih dahulu”Jawabku dengan sederhana,datar dan santai. Tidak ada pertanyaan lanjutan darinya. Kemudian  kami melanjutkan mengamati perjalanan anakku,yang semakin memasuki gerbang kota itu. Masih dengan keledainya,dengan segala kesederhanannya.
“Maria, apa yang kau rasakan saat kau tatap perjalanan Yesus, Anakmu itu,dengan keledai,dengan sambutan takterperikan ini?Banggakah dikau,ataukah ada semacam sembilu menyelinap dibalik keagungan sambutan itu untuk merobek dan melukai anakmu?”
Aku terdiam,aku tahu dia mengungkapkan itu dari balik nuraninya yang luka namun telah kering, meski dibalik keringnya nurani itu ada sisa-sisa luka yang menganga. Luka yang pedih dan pilu karena ank yang dikandungnya selama hampir setahun harus mati. Dan matinyapun dengan cara yang sangat memilukan hati manusia yang masih normal. Mereka yang menyiksa dan membunuh itu tidak pernah mau menyadari betapa perjuangan seorang ibu merawat,menjaga,melindungi,mencukupi,membimbing,mendidik tak pernah kenal waktu. Kapan dan dimanapun seorang ibu akan melakukan semu hal demi anak yang dikasihinya,lebih dari semuanya.
Suasana semakin panas. Tanpa kami sadari,kaki kami melangkah mengikuti pandangan mata kami da ternyata kami sudah memasuki kota Yesusalem. Suasana kota ini makin ramai,karena telah berdatangan banyak warga yang dari jauh. Memang ini paskah sabat dan karenanya semua saabat dan handai taulan kami berkumpul. Mereka sering disebut Yahudi Diaspora oleh beberapa saudara Yunani. Panas masih saja menyengat,meski  sudah agak berkurang. Matahari telah melewati ubun-ubun kami. Tanpa menunggu suami dan anak-anakku yang lain, aku mengajak Elisabeth kerabatku itu mencari rumah salah seorang kerabat kami. Memang kami telah bersepakat untuk menginap di rumahnya selama paskah tahun ini.
Setelah seperjalanan sabat,kami sampai di tempat kerabat. Yesus, anakku itu,tidak kuketahui sedang di mana dan dengan siapa, mungkin bertemu dengan kolega dan sahabat-sahabatnya dan juga mungkin telah bersepakat menginap di tempat itu. Setelah membersihkan badan dan menikmati hidangan paskah kerabatku,kami hendak beristirahat. Sebentar lagi senja dan bagi kami hari telah berganti. Perayaan Paskah dengan segala pernak-perniknya akan segera di mulai. Kami sedang bersantai di serambi rumah kerabatku itu,ketika dari ujung jalan terdengar suara-suara orang bercakap dan sepertinya rombongan. Mungkin hal biasa dalam paskah sabat kali ini ujung-ujung jalan kota Yerusalem banyak yang melewati,sehingga seharusnya aku tidak begitu terkejut. Namun yang mampir ke pendengaranku ini aneh, sepertinya aku sangat hafal dan akrab dengan salah satu suara itu. Suara siapa gerangan??
Saat suara-suara itu semakin mendekat, semakin jelas dan aku semakin berdebar. Kuberanikan diri beranjak menuju dekat jalan, meski itu menyalahi adat budaya kami. Dan kekagetanku meledak saat kulihat,yang terdepan dari rombongan itu,wajah dan cara berjalan yang sangat kekenal. Yesus anakku….
Sejenak anakku dan rombongannya berdiri,lalu Anakku menghampiriku. Merunduk dan bersimpuh. Kemudian berdiri sambil berkata,”Sukaria ibu aku bisa berjumpa dan bersujud denganmu untuk yang terakhir kalinya, mulai malam nanti hari kehidupanku akan segera usai… Kemudian berdiri,mencium tanaganku dan melanjutkan perjalanan. Aku kaget namun segera sadar. Dia bukan hanya milikku,dia milik seluruh semesta ini. Tanpa ijin kerabatku Elisabet, aku mengikuti dari jauh perjalanan rombongan anakku….
Bersambung....bag 3
http://www.cintasemesta.org/view/view.php?read=TANGISAN-HATI-SEORANG-IBU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH