NASEHAT
BIJAK DARI KEHIDUPAN IKAN DI SUNGAI
Sore itu,suasana langit cerah, hanya beberapa
gelintir yang perlahan melaju di atas pucuk bukit sebelah barat daya kampung
kami. Cerahnya sore membuat kami sekeluarga hendak menikmatnya dengan
berjalan-jalan,menyusuri pinggiran kampung yang meniti pinggiran sungai
pegunungan. Gemericik air yang bening seolah simponi purbakala, menjadikan kami
seperti menikmati nyanyian surga. Beberapa kupu-kupu berterbangan mencoba
menghindari laju langkah kami berempat,dan beberapa burung pipit juga terkaget
lalu terbang menghindari kami,meski kami takhendak mengusiknya.
Di ujung jalan setapak, di bawah bukit rimbun
dengan pepohonan bamboo,kami berhenti. Memasuki cekungan sungai yang bening
airnya. Saking beningnya sampai kami bisa melihat dengan jelas ikan-ikan
bermain dalam riang gembira bersama dengan teman-temannya. Anak-anakku terlihat
senang dan kemudian masuk hendak mengejar ikan-ikan itu. Kami biarkan
saja,istriku membasuh muka dengan air bening itu.
Akupun tergoda
bermain air dengan anak-anakku. Kemudian menjeburlah aku,bermain air dan
kejar-kejaran sepuasnya. Sungguh segar air pegunungan ini, bagai air Firdaus
saat kali pertama dijamah Adam. Diatas langit semakin terlihat biru,pantulan
laut biru yang cerah. Semilir angin sore itu sangat segar menyentuh kami,dan
kulihat semilir angin itupun mempermainkan rambut istriku, ibunya anak-anak
yang dibiarkan tergerai panjang.anak-anakku semakin asyik bermain, anak nomer
duaku dengan agak takut-takut mengikuti kakaknya mengejar ikan-ikan yang
berlarian dan bersembunyi di balik batu-batu gunung itu.
Akibat rengekan anak-anakku, akupun menangkapkan
satu ekor ikan sungai itu. Bentuknya sederhana,namun lukisan tubuhnya sungguh
amat sempurna. Lonjong dan bening,masyarakat di sekitar kami menamakannya
Uceng. Lalu kami pulang.
Sesampai di rumah,kami mengambil toples
bening,sesuai pinta anakku. Kemudian ikan uceng itu dimasukkan. Aku diam saja,
anak-anakku terlihat senang bukan kepalang. Digodanya ikan itu,tangan di
masukkan dan toples di goyang-goyang. Ikan uceng itu terlihat bingung,gelisah
dan akibatnya makanan yang diberikanpun tak dimakannya. Esoknya, ikan itu Nampak
lemas,ibunya menasehati,bahwa ikan itu sedih karena dipisahkan dengan
saudara-saudaranya dan tempat tinggalnya. Namun kedua anakku tetap tidak mau
melepaskan kembali ikan uceng itu.
Sore usai pulang sekolah,anak-anakku kembali
menengok toples dan ikan ucengnya. Semakin diam dan lemas. Namun tetap tidak
mau anak-anakku melepaskannya. Kemudian, aku mengajak kedua anak-anakku ke
ruangan belakang tempat tinggal kami,keduanya kami masukkan ke dalamnya,
kemudian kami kunci. Kami kemudian pergi meninggalkan ruangan itu,dan
menagislah kedua anak kami itu. Semakin keras dan kemudian kami kembali.
“Ikan itu juga seperti kalian di kamar belakang
itu. Sedih dan susah karena berpisah dengan keluarganya,maka jika kalian tidak
mau dipisahkan, jangan memisahkan. Ikan itu sudah diberi tempat saat dicipta
oleh Sang Maha Kuasa”
Kemudian, sadarlah anak-anak kami dan mengajak
kami mengembalikan ikan Uceng itu ke tempat semula.
Keindahan dan kesenangan diri,terkadang didapat
dengan merampas kesukacitaan yang lain. Tuhan telah memberi ruang untuk
masing-masing ciptaanNya,jangan dirampas!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar