Rabu, 25 Juli 2018

“Disertai Tuhan”


KEMILAU EMBUN PAGI

2 SAMUEL 5:1-12
MAZMUR 100
MATIUS 15 :21-28

“…Lalu makin lama makin besarlah kuasa Daud, sebab Tuhan Allah semesta alam, menyertainya..”

Saat menulis tulisan ini, gelap masih menyelimuti semesta, terkhusus di wilayah tropis,   imana kita semua (yang membaca tulisan ini lho ya..) tinggal. Namun meski gelap masih berkuasa, namun tanpa di sadari atau disadari, semua yakin bahwa  akan segera bergeser menuju terang, manakalai pagi dan kemudian siang menjelang.

Saat terjadi mutasi keadaan, dari malam,pagi ke siang, ada banyak keajaiban alam. Dimulai dari nyanyiang ungags yang seperti kidung purbakala alam semesta, kemudian tetes-tetes embun yang beringsut meluruh menyatu dengan tanah. Namun ada satu hal yang pasti di dalam pergeseran waktu itu, yaitu hadirnya  penguasa terang, yaitu matahari. Dialah yang akan menjadi pusat kehidupan, yang menerangi, mengarahkan, menguatkan dan menjadi sumber energy semua makluk.

Semua makluk membutuhkan matahari dengan sinarnya, dengan terangnya. Tumbuhan berproses dengan energy matahari, manusia beraktifitas dengan bantuan matahari danseluruh alam semesta sedang menikmati daya kekuatan dan penyertaan matahari.

Raja Daud menjadi besar, terkenal dan juga hebat bukan sekajab jatuh dari langit sebagai sebuah anugerah, namun harus melalui proses panjang nan berliku. Dari seorang penggembala yang kesepian, kemudian menjdi panglima perang tanpa alat perang memadahi, kemudian menjadi raja, semua mesti di lewati. Dan saat melewati semua proses kehidupan itu, ada satu kekuatan yang menyertai, DIALah Tuhan smeesta alam. Seperti sang matahari, penyertaaanya senantiasa tepat sesuai kebutuhan makhluk, demianlah penyertaan Tuhan untuk Daut.

Saudara-saudaraku, jika Tuhan menyertai Daud, maka kita juga mesti yakin bahwa kehidupan kita juga disertaiNya, meski berbeda bentuk dan model. Dan penyertaan itu, bagaikan kekuatan matahari, akan menjadi pemandu kehidupan kita semua, appaun yang kita kerjakan, khususnya sepanjang hari ini.
Ayolah menjadi semakin besar, seperti Daud yang disertai Tuhan.
Salam
Mbah’e..


Senin, 23 Juli 2018

MALIH RUPA


Yeremia 50    :1-7
Mazmur 100
Markus 9        :2-10

“..Lalu Yesus berubah ruoa di depan mata mereka, dan pakaianNya sangat putih berkilat-kliat. Tidak ada seorangpun di dunia ini dapat menggelentang pakaian seperti itu..” Markus 9: 2d-3”
Binatang yang terkenal kemampuanya untuk merubah warna kulitnya adalah Bunglon. Oleh karena itu, jika ada orang yang suka berubah-ubah pendiriannya, maka akan segera mendapakan cap, seperti Bunglon.
Apakah salah dengan “gaya “ hidup bunglon? Tidak. Apa yang ada dalam diri Bunglon adalah mekanisme alamiah dari Sang Pencita untuk kelengkapan Bunglon. Dengan kemampuannya malih rupa itu, paling tidak Bunglon akan aman dari ancaman predator di sekeliling hidupnya.
Lalu pertanyaannya adalah, jika manusia malih rupa atau sering berubah sikapnya apakah salah? Inipun tergantung dari tujuannya berubah sikapnya. Jika perubahan itu adalah bertujuan untuk kebaikan bersama, bukan untuk keuntungan pribadi, nampaknya baik-baik saja.
Oiya, renungan ini tidak akan berkisah tentang Bunglon lho ya, hanya mengawali dengan cerita Bunglon dengan kemampuannya berubah warna kulit. Renungan ini hendak mengajak siapa saja yang membaca tulisan ini, menyadari bahwa untuk bisa berubah/bermetamorfosis, perlu proses yang tidak mudah.
Narasi Markus 9 ayat 2d-3, bercerita kepada kita bagaimana Yesus sebelum menjadi sangat putih wajahNya (berubah) harus MENDAKI gunung yang tinggi. Perhatikan kata dalam huruf capital. Mendaki atau harus mengalami pendakian, yaitu perjalanan menuju sebuah puncak dari sebuah tempat yang lebih tinggi.
Mendaki pastilahbutuh energy yang berbeda dari jalan datar, juga jalan menurun. Mendaki membutuhkan lebih banyak energy . mendaki butuh kekuatan yang lebih, konsentrasi yang lebih dan keberanian yang lebih. Dan sesampainya di puncakpun, pastilah tubuh harus beradaptasi dengan suhu udara yang berbeda dengan di dataran rendah.
Semua itu sudah dilalui Yesus, dan setelah usai melalui proses itu,Yesus mengalami peristiwa malih rupa. Bercahaya putih berkilauan luar biasa. Markus mencatat bahwa tidak ada satupun manusia yang mampu menggantang kain sehingga menjadi putih seperti wajah Yesus.
Saudaraku, untuk berubah menjdi putih berkilauan (baca baik), Yesus harus mendaki sebuah bukit. Nah, kitapun untuk bisa “MALIH RUPA” harus siap dan berani mendaki gunung kehidupan kita. Tidak boleh malas,tidak boleh mewakilkan, tidak boleh menunda dan tidak boleh mengambil jalan pintas. Harus berani mendaki. Jika sudah berani mendaki, yakinlah akan terjadi mujijat malih rupa itu.
Apa bentuknya? Bisa jadi dari yang malas menjadi rajin, yang pemarah menjadi pengampun, yang cepat mutung menjadi sabar, yang enggan melayani menjadi rajin melayani, yang suka ngrasani menjadi semangat menerima kritikan. Pokoknya kuncinya satu, siap mendaki.
Dan setelah mendaki, akan terjadi malih rupa itu. Ayo kita mendaki biar kita bisa malih rupa itu..

Salam
(Mbah’e)

Minggu, 22 Juli 2018

MENJEMBATANI JURANG PEMISAH


BACAAN
Yeremia 23: 1-6
Mazmur 23
Efesus 2:11-22
Markus 6:30-34,53-56

“ ..dan untuk memperdamaikan keduanya. Di dalam  satu tubuh dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan  perseteruan pada salib itu…” Efesus 2:16

Antara Bawen dan Tuntang di daerah kabupaten Semarang Jawa Tengah, dipisahkan oleh ebuah sungai yang bernama Kali Tuntang.  Orang jaman sekarang tidak pernah merasakan betapa sulitnya melewati sungai itu karena sudah ada jembatan di atas kali tuntang, yang dibangun oleh Belanda saat menjajah negeri ini, puluhan tahun yang lalu.
Beberapa waktu yang lalu, sekitar 4-5 tahun lalu, ketika terjadi pembenahan pada jembatan Tuntang, bisa dirasakan betapa repot dan sulitnya menuju seberang, baik dari arah Bawen ke Salatiga atau sebaliknya. Semua pengguna jalan, merasakan betapa besarnya manfaat Jembatan itu. Tanpa jembatan itu, sepertinya sulit atau bahkan tidak mungkin akan terjadi penyeberangan, karena arus deras serta dalam sungai tuntang, namun karena adanya jembatan,maka mudahlah relasi itu terjadi.
Pernahkan saudara memikirkan berapa banyak biaya yang mesti dikeluarkan demi membangun sebuah jembatan?Berapa biaya yang mesti dikeluarkan demi menjaga keberadaan sebuah jembatan?Dan pernahkan kita sebagai manusia mencobamenjaga kondisi jembatan itu atau malah merusaknya dengansegala dalih yang kita berikan?
Sesungguhnya, relasi menusia sebagai ciptaan dengan Tuhan Sang Pencipta itu terputus ketika manusia jatuh dalam kuasa dosa. Ada jurang dalam dan lebar serta di tenganya ada sungai berarus deras nan dalam, sehingga tanpa jembatan tidak mungkin manusia menyeberanginya.
Beruntunglah Tuhan berkenan menjadikan diriNya jembatan itu.,ingat, menjadikan diriNya jembatan, bukan saja membuatkan jembatan. Tujuannya jelas, supaya manusia bisa menyeberang dari hukuman dosa menuju kehidupan yang penuh damai sejahtera.
Silakan saudara renungkan betapa berat dan mahalnya menjadi jembatan. Siap untuk sendirian mengahdapi terik dan panas, siap untuk diludahi dan juga dikencingi, siap untuk ditinggalkan dan tidak dihiraukan lagi. Dan kita manusia yang merasakan fungsi jembatan itu, bahkan tanpa merawat dan membiayainya, sering kali melukai dan merusak jembatan itu, yang ironisnya justru dengan dalih sok paham segalnya.
Jurang yang menganga, yang memisahkan relasi itu sudah dijembatani, namun sering manusia tidak mau menjaga serta memelihara jembatan itu. Yang ada adalah mencoba merusak jembatan penghubung itu kembali dengan seribu satu alas an. Jika saudara membaca ini dan tersinggung, berarti anda sedang atau paling tidak pernah mencoba merusak jembatan penghubung itu.

Salam
(mbahe..)


FIKSI Di Malam PASKAH