MEMAKNAI
SEBUAH KATA, MERDEKA!
Kasak kusuk itu semakin nyaring terdengar dan
membuat salah seorang anggota keluarga itu terusik. Memang, racun kehidupan
yang namanya kasak-kusuk ataupun gossip itu terlihat sepele dan sederhana,
namun bisa mematikan jika tidak ditanggapi dengan dewasa dan sederhana. Meski yang
dikasak-kusukkan,dipergunjingkan hanyalah sebuah salah tafsir akan sebuah
tindakan. Memang, semua berawal dari kejadian pada suatu sore. Karena mendung
dan kemudian hujan,sementara angkotan desa tidak segera datang,si ibu itu mau
diboncengkan tetangga kampung yang adaalah seorang duda.
Dari kejadian sore hujan itu, dan ternyata dilihat
oleh beberapa tetangga dekat, berekembanglah cerita dari mulut ke mulut tentang
relasi si ibu itu dengan tetangga kampung yang sore itu memboncengkannya pulang
dari tempat kerja. Ada yang mengatakan bahwa itu hanya yang terlihat atau dalam bahasa Jawa konangan,
sementara yang lain tidak. Ada juga yang memaknai itu sebagai sebuah celah
untuk membangun relasi yang dipersalaahkan oleh adat sosial masyarakat di
negeri itu. Semakin hari,kasak kusuk itu bukannyasemakin sepi malah semakin
terdengar keras dan bagi suami si ibu itu,sangat memekakkan telinga.
Beberapa waktu, si bapak, suami ibu yang
dipergunjingkan itu berupaya menyadarkan istrinya untuk tidak membonceng
siapapun jika tidak ada angkot. Dia, suami itu sadar bahwa dirinya tidak bisa
berbuat apa-apa karena kedua kakinya sudah tidak berfungsi dengan sempurna. Namun,
sebagai laki-laki dia merasa butuh menjaga batas demarkasi harga diri. Meski berat,
karena hidupnya menumpang pada istrinya yamg bekerja sangat keras untuk semua
keluarga.
“Bu, mbok mulai sekarang,meskipun gelap dan hujan,
dan angkot belum datang, jangan pernah mau diboncengkan siapapun. Malu sama
pergunjingan tetangga”. Demikian bapak. Si suami tiu memulai mengajal si istri
bercakap.
“Lha salahnya apa ta pak?Kan Cuma memboncengkan
ta?Tidak lebih. Dan mengapa bapak selalu
hidup di bawah baying-bayang pengaruh perkataan tetangga atau orang
lain?Mengapa bapak tidak pernah berjuang untuk bebas merdeka bersikap?Apakah
dengan menaruh kuatir dan curiga akan bisa menambahkan satu hasta saja hidup
kita?”Demikian si ibu menjawab dengan tenang dan penuh wibawa.
“Aku sih paham buk, tapi suara tetangga itu kadang
mengusik hidup kita buk?”, Jawab sang Suami. “Hidup kita???Hidup bapak saja
itu, wong ibuk tidak merasakan apa-apa. Ibuk santai menerima pergunjingan dan
kasak kusuk mereka. Bagi ibuk, mereka hanya berbicara tanpa pernah berhak
mengatur hidup kita. Kita memiliki hak untuk hidup pak,hak untuk bersikap. Jangan
pernah hidup bapak yang sudah terbatas ini ditambahi “Batasan-batasan” yang
dibuat mereka. Kita harus MERDEKA bapak. Merdeka untuk bersikap dalam hidup
ini, dengan bertanggung jawab. Bebas dengan tetap berteduh dalam paying kebenaran.
Apa salahnya mbonceng kang Ramijo?Wong Yu Tentrem ya tidak apa-apa?Kalau bapak
terlalu manut dengan “Orang Sini”, berat pak. Orang sini senangnya memenjara
orang lain. Kayak tulisan di blog ini kemarin, hanya seperti GLUDUG (http://ppsetyasemesta.blogspot.com/2015/04/petir-itu-mengajak-kita-merenung-akan.html)..Bisanya
bengak-bengok, kaya suci-sucio dewe. Kita harus menentukan sikap hidup kita
tanpa pernah mau dikendalikan oleh opini mereka”.
Suasana diam. Dalam hati, suami itu, si bapak,
membenarkan cerocosan istrinya,memang benar, selama ini dirinya dipenjara oleh
sikap dan opini “Orang-orang itu” dan semua membuatku sakit serta lumpuh. Kalau
hanya lumpuh kaki aku paham, tapi ternyata aku telah terlumpuhkan oleh opini
dan harapan mereka. Aku ternyat belum merdeka. Akhh…aku harus merubah pola
pikir ini. Aku harus MERDEKA..
salam cinta semesta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar