Jumat, 17 April 2015

Tanyakan pada Diri anda, sudahkah ada kebebasan bersikap?



MEMAKNAI SEBUAH KATA, MERDEKA!
Kasak kusuk itu semakin nyaring terdengar dan membuat salah seorang anggota keluarga itu terusik. Memang, racun kehidupan yang namanya kasak-kusuk ataupun gossip itu terlihat sepele dan sederhana, namun bisa mematikan jika tidak ditanggapi dengan dewasa dan sederhana. Meski yang dikasak-kusukkan,dipergunjingkan hanyalah sebuah salah tafsir akan sebuah tindakan. Memang, semua berawal dari kejadian pada suatu sore. Karena mendung dan kemudian hujan,sementara angkotan desa tidak segera datang,si ibu itu mau diboncengkan tetangga kampung yang adaalah seorang duda.
Dari kejadian sore hujan itu, dan ternyata dilihat oleh beberapa tetangga dekat, berekembanglah cerita dari mulut ke mulut tentang relasi si ibu itu dengan tetangga kampung yang sore itu memboncengkannya pulang dari tempat kerja. Ada yang mengatakan bahwa itu hanya yang  terlihat atau dalam bahasa Jawa konangan, sementara yang lain tidak. Ada juga yang memaknai itu sebagai sebuah celah untuk membangun relasi yang dipersalaahkan oleh adat sosial masyarakat di negeri itu. Semakin hari,kasak kusuk itu bukannyasemakin sepi malah semakin terdengar keras dan bagi suami si ibu itu,sangat memekakkan telinga.
Beberapa waktu, si bapak, suami ibu yang dipergunjingkan itu berupaya menyadarkan istrinya untuk tidak membonceng siapapun jika tidak ada angkot. Dia, suami itu sadar bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa-apa karena kedua kakinya sudah tidak berfungsi dengan sempurna. Namun, sebagai laki-laki dia merasa butuh menjaga batas demarkasi harga diri. Meski berat, karena hidupnya menumpang pada istrinya yamg bekerja sangat keras untuk semua keluarga.
“Bu, mbok mulai sekarang,meskipun gelap dan hujan, dan angkot belum datang, jangan pernah mau diboncengkan siapapun. Malu sama pergunjingan tetangga”. Demikian bapak. Si suami tiu memulai mengajal si istri bercakap.
“Lha salahnya apa ta pak?Kan Cuma memboncengkan ta?Tidak lebih.  Dan mengapa bapak selalu hidup di bawah baying-bayang pengaruh perkataan tetangga atau orang lain?Mengapa bapak tidak pernah berjuang untuk bebas merdeka bersikap?Apakah dengan menaruh kuatir dan curiga akan bisa menambahkan satu hasta saja hidup kita?”Demikian si ibu menjawab dengan tenang dan penuh wibawa.
“Aku sih paham buk, tapi suara tetangga itu kadang mengusik hidup kita buk?”, Jawab sang Suami. “Hidup kita???Hidup bapak saja itu, wong ibuk tidak merasakan apa-apa. Ibuk santai menerima pergunjingan dan kasak kusuk mereka. Bagi ibuk, mereka hanya berbicara tanpa pernah berhak mengatur hidup kita. Kita memiliki hak untuk hidup pak,hak untuk bersikap. Jangan pernah hidup bapak yang sudah terbatas ini ditambahi “Batasan-batasan” yang dibuat mereka. Kita harus MERDEKA bapak. Merdeka untuk bersikap dalam hidup ini, dengan bertanggung jawab. Bebas dengan tetap berteduh dalam paying kebenaran. Apa salahnya mbonceng kang Ramijo?Wong Yu Tentrem ya tidak apa-apa?Kalau bapak terlalu manut dengan “Orang Sini”, berat pak. Orang sini senangnya memenjara orang lain. Kayak tulisan di blog ini kemarin, hanya seperti GLUDUG (http://ppsetyasemesta.blogspot.com/2015/04/petir-itu-mengajak-kita-merenung-akan.html)..Bisanya bengak-bengok, kaya suci-sucio dewe. Kita harus menentukan sikap hidup kita tanpa pernah mau dikendalikan oleh opini mereka”.
Suasana diam. Dalam hati, suami itu, si bapak, membenarkan cerocosan istrinya,memang benar, selama ini dirinya dipenjara oleh sikap dan opini “Orang-orang itu” dan semua membuatku sakit serta lumpuh. Kalau hanya lumpuh kaki aku paham, tapi ternyata aku telah terlumpuhkan oleh opini dan harapan mereka. Aku ternyat belum merdeka. Akhh…aku harus merubah pola pikir ini. Aku harus MERDEKA..

salam cinta semesta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH