Minggu, 20 Desember 2015

Di Balik Perayaan Natal

Tangisan Bayi Di Suatu Senja

Gerimis sore akhir bulan Desember dan kabut tipis meniup serta melintas pucuk-pucuk diantara dedaunan. Beberapa ekor burung pipit terbang tergesa menuju rimbunan pohon usai melahap padi yang menguning. Deru beberapa kendaraan bermotor mengisi suasana senja....
Di sebuah gedung yang bentuk bangunannya berbeda dengan rumah-rumah penduduk, terdengar hingar-bingar. Ada suara nyanyian,suara riang  gembira anak-anak menyatu. Juga di beberapa sudut gedung, kaum lelaki duduk-duduk sembari menikmati cigaret mereka...

Beberapa saat kemudian keluarlah banyak orang dari gedung itu, mereka sangat bergembira dari wajahnya terlukis sebuah gembira meski itu entah mengapa. Muka mereka ceria dan sangat cerah dibalik temaramnya senja. Sungguh semua terlihat bersuka ria..Dalam kesukan mereka, sekonyong-konyong terdengar sayup suara tangisan bayi...Awalnya lirih namun kemudian semakin jelas dan keras. Beberapa dari mereka seolah tidak mendengar atau bahkan tidak memperhatikan suara tangisan bayi itu...
Hingga kemudian terjadi percakapan...

"Suara bayi siapa sih  sore gerimis seperti ini dibiarkan saja. Sungguh keterlaluan orangtua bayi itu..." Komentar seorang ibu setengah baya yang kemudian  ditimpali bapak-bapak yang berjalan  didekatnya.
"Mungkin sedang meriang bayi itu..tapi anak siapa ya?Setahu saya di kampung ini tidak ada yang punya anak kecil, bayi lagi."
Mereka melanjutkan perjalanan menuju ke rumah mereka. Namun suara bayi menangis itu semakin keras terdengar. Beberapa orang yang habis pesta itu kemudiian memberitahukan kepada yang masih ada di gedung tempat mereka usai melaksanakan pesta itu sehingga banyak  dari mereka yang kemudian berkumpul bersama menyimak tangisan bayi itu.
Tangisan bayi itu semakin nyaring dan seolah sangat dekat  dengan mereka yang sedang berkumpul. Dan jumlah yang berkumpul dari gedung tempat pesta itu  juga semakin banyak..
Suara tanngisan bayi itu semakin nyaring..semakin keras terdengar, seolah suara tangisan itu hanya berjarak sepuluh meter dari tempat mereka berkumpul.

Hari semakin gelap,semakin dingin. Kabut yang tadinya lembut dan tipis semakin tebal...senja telah sempurna dan malam menyapa dengan selimut hitamnya..Rintik gerimis semakin lebat, meski lembut namun cukup untuk membuai dingin suasana. Sementarra itu tangissan bayi semakin merampas perhatian bahyak orang yang berkumpul itu. Hingga kemudian.......
"Astaga.....ini dia bayi itu..ini...di siniiiii.......!"Teriak seorang pemuda yang ternyata menemukan di mana bayi itu terbaring. Ternyata ada di sebuah tempat, di bawah rimbunan pohon jambu dan itu membuatnya aman dari terpaan gerimis. Serentak banyak orang mengalihkan perhagian ke arah yang ditunjuk anak muda itu dan memang benar, ada keranjang bayi kumal di situ dan anehnya, didekatnya berdiri seseorang  yang menjaganya. Seorang ibu yang nampaknya berusia sekitar 25 tahun...

"Hai...mengapakah engkau membiarkan bayi ini menangis terus, adakah engkau ibunya dan jika engkau ibunya,mengapakah  engkau biarkan anakmu menangis tiada henti di senja seperti ini?" Selidik seseorang berpakaian paling rapi diantara  mereka. Perempuan di dekat bayi itu nampak tenang meski terlihat berupaya menjaga bayi itu dari terpaan air hujan. Tangisan bayi itu mulai mereda. Beberapa orang nampak semakin mendekat dan nampaklah keranjang bayi yaang nampak kumal dan sudah usang.
"Ibu,apakah engkau ibu dari bayi ini?"Tanya seorang ibu yang rambutnya telah mulai memutih.
"Iya..saya ibu dari bayi ini..."Jawab perempuan kumal di  dekat bayi yang tangisnya mulai mereda itu.
"Dari mana ibu berasal, setahu kami ibu bukan asli dari daerah ini?"lanjut ibu itu menanya.
Perempuan itu diam maka heninglah suasana. Hening dan terasa sangat hening. Seolah alam semesta ikut mendukung keheningan. Gerimis juga mulai mereda, namun semilir angin bulan desember justru semakin menjadikan dingin senja itu semkin menusuk tulang.

"Benar ibu,saya bukan orang asli sini. Saya sendiri tidak tahu berasal dari mana. Yang saya tahu,saya sedang merawat  bayiku ini. Kalau boleh saya tahu, dari acara apakah ibu dan saudara semua ini?"perempuan penjaga bayi yang ternyata ibu dari bayi itu malah balik bertanya.
Masih dalam serambi malam yang dingin,ibu berambut putih itu menjawab. "Kami baru saja usai merayakan natal..kami bersukaria karena kami mengenang hadirnya Allah dalam diri Bayi Yesus Kristus. Dengan hadirnya Allah dalam diri Bayi Yesus itu, kami manusia yang telah terjerumus ke dalam dosa dan karenanya mesti binasa kembali mendapatkan keselamatan."
Suasana kembali senyap. Tida ada yang bersuara, hanya gemerisik dedaunan tersapa angin dan jatuhnya air hujan menghias suasana. Sungguh senyap hingga nafas mereka yang berkumpul sayup terdengar.
Kemudian seorang lelaki pendek, berusia sekitar 70 tahun mendekati bayi dan ibunya. Langkahnya pelan namun tegap serta mantab. Sambil berjongkok di bawah rimbunan daun jambu itu, lelaki itu bertanya. "Ibu, siapakah nama ibu dan darimanakah ibu ini berasal?Bolehkanlah kami mengenal ibu dan jika memungkinkan biarlah ibu singgah di rumah salah satu dari kami"
Perempuan ibu dari bayi itu beringsut, kemudian meraih keranjang bayinya yang kumal. Di dekapnya keranjang itu, tangisan bayi itu telah benar-benar berhenti. Sambil menahan dingin perempuan itu menjawab.
"Kata orang, namaku Maryam, nama bayiku ini masing-masing tempat berbeda menyebutNya. Ada yang menyebut Isa, ada yang menyebut Yesus, ada juga yang menyebut Almasih. Kami datang ke tempat ini karena mendapat kabar berita bahwa banyak orang hendak menyambut dan merayakan hadirnya  Sang Mesias, namun saat tiba saatnya, tak ada satupun yang memberi ruang untuk kami, terkhusus Bayiku ini berada. Semua sibuk dengan pesta dan bersuka ria. Bahkan saat kami hendak masuk ke gedung itu semua menatap kami dengan sinis. Bayi inilah Yesus yang sebenarnya kalian rayakan".
Sambil menjawab kalimat yang terakir itu, perempuan  itu beranjak,menggendong bayinya kemudian pergi. Semua yang hadir terpana...
Dan suasana kembali senyap.........


Senin, 14 Desember 2015

Tidak Selalu Linier...

Aku Tidak Berasal dari Buah yang Bagus, Tapi Pasti Akan Menjadi Buah yang Berguna

Aku duduk terdiam mencari ketenangan, dalam gang kecil yang memanjang ini banyak kehidupan hitam yang ku temui, aku tidak merasa takut, meski disekelilingku bertebaran manusia-manusia yang jauh dari Tuhan. Mereka asik meneguk minuman keras, bercumbu dengan pasangannya hingga lupa diri dan ngobat sampai Fly.
Sesekali aku perhatikan mereka satu persatu, aku tidak pernah tau alasan mereka berbuat seperti itu, namun perkiraanku pasti mereka orang-orang yang tidak jauh berbeda dengan aku yang sekarang. Aku tertawa, aku menertawakan mereka dan diriku sendiri, ku lihat wajahku di cermin yang kusam, menatap diri lebih dalam, dan kini aku menangisi diriku sendiri. Aku kehilangan arah, dan kini aku tidak memiliki tujuan, aku hanya ingin bebas terlepas. Berlari hingga aku merasa lelah. Tidak! Aku tidak akan lelah untuk berlari!
“Mengapa kamu bawa dia kesini? Maksudmu apa? Apa kamu sudah tidak suka dengan keberadaanku di rumahmu?” kemarahanku mulai bergejolak, saat ku lihat Guru SMA-ku tiba-tiba ada dalam kamar, dia sudah menunggu kedatanganku ternyata.
“Jangan marah pada Nina. Ibu yang sengaja datang kesini Vin. Tenangkan dirimu dulu.” Ia medekatiku, memberikan sentuhan lembut pada pundakku.
“Mau apa kesini?” Tanyaku ketus.
“Ibu melihat kamu berada di gang itu tadi. Apa yang kamu lakukan?” Tanya dia dengan lembut.
“Bukan urusanmu!”
“Apa kamu..?” Kini dalam inotasinya ia menyimpan kecurigaan.
“Tidak! Dalam hidupku aku tidak pernah sekalipun melakukan hal itu, hal yang kamu lihat di gang tadi. Sekalipun tidak!” aku meninggikan nadaku.
“Lalu mengapa kau kesana? Ceritalah pada Ibu. Percayakan pada Ibu, Vina.” Aku terdiam, mengatur amarah dan kecewaku..
“Ketika aku lahir, semua keluarga sangat bahagia, terlebih kedua orang tuaku. Saat itu aku terlahir premature, kata Mamah aku terlahir sangat kecil, tapi sangat mengemaskan, apalagi saat aku mulai tumbuh sebagai balita sehat. Mamah sering cerita masa-masa kecil diriku. Aku banyak disukai orang-orang, dulu sebelum aku pindah ke tempat ini, para tetangga sering menculikku, dan ketika mereka menggembalikan aku, aku sudah dalam keadaan bersih rapih dan tentunya cantik, mereka memandikanku, memakaikan baju baju bagus. Aku terkaget ketika mendengarkan cerita itu, aku berfikir pasti mamah dan ayah begitu bangga dengan diriku, yaa diriku saat masih kecil. Sekarang aku sudah mulai dewasa, umurku telah menginjak 18 tahun. Kehidupan yang ku jalani sekarang, sebelumnya tidak pernah terfikirkan. Sungguh! Ibu tidak merasakan bagimana hidup ditempat yang tidak semestinya. Rasanya setiap hari aku hanya bisa menghirup udara kotor, hingga aku sesak! Aku ini hanya manusia biasa.” Ibu menatap Iba diriku yang mulai bercucuran air mata, entah air mata pertanda sedih atau terharu bercerita masa kecil. “Sejak aku kecil sebenarnya aku sering menemui hal-hal janggal dalam keluarga ini.”
“Mah, ayah kemana? Ko ga pulang-pulang” Tanya diriku polos.
“Ayah sekarang kerjanya jauh. Jadi pulangnya lama.” Jawab mamah sambil membuatkan makanan untukku.
“Mamah udah ini mau pergi kerja lagi ya?”
“Iya, hati-hati di rumah ya. Jangan nakal. Nurut sama Ibu.” Nasehat mamah yang selalu di sampaikan sebelum pergi kerja. Sejak kecil aku di asuh oleh kakak Mamahku, aku memanggilnya Ibu.
Setelah lama tidak berjumpa dengan Ayah, mungkin lebih dari 2 bulan, akhirnya saat aku asik menonton tivi aku melihat sosoknya. Sosoknya yang saat itu terasa sangat tinggi, aku sangat sulit menggapai rambutnya. Aku hanya bisa mengenggam tangannya dan bergelantungan di kakinya yang jenjang.
“Ayaaaaaaaaaaaahh!!” aku memanggilnya kencang. Aku merasa sangat bahagia saat itu, jika sekarang aku teringat hal itu, perasaan sangat bahagia itu mucul kembali.
Kemudian aku digendongnya. Aku tidak mau turun dari pangkuannya, tidak mau lepas dalam pelukannya. Aku tidak mau. Aku tidak mau. Aku masih merindukannya. Tapi rasa kebahagiaan itu sejenak hilang tergantikan dengan rasa ketakutan yang sangat mendalam, hingga kini tidak terhapus dari rekaman dalam otakku. Tapi aku kecil tidak tahu menahu, yang ku tahu ada sesosok lelaki yang tanpa permisi, Dia masuk rumah dengan mengacungkan pisau, ujung pisau itu mengkilat, aku berlindung dibalik kaki Ayah. aku kenal lelaki itu. Aku sangat takut tapi tidak menangis atau berterik, lalu aku di tarik oleh Ibu dan langsung di bawa ke kamar. Kemudian aku hanya bisa mendengar, aku mendengar mereka saling berteriak, suasana menjadi gaduh. Ibu keluar kamar dan aku dengar, ibu menyuruh Ayah untuk pergi. Sesaat suasana yang gaduh menjadi tenang setelah suara bantingan pintu yang sangat kencang serasa meledak di telingaku.
Malam datang, kejadiaan tadi siang belum bisa terlupakan. Aku yang tadinya ...............Selengkapnya dihttp://nomor1.com/donise305/aku-tidak-berasal-dari-buah-yang-bagus-tapi-pasti-akan-menjadi-buah-yang-berguna.htm

Jumat, 11 Desember 2015

Tentang Malam dan Lonceng

Malam Saat Lonceng Berdentang


Memperoleh hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh emas, dan mendapat pengertian jauh lebih berharga daripada mendapat perak. Amsal 16:16
Suatu hari, dahulu kala, sebuah gereja yang mengagumkan berdiri di sebuah bukit yang tinggi di sebuah kota yang besar. Jika dihiasi lampu-lampu untuk sebuah perayaan istimewa, gereja itu dapat dilihat hingga jauh di sekitarnya. Namun demikian ada sesuatu yang jauh lebih menakjubkan dari gereja ini ketimbang keindahannya: legenda yang aneh dan indah tentang loncengnya.
Di sudut gereja itu ada sebuah menara berwarna abu-abu yang tinggi, dan di puncak menara itu, demikian menurut kata orang, ada sebuah rangkaian lonceng yang paling indah di dunia. Tetapi kenyataannya tak ada yang pernah mendengar lonceng-lonceng ini selama bertahun-tahun. Bahkan tidak juga pada hari Natal. Karena merupakan suatu adat pada Malam Natal bagi semua orang untuk datang ke gereja membawa persembahan mereka bagi bayi Kristus. Dan ada masanya di mana sebuah persembahan yang sangat tidak biasa yang diletakkan di altar akan menimbulkan alunan musik yang indah dari lonceng-lonceng yang ada jauh di puncak menara. Ada yang mengatakan bahwa malaikatlah yang membuatnya berayun. Tetapi akhir-akhir ini tak ada persembahan yang cukup luar biasa yang layak memperoleh dentangan lonceng-lonceng itu.
Sekarang beberapa kilometer dari kota, di sebuah desa kecil, tinggal seorang anak laki-laki bernama Pedro dengan adik laki-lakinya. Mereka hanya tahu sangat sedikit tentang lonceng-lonceng Natal itu, tetapi mereka pernah mendengar mengenai kebaktian di gereja itu pada Malam Natal dan mereka memutuskan untuk pergi melihat perayaan yang indah itu.
Sehari sebelum Natal sungguh menggigit dinginnya, dengan salju putih yang telah mengeras di tanah. Pedro dan adiknya berangkat awal di siang harinya, dan meskipun......................................................................Selengkapnya di..http://nomor1.com/donise305/malam-saat-lonceng-berdentang.htm

Kamis, 10 Desember 2015

Buku dan Kakek..

Hadiah dari Kakek

Hari Minggu kemarin aku ikut orangtuaku ke Solo. Ada undangan dari bulik Sri. Ini untuk kesekian kalinya aku ke Solo. Tetapi ini untuk yang pertama kalinya aku pergi dengan kakek. Biasanya hanya dengan orangtuaku saja. Di dalam bis, kakek banyak bercerita tentang Solo, kota tempat kelahirannya. Keraton Solo, Pasar Klewer, Kleco tempat bermainnya dan beberapa tempat yang asing di telingaku mengalir tanpa henti. Aku hanya mengangguk-angguk sambil menahan kantuk. Perjalanan yang menyenangkan.
Walaupun tidak bersekolah, kakek Dullah, itu nama kakekku, pengetahuannya sangat luas. Beliau banyak mengamati peristiwa-peristiwa di sekitarnya. Dulu, saat aku kelas II SD, ada surat dari pakde Sastro di Jambi. Aku yang sedang tiduran sehabis pulang dari sekolah, dibangunkan kakek.
“Inilah akibatnya kalau tidak mau belajar. Membaca surat dari anaknya saja tidak bisa. Kamu yang belum terlambat, jangan meniru kakekmu dulu. Kakek kalau disuruh belajar malah bermain. Beginilah akibatnya,” katanya saat aku sudah berada di depannya. Aku kemudian disuruh membacakan surat itu. Saat itu aku belum bisa membaca lancar. Dengan terbata-bata akhirnya aku selesai juga membacanya. Dan aku pula yang menulis surat balasannya dengan didikte oleh kakek.
Sejak itu, aku jadi suka membaca dan menulis. Saat ada surat dari pakde Mirun, yang di Balikpapan, aku sudah lancar membaca dan menulis. Kakek terkejut melihat kemajuan kemampuan membaca dan menulisku. Hanya dalam tempo dua bulan aku sudah sangat mahir membaca dan menulis.
Bis yang aku tumpangi melaju dengan cepatnya. Penumpangnya makin penuh saja. Di daerah Delanggu beberapa pedagang asongan naik.
“Penumpang bis Yogya–Solo yang saya hormati. Saya akan menawarkan buku IPS Terbaru.” Tiba-tiba seorang pedagang asongan menawarkan barangnya. Tangan kanan memperlihatkan barang pada para penumpang. Tangan yang kiri menenteng kardus berisi buku-buku.
“Bapak-bapak, Ibu-ibu dan Saudara-saudara yang saya hormati. Buku ini sangat pas untuk anak-anak kelas I, II, III, IV, V dan IV bahkan sampai tamat SMP. Setelah tamat SMP, berikan buku ini pada adiknya. Setelah adiknya tamat SMP. Berikan lagi pada adiknya lagi.” Aku lirik kakek. Tampaknya beliau antusias sekali mendengar kata-kata perkenalan dari pedagang asongan tersebut.
“Banyak pengetahuan yang bermanfaat dari buku ini. Tujuh keajaiban dunia, propinsi-propinsi yang terbaru di Indonesia, nama raja-raja yang terkenal dan bangsa yang mendirikannya. Rakai Samaratungga yang mendirikan Candi Borobudur, Rakai Pancapana yang mendirikan candi Kalasan, dan lain-lain. Buku ini sangat murah. Kalau di toko buku dijual RP 15.000,00, di sini cukup Rp 10.000,00. Sayang anak, sayang adik. Silakan buku dibawa pulang!!” katanya mengakhiri pidato sambil memberi kesempatan pada para penumpang mengamati buku dagangannya.
Aku mengamati buku tersebut. Isinya tidak banyak berbeda dengan............selengkapnya di..http://nomor1.com/donise305/hadiah-dari-kakek.htm

Kisah Inspiratif Tentang Ayam Petelur..

Tiga Ayam Petelur

Suatu hari tiga telur menetas bersamaan dalam rimbun jerami tua di pesawahan desa. Anak-anak ayam itu terlihat begitu cantik dengan bulu kuning halusnya. Tak lama kemudian pak tani pemilik sawah menemukan mereka dan memeliharanya hingga mereka tumbuh besar menjadi ayam-ayam betina yang sehat dan kuat.
Tibalah saat mereka untuk mulai bertelur. Pak tani mulai menyiapkan tempat khusus dan nyaman untuk ayam-ayamnya dan seperti yang diharapkan, ayam-ayampun bertelur.
Ayam pertama saat mulai bertelur, begitu gembira terutama melihat pak tani tersenyum pada telurnya. Namun disayangkan si ayam mulai merasa dimanfaatkan pak tani ketika telur diambil dari kandang. Iapun mogok bertelur.
Pak tani lalu memberikan berbagai macam vitamin dan pakan kesukaan si ayam. Ayam pun mulai bertelur kembali meski sering tersendat-sendat. Pada akhirnya pak tani memutuskan untuk..............