Rabu, 08 April 2015

Sebuah Pelajaran Tentang Ketulusan


Antara Bayangan dan Bunga Mawar
Senja itu, seorang bapak dan anak laki-lakinya,berusia sekitar 6 tahun berjalan menyusuri sebuah lereng bukit. Pohon-pohon pinus hijau menghiasi senja itu. Bunyi daun-daunnya yang terbelai udara senja seolah berbisik,”Inilah keindahan purba,,”Di ujung barat, diantara dua bukit, matahari senja hampir redup, malu-malu beringsut ke sisi barat bukit itu. Dua anak manusia beda usia itu masih berjalan,dan sesekali berhenti.

“Nak,lihat,mana bayanganmu?”Sambil berupaya mengejar langkah-langkah kecil cepat anaknya, bapak itu bertanya,sambil terengah. “Itu..”,Singkat anak berambut aga kiwil itu menjawab.

“Jelas tidak nak bayanganmu?”
“Jelas bapak,sangat jelas,,Jelas sekali…”Lugu dan polos anak itu menjawab. Mereka melanjutkan perjalanan,menuju puncak bukit pinus itu. Nafas bapak itu masih terengah,namun senyum mengambang di wajahnya yang beberapa Nampak bekas jerawat. Sesampai di puncak, mereka berdua berhenti. Duduk dan menatap ke lembah di bawah, sebelah utara bukit itu. Sawah dan rumah-rumah warga tampak beberapa terlihat. Suara ayam jago,anjing menyalak,radio dengan lagu-lagu popular menyatu dengan burung-burung hutan yang riuh menyambut malam tiba.

“Nak,itu ada bunga,ambilah…”,Sapa bapak itu. “”Sik, masih capek bapak!” anak itu menjawab sambil tangannya mempermainkan batang alang-alang kering. Namun segera beringsut untuk memetik bunga yang ditunjukan bapaknya.
“Aaaaaoohh,,,,!,Saikit bapak…!”

“Aaaaaoohh,,,,!,Saikit bapak…


”Anak itu menjerit kaget bercampur nada kesakitan terdengar. Ternyata,duri bunga itu mengenai jarinya yang mencoba memetik mawar ungu itu. Setelah beberapa saat dan diberi petunjuk bapaknya, anak itu akhirnya berani dan berhasil memetik bunga mwar ungu itu. Kemudian mencium bunga itu.

“Harum nak?”, Bapak itu menanya. “Iya bapak,harum,,tapi kok ada durinya ya?”
Kemudian mereka beranjak turun. Senja semakin nyata menyelimuti Semesta. “Nak, itulah bunga mawar,dia indah namun berduri,itu untuk menjaga dirinya. Dan meski diinjak dan diremas,dia akan berbau harum. Coba kamu injak”,Bapak itu menyuruh anak lelakinya itu. Kemudian anak menurut dan saat ditanya mencium seusai diinjak,anak itu tetap mengatakan harum. Mereka terus berjalan, remang semakin kuat menghela waktu.

“Nak, mana Bayanganmu?”,Bapak itu kembali bertanya,masih sambil berjalan.


“Hahhh,mana bapak,mana bayangankuu?”,Anak itu seperti kaget dan tidak percaya.

“Bayanganmu hilang seiring hilangnya sinar matahari nak..”. 

Senja semakin sirna,dan malam mulai bertugas. Kedua orang, bapak dan anak itu semakin mendekat sebuah rumah sederhana di bawah bukit itu.

“Nak, berjuanglah seperti bunga mawar tadi,meski diinjak anmun tetap beraroma harum,jangan seperti bayangan,yang hanya mau jika ada terang,hanya hadir jika ada cahaya,namun sirna saat gelap. Hiduplah tulus dan total seperti mawar itu”. 

Anak itu mendengarkan, entah paham atau tidak. Dan malam segera mencengkeram Semesta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH