Antara
Bayangan dan Bunga Mawar
Senja itu, seorang bapak dan anak laki-lakinya,berusia
sekitar 6 tahun berjalan menyusuri sebuah lereng bukit. Pohon-pohon pinus hijau
menghiasi senja itu. Bunyi daun-daunnya yang terbelai udara senja seolah berbisik,”Inilah
keindahan purba,,”Di ujung barat, diantara dua bukit, matahari senja hampir
redup, malu-malu beringsut ke sisi barat bukit itu. Dua anak manusia beda usia
itu masih berjalan,dan sesekali berhenti.
“Nak,lihat,mana bayanganmu?”Sambil berupaya mengejar
langkah-langkah kecil cepat anaknya, bapak itu bertanya,sambil terengah.
“Itu..”,Singkat anak berambut aga kiwil itu menjawab.
“Jelas tidak nak bayanganmu?”
“Nak,itu ada bunga,ambilah…”,Sapa bapak itu. “”Sik, masih capek bapak!” anak itu
menjawab sambil tangannya mempermainkan batang alang-alang kering. Namun segera
beringsut untuk memetik bunga yang ditunjukan bapaknya.
“Aaaaaoohh,,,,!,Saikit
bapak…!”“Aaaaaoohh,,,,!,Saikit bapak…
”Anak itu menjerit kaget bercampur nada kesakitan
terdengar. Ternyata,duri bunga itu mengenai jarinya yang mencoba memetik mawar
ungu itu. Setelah beberapa saat dan diberi petunjuk bapaknya, anak itu akhirnya
berani dan berhasil memetik bunga mwar ungu itu. Kemudian mencium bunga itu.
“Harum nak?”, Bapak itu menanya. “Iya bapak,harum,,tapi
kok ada durinya ya?”
Kemudian mereka beranjak turun. Senja semakin nyata
menyelimuti Semesta. “Nak, itulah bunga mawar,dia indah namun berduri,itu untuk
menjaga dirinya. Dan meski diinjak dan diremas,dia akan berbau harum. Coba kamu
injak”,Bapak itu menyuruh anak lelakinya itu. Kemudian anak menurut dan saat
ditanya mencium seusai diinjak,anak itu tetap mengatakan harum. Mereka terus
berjalan, remang semakin kuat menghela waktu.
“Nak, mana Bayanganmu?”,Bapak itu kembali bertanya,masih
sambil berjalan.
“Hahhh,mana bapak,mana bayangankuu?”,Anak itu seperti kaget
dan tidak percaya.
“Bayanganmu hilang seiring hilangnya sinar matahari nak..”.
Senja semakin sirna,dan malam mulai bertugas. Kedua orang, bapak dan anak itu
semakin mendekat sebuah rumah sederhana di bawah bukit itu.
“Nak, berjuanglah seperti bunga mawar tadi,meski diinjak
anmun tetap beraroma harum,jangan seperti bayangan,yang hanya mau jika ada
terang,hanya hadir jika ada cahaya,namun sirna saat gelap. Hiduplah tulus dan
total seperti mawar itu”.
Anak itu mendengarkan, entah paham atau tidak. Dan
malam segera mencengkeram Semesta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar