Minggu, 30 September 2018

Penyesatan, Masih Adakah Saat ini? Markus 9:38-50



Fenomena media sosial yang menggelora tanpa bisa dibendung, menjadikanbanyak orang menjadi was-was, kuatir dan bahkan sudah sampai k tahap ketkutan. Mengapa demikian? Karena memang melalui media sosial, semua informasi mengalir bagai air bah ke dalam serambi kehidupan masyarakat. Ironisnya tidak semua informasi itu benar pada dirinya sendiri. Banyak informasi yang hanya bertujuan demi kepuasan diri dan kelompok tertentu, ada informasi yang isinya hanya fitnah,makian,tuduhan, hoax dan semua yang salah dengan tujuan mendiskriditkan kelompok atau orang yang sedang tidak disukainya. Semua informasi itu tanpa filter menerobos kehidupan kita semua. Jangankan anak kecil, orang dewasapun akan sulit memilah dan kemudian memilih mana yang benar dan mana yang salah, semua sudah memiliki kepentingan dan tidak mau bercerita untuk informasi itu, melainkan menggunakan informasi demi tujuan-tujuan tertentu. Semua yang terjadi di atas kenyataan yang ada yang bisa menjadikan orang lain kebingungan, itulah yang bisa dikategorikan penyesatan.  Maka dalam ibadah minggu ini, marilah kita merefleksikan kehidupan kita, bercermin dari Alkitab, supaya tidak tersesat dan tidak menyesatkan. Kita akan belajar dari Injil Markus 9:38-50.

Kisah dalam bancaan Injil di minggu ini, 30 september 2018 sangat menarik. Ada dua bagian perikop menurut LAI, yang pertama di Markus 9 ayat 38-41 yang berkisah tentang kedegilan hati para murid yang diwakili oleh  Yohanes. Kedegilan yang tergambarkan dalam ungkapan “bukan pengikut kita”. Kedegilan hati yang langsung direspon Yesus dengan tegas dan kugas, bahwa KITA itu bukan sekedar serombongan,sekumpulan,sekelompok tertentu, namun KITA bagi Yesus bermakna sangat luas. KITA menurut Yesus adalah siapa saja yang berbuat kebaikan.Sebenarnya mengapa Yohanes merasa perlu melapor kepada Yesus, ketika ada orang yang berbuat baik, dan itu bukan dari kelompoknya? Manusia memiliki kecenderungan untuk selalu menjadi yang nomor satu, pada bidang apapun itu. Manusia enggan tersaingi,mereka mau bersaing, namun enggan kalah. Nah, dalam titik inilah Yohanes sedang berada. Ia tidak bisa melakukan sesuatu dan pada saat bersamaan, ada “Orang lain” yang bisa melakuan tindakan itu. Disinilah Yohanes terhinggapi kecemburuan,kedengkian dan rasa iri hati berlebihan, maka dia lapor ke Tuhan Yesus. Ironisnya, bukannya dibela, justru Yohanes yang ditampar Tuhan Yesus dengan sikap dan pernyataan Tuhan Yesus.

Perikop kedua, dari Markus  pasal 9 ayat 42-50, yang berkisah tentang PENYESATAN. Digambarkan batapa  beratnya hukuman bagi siapa saja yang melakukan penyesatan . Artinya, siapapun itu,, jika melakukan penyesatan akan mendapatkan hukuman dengan api yang takterpadamkan. Yang menarik lagi adalah, Yesus memilah tentang apa saja yang bisa menyesatkan, dan itu seluruh anggota tubuh. Namun ada satu hal perlu dijadikan perhatian, meskipun Yesus tidak menyebutkan, namun terkait penyesatan itu sering terjadi dalam ranah ini :PEMAHAMAN

Yohanes memiliki pemahaman yang salah, karena berpikir bahwa yang menjadi golongannya adalah yang selalu bersamanya,yang sepaham, yang sama segalanya, yang manut dan tidak pernah memberontak, pokoknya yang selalu seragam. Itulah pemahaman Yohanes, dan ketika itu diungkapkan dihadapan Yesus, Yohanes berpikir akan dibela oleh Yesus, namun yang terjadi justru sebaliknya. Mengapa demikian? Karena dalam pandangan Yesus, PEMAHAMAN Yohanes SALAH, tidak benar, tidak hanya mereka yang grudak-gruduk saja yang harus menjadi satu golongan, namun siapa saja yang bertindak baik, itulah golongan Yesus. Menurut Yesus, konsep atau pandangan Yohanes itu menyesatkan dan bisa terjadi Penyesatan, oleh karena itu perlu dihentikan.

Pertanyaan buat kita sekarang adalah seperti judul renunganatau  di atas, Penyesatan, masih adakah saat ini? Menurut saya masih subur pertumbuhannya, baik dalam ranah konsep atau tindakan. Dan gereja justru sering melakukan itu, meski terkadang tanpa disadari. Sebagai contoh, soal perkunjungan orang sakit. Konsep yang hidup dan dihidupi adalah bareng-bareng mengunjungi yang sakit, dan itu seolah menjadi kebenaran mutlak, ketika tidak seperti itu maka penilaian yang muncul adalah SALAH, lalu mengkritik mejelis gereja. Apaka memang benar harus demikian?Nampaknya tidak, karena Yesus selalu sendirian saat mengunjungi yang sakit. Maksutnya adalah, jangan pernah memegangi satu pengalaman sebagai kebenaran mutlak, karena itu bisa menyesatkan.

Berkenaan dengan perjamuan kudus, gereja tanpa disadari telah memegangi satu konsep teologi tertentu dan itu dijaga sedemikian erat, sehingga mendiskriditkan anak. Anak dilihat sebagai “bakal manusia” yang selalu dikatakan belum dewasa,karena memang ukuran dewasa adalah usia dan menurut kaca mata orang dewasa. Bukankah ini juga meyesatkan dan bisa dikatakan penysatan?
Adakah yang lain?Silakan saudara-saudara membuat daftar untuk pribadi masing-masing..
Kembali ke persoalan Yohanes yang menuduh orang lain, meski berbuat baik, sebagai musuh karena bukan dari golongannya, nampaknya “Yohanesisme” itu masih tumbuh subur dijaman ini. Orang selalu melihat tang tidak dikenalinya sebagai lawan, sebagai “Mereka” atau “dia” dan bukan sebagai bagian dari kami. Semestinya, seperti pengalaman Yohanes, yang harus dikerjakan adalah bercapak, membangun dialog untuk kemudian bekerjasama. Sepanjang berpikir dia atau mereka, maka spirit membuka diri untuk bekerjasama sangat sempit dan itu berbahaya. Oleh karena itu, marilah kita meletakkan konsep hidup sederhana, bahwa siapapun itu, yang berbaut baik demi kebaikan bersama, kenal atau tidak kenal, dialah saudara kita dan sebaiknya diajak bekerjasama demi kebiakan yang lebih luas..

Nalen 280918

BUNGLON


Minggu 30 September 2018

BENINGE EMBUN ESUK


Wilangan 11:4-6,10-16,24-29
Jabur 19   :8-15
Yakobus 5 : 13-20
Markus 9 : 38-50
“Yèn kancamu ana sing susah, dongakna! Yèn ana sing seneng atiné, padha menyanyia” Yak 5:13

Bunglon kuwi kewan sing ana neng daerah tropis, mulane tumrap wong ngindonesa, ora angel nemokne  kewan iki. Bunglon dudu klebu  kewan paporit  tumrab manungsa, mbuh merga apa. Malah kepara sing klakon, Bunglon kuwi nduweni “jeneng elek” tumrap panguripane  menungsa. Iki isa ditemokne nalika ana wong sing  nduwe  sipat  mencla-mencle. Mulane kerep yen ana sing nduweni sikap mencla-mencle diarani Bunglon.  Ananging  lumantar tulisan Beninge Embun Esuk iki, ayo nyoba nemokne sipat apik seka Bunglon.

Bunglon kuwi kewan sing isa mapanake awak ana ing saweneh kahanan. Nalika manggon ana neng kahanan sing werna dasare abang, kulite Bunglon kuwi owah utawa malih abang, memper papan sing dipanggoni, semono uga nalika pindah nggon neng papan sing werna dasare ireng, mesti Bunglon enggal-enggal ngelih rupane dadi ireng. Kuwi kabeh sejatine nduwe tujuan. Dening sing nitahke, yaiku Gusti Allah, gampanging mindah wernaning awak kuwi minangka cara kanggo “bertahan hidup”, seka ancaman utawa bebaya seka sakiwa lan tengene. Dadi, owah-owahane wernaning kulite Bunglon kuwi kanggo tujuan sing apik.

Njur  pitakone, apa yen ana wong sing gampang mada werna karo kahanan kuwi ala?Njur isa uga diarani mencle-mencle? Kanggo njawab perkara iki, ayo sinau saka piwulange alm. Eyang Yakobus. Lumantar surate marang pasamuan, eyang Yakobus nelikne supaya uripe pasamuan kuwi isa ajur-ajer marang kahanan. Yen karo sing susah ya kudu bisa ngrasakne susah, yen karo sing bungah ya kudu isa ngimbangi kabungahane liyan, sanadyan mbok menawa uripe lagi ora patio bungah. Kuwi kabeh sing isa diarani empan-papan utawa ajur-ajer, isa mapanke uripneng sadenganh kahanan.

Seka gegambaran ing dhuwur, ayo saiki isa matrap urip sing empan papan kan ajur-ajur,sinau kaya patrab uripe Bunglon, ben tansah apik sakabehe. Kuwi ora atees mencla-mencle,merga sing diarani mencla-mencle kuwi nalika tujuan tumindake mung kanggo senenge dewe lan isa ngrusak kahananing liyan.

“Jo, suk pilpres koe meh nyoblos nomer pira?”, Lik Ndoleng ujug-ujug takon karo Dalijo.
“Genah sing apik dewe  ta lik”, Dalijo mangsuli karo nglepus Djarum Supere.
“Weh, kowe tik ora konsisten,mencla-mencle, 2014 milih sing genep, kok iki sing apik dewe?”, Lik Ndoleng sajak ora mathuk.
“Yo saksirku ta lik..kuwi prentuling atiku,kuwi dudu tegese aku mencla-mencle bab  angka pilihan, kuwi merga aku nyawang sing apik”, Dalijo mangsuli.
“Lik, jare Yu Wasti meh milih sing genep  lho, sampeyan piye?”, I’in nimbrung.
“Aku tak manut Wasti wae ahhh”, Lik Ndoleng semaur.
“OOO, dasar ora duwe prinsip!!!”, Dalijo semaur.

Awatak Bunglon kuwi klebu ora apik nalika ora mrentul saka punjering ati lan batine, nalika mung gumantung  karo  kahanan sing nguntungke  awake dewe.

Mbahe..

Sabtu, 29 September 2018

BENCANA, layakkah nama ini??



Siapa yang memberi nama terhadap benda,mahkluk dan sebuah peristiwa?Apakah benda, makluk dan peristiwa  itu datang dan berteriak ini aku. Aku ayam,aku sapi, aku angina,aku hujan dan juga aku BENCANA?  Bukankah manusia yang memberi nama atas semua yang terbentang di bentangan semesta ini? Tak terkecuali dengan BENCANA. Bukankah sejatinya yang dinamakan Bencana itu adalah peristiwa alam biasa yang sudah menjadi hukum alam yang abadi?

Manusia terlalu daj selalu pongah dan arogan, semua dinilai dari sudut pandang dirinya. Sulit ditemui manusia yang mau menilai sesuatu dari luar dirinya, dari luar kepentingannya. Semisal bencana, pernahkan manusia mencoba melihat apa yang menjadi kehendakNya, kehendak Sang Pemilik Semesta , dari semua peristiwa yang telah,sedang dan pasti akan terjadi dikemudian hari? Saat menulis tulisan inipun, saya baru saja menyimak dunia media sosial, yang mana manusia sedang memainkan perannya, untuk melihat (paling tidak) satu peristiwa, BENCANA, yang sedang terjadi di Palu dan Donggala. Perlu saya sampaikan, bahawa saya teramat sangat prihatin dengan peristiwa yang terjadi dan semampu saya berjuang mempedulikan mereka.

Kembali ke soal peristiwa alam yang kemudian diberi nama Bencana. Bukankah dengan memaknai peristiwa alam yang tidak sesuai dengan harapan manusia dengan nama bencana,itu berarti manusia sedang menempatkan Tuhan dalam persimpangan? Pada satu sisi yakin bahwa kehenakNya pastilah baik, namun saat menghadapi kenyataan yang terjadi,apakah itu masih bisa diyakini baik untuk manusia? Bukankah dengan balutan keyakinan bahwa semua peristiwa semesta adalah atas ijin atau sepengetahuan Tuhan, itu berarti menjadikan bencana seolah mainan Sang Illahi?Mengapa “Mainan?”, Lha iya, sudah tahu itu akan menyengsarakan salah satu ciptaanNya kokya tetap diijinkan?Itu kalau berpandangan picik nan sempit.

Yang lebih ironis adalah ketika manusia memberi makna bahwa peristiwa alam yang dirasakan merugikan manusia itu akibat dosa kelompok manusia tertentu,akibat ketidakadilan atas sekelompok orang tertentu dan yang lebih lucu lagi adalah akibat presiden. Apa hubungannya peristiwa alam dengan  situasi pemerintahan?Benar-benar konyol?Namun meskipun konyol, itulah fakta, bahwa saat ada peristiwa alam yang dirasakan merugikan manusia, maka semua berteriak, semua berlomba memberi makna, meskipun tetap berorientasi dirinya sendiri dan juga kelompoknya. Ada yang mengatakan, bencana ini karena menolak tokoh agama ini,bencana ini karena mengusir tokoh keyakinan ini, semuanya menurut saya MBELGEDESS!!!

BENCANA, itu pemaknaan manusia. Bisa jadi dalam pandangan Sang Penyelenggara Semesta, peristiwa alam ini adalah bagian dari PEMBAHARUAN semesta yang terjadi dengan hukum alam yang abadi. Alam semesta sedang tidak imbang, dan bisajadi manusia terlibat di dalam ketidakseimbangan ini, oleh karenanya, semesta sedang memperbaharui diri. Kalau kemudian dalam proses memperbaharui diri itu ada yang terlukakan, ya itulah konsekwensi alamiahnya. Manusia melolong senyaring apapun, karena merasa semesta ini miliknya, dan karena itu, semua mesti sesuai dengan kehendak atau keinginannya. Maka, ketika terjadi gerakan-gerakan alam  yang dirasakan merugikan dirinya, manusia seenaknya memberi nama BENCANA.

Tulisan ini berangkat dari sebuah pengalaman sekitar 8 tahun silam, saat Gunung Merapi erupsi. Ada korban yang bisa dikatakan banyak, ada yang terluka, ada yang kehilangan dan ada yang terhilang. Saat upaya mengamankan apa saja yang dirasa perlu diamankan menurut sudut pandang manusia, ada seseorang (juga manusia) yang sudah tua. Dalam segala keberadaannya, dia sangat santai menyikapi semua yang terjadi. Tidak ada kegelisahan berlebihan, tidak ada rona ketakutan berlebihan, yang ada adalah sikap tenang, setenang  air telaga dini hari. Ketika semua tergesa demi menyelamatkan harta dan nyawa, ketika semua berteriak agar lebih cepat, dia tetap santai. Dan saat 3 jam kemudian sampai ke tempat yang dirasa aman, berbincanglah kami. Betapa terkejutnya manusia (khususnya saya) saya memberi makna terhadap peristiwa yang terjadi. Menurut dia, tidak ada itu yang namanya bencana, itu hanya akal-akalan manusia saja, yang ada adalah “Sing mbaureksa merapi lagi dandan-dandan”, yang artinya kira-kira demikian : yang menguasahi merapi sedang berbenah.
“Lho mbah, menawi dandan-dandan kok kathah ingkang ical?”, Tanyaku. (Mbah kalau berbenah, kok banyak korbannya). “Ilang kuwi manut awake dewe, ning tumrap sing kuasa,ora ana sing ilang, sing ana, lagi maes ben luwih apik” (Hilang itu menurut manusia,bagi Tuhan ga ada itu yang hilang, yang ada adalah sedang merias alam menjadi lebih baik).

Peristiwa alam adalah sesuatu yang harus tunduk pada hukum alam. Pada dasarnya alam semesta ini harmoni,seimbang sempurna. Maka jika terjadi ketidakseimbangan, maka alam dengan hukumnya yang abadi, akan membenahi dirinya agar terjadi keseimbangan lagi. Jika dalam proses mengembalikan ketidakseimbangan untuk menjadi seimbang itu kemudian melukai penghuni alam semesta, ya itu bagian dari keseimbangan itu sendiri. Dan nampaknya hanya manusia yang lantang berteriak seua ini BENCANA, ciptaan yang lain belum tentu menilai ini sebagai bencana.

Lalu pertanyaan yang mungkin nanti akan muncul dari membaca tulisan ini (semoga tidak ada yang membaca, wong ini catatn pribadi yang kebetulan saya lempar ke dunia maya), Apakah itu berarti anda akan diam saja dengan “peristiwa alam “ ini?Dan dengan demikian anda akan bersorak diatas derita orang lain? TIDAK. Justru dari sudut pandang ini saya akan bergerak, bahwa ketika semesta sedang merasa tidak seimbang/harmoni,dan kemudian berupaya mengembalikan harmoni,sampai melukai, saya justru akan memakai spirit pemulihan demi keseimbangan ini. Nalarnya?

Bukankah ada “Korban” dari peristiwa alam ini dan itu sama saja dengan ketidakseimbangan, maka saya akan bergerak demi terjadinya keseimbangan semesta kembali. Artinya, saya hanya akan mengajak siapa saja untuk tidak dengan mudah memberi nama sesuatu teramat anthoposentris, selalu dalam sudut pandang manusia, cobalah melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.

Teriring lantunan energy positif dalam untaian doa, demi semua saudara yang sedang diajak semesta berbenah..

Tepian rawapening. Ujung September 2018

ASU


Setu Paing 29 September 2018
BENINGE EMBUN ESUK


Pangandaring Toret 27       :1-10
Jabur                          19        :8-15
Yokhanan                 1         :47-51
Ing panggonan kono kowé ngedegna mesbèh saka watu sing durung tau digarap nganggo piranti wesi” PT 27:5

Mesti sing maca tulisan renungan basa jawa padinan “Beninge Embun Esuk” iki langsung kaget, nalika maca judule. Lire piye?Lha mosok mung telung hurup, kuwi wae jeneng kewan sing paling memelas. Lha kenapa ta kok memelas?Lha wis genah jenenge ASU, ning arang  sing “wani” ngarani kanthi blak kotang terus embuh..hehe..Ana sing ngarani mbaung, erwe,guguk,lawuh lan jik akeh meneh jeneng samaran tumrap kewan iki. Sanadyan dadi kewan sing memelas, ning sejatine akeh pasinaon seka kewan iki, kayata: Asu  nduweni rasa Bekti karo ndarane sing dhuwur, Asu kuwi mesti nggawe tanda tumrap papan sing pernah diliwati, lumantar uyuh. Mulane saben lumaku ngandi wae singi diliwati, Asu mesti diluk-diluk nguyuh, persis kaya Lik Ndoleng pas anyang-anyangen. Kuwi kabeh dilakoni minangka tanda, yen wis pernah ngliwati  ben ora lali marang papan kuwi.

Bab tanda kuwi , neng Kitab Suci ya dadi piwulang, kayadene neng Pangandaring Toret bab 27. Nalika nabi Musa mimpin bangsa ngisrael ngliwati Bengawan Yarden, Nabi Musa dawuh marang bangsa ngisrael, supaya nggawe tanda lumantar watu-watu sing kanggo nyebrang. Tujuanne supaya tansah eling yen Gusti tansah nunggil lan nulungi. Musa sadar yen bangsa ngisrael mbandele ora njamak, yen rekasa sambat ngaruara, ning yen kepenak lali karo Gustine. Mulane lumantar tanda kuwi Musa nduweni ancas, ben bangsa ora lali lan ora nglalekne Gusti. Uga sakliyane kuwi, supaya bangsa ngisrael kuwi eling yen kabeh sing dirancang dening Gusti kuwi apik, ngener marang kahanan sing luwih apik, sanadyan kala-kala rinasa rekasa.
Bab nglalekne panuntune Gusti kuwi ora mung jamane nabi Musa lan bangsa ngisrael wae, jaman saiki ya akeh, mula jan-jane sing jenenge tanda kuwi penting banget, ben ora lali. Saiki sing jenenge Asu, titah kang kerep ka’asorake wae pinter nggawe tanda, supaya tetep eling karo pangrumate Gusti, mosok sing maca tulisan iki malah nglalekne, mosok kalah karo Asu?hehe..

“Jo, iki mengko sing pada ngamuk kepiye?”, Lik ndoleng sajak kuwatir nalika esuk-esuk mbukak androite.
“Weh,lha ana apa ta lik?Ana Sunarmi neng Donggala po ana apa?Aja maahi aku ya melu bingung lik!!!”, Dalijo semaur karo rada keweden.
“Dudu, iki lho aku maca renungan basa jawa kok wani-wanine nulis Asu, mbok nganggo jeneng singlon”, Lik Ndoleng njawab
“Oalahh lik, kuwi ta, aku ya lagi maca. Yen aku sih, rapopo, wong ya jenenge cen kuwi, arep diarani apa. Cen wong jawa kuwi kokean petung, njeneng-njnengke dewe ning wegah ngarani jenenge, jare saru” Dalijo mangsuli.
“Hush, joditeruske, mremen ngandi-ngandi koengko. Saiki ayo maca tanda apa sing dikersakne Gusti seka jagad raya sing sansaya horeg iki. Kok diluk-diluk gempa”, Lik ndoleng ngajak repleksi jare.
“Lik, entuk salam seka Yu Warsi, ngko seka “sawah” kon mampir, meh dikopeni. Saiki kok tambah luemuu ya lik yu Wasti kuwi?”, Nduk I’in nimbrung rembug.
“Ooo..brarti gempa kuwi merga Yu Wasti obah yo lik?”, Dalijo mangsuli.
“Crigis Joooo!!”, Lik Ndoleng nesu

Sing baku, ayo eling karo pakaryane Gusti, lumantar nggawe tanda nalika mrangguli pitulungane Gusti..

Mbahe

Jumat, 28 September 2018

MANTEB


Jemuah Legi 28 September 2018
BENINGE EMBUN ESUK

Pangandaring Toret 1         :1-18
Jabur 19        :8-15
Lukas             9          :51-56
“Mulané, kémahmu bedholen, lungaa menyang tanah pegunungané wong Amori lan daérah-daérah sakiwa-tengené, nganti tekan Lebak Yardèn. Padha mangkata mrana, lan padha manggona ing kana.” PT 1:7a;8b

Minangka jejangkepe jagad, mulane kabeh kudu ada pasangan lan uga lawan’ne. mulane yen ana padang lan peteng, sithik lan akeh, uga ana mangu-mangu lan MANTEB. Dadi sing diarani manteb kuwi kahanan sing dialami sapa wae, nalika wis isa neluk’ake rasa sing diarani mangu-mangu.Kanggo tumuju menyang kahanan sing manteb kuwi jian dalane rumpil tenan. Akeh panggoda, tantangan, reribet sing tansah memalangi lakuning urip tumuju marang rasa MANTEB kuwi. Isa dingo conto kuwi wong omah-omah, bebrayatan,sanadyan wis pirang-pirang tahun, ning ya meksa ijik kerep ginayutan rasa mangu-mangu. Mulane yen ana brayat anyar, pomeneh calon brayat, sing jik sok mangu-mangu, kuwi lumrah, wajar, manusiawi. Aja kalah karo rasa kuatir, ning “gajul” wae rasa kuwi, merga apa sing wis dipilih kuwi yaw is diaturne Gusti.

Kanggo nundung rasa mangu-mangu kuwi ana pirang-pirang cara, salah sijine keyakinan. Kaya sing ditulis neng Kitab Suci, kanggo mantebke bangsa ngisrael nampane kanugrahaning Gusti sing wujudte lemah warisan, mula kudu manteb anggone nguapayakne. Sanadyan kudu ngadepi perkara-perkara sing abot tur ya angel, ning keyakinane kudu mantebs. Lire pie kok kon kudu manteb? Merga wis dijamin mesti kasil karo Gusti Allah piyambak. Sing kudu digatekno bab ninggal patrab urip kuno. Kaya neng nats ing nduwur, bangsa ngisrael kon mbedol kemahe, tegese, bongkaren patrab urip lawas sing seprana-seprene dadi zona nyamanmu, ben ganti kahanan. Mbedol “kemah” lawas kuwi ora gampang, kuwi pada dene ngilangi watak utawa sipat sing ora manut kersane Gusti. Rumangsane tumindake bener, kamangka luput, lan isa wae natoni liyan, ning kerepe ora sadar lan rumangsa bener dewe.yen wis bar mbedol, njur MLAKUA, tumuju marang kang kinersakne Gusti, rasah kuatir, merga Gusti wus mranata. Mlakua sing MANTEB..

“Jo,mkoe kuwi mbok gek rabi! Sing manteb  wae karo Yatmi, rasah mikir Tarsi. Yen kekurangane Yatmi, tampanen, merga kowe ya uakihhh kurangmu. Rasah rumangsa ngganteng dewe, nyatane yara payu-payu!!”, Lik Ndoleng sore kuwi ngecuprus ngandani Dalijo.
“Ngajak bolo ya lik..dupeh mbiyen raklakon nyanding Yu Wasti wae, saiki nyurung-nyurung aku kon gekndang ngrengkuh Yatmi”, Wangsulane Dalijo santai.
“Lha koe kuwi wis manteb rung ta Jooo!?”, Lik Ndoleng semune sansaya  kemropok.
“Kang Dal wis manteb lik, wingi crita karo aku”Iin uga melu nenaggepi.
“Yowis, gek kana nggaweo ulem,sing penting koe manteb joo..”, Lik Ndoleng mungkasi  pituture..

Sing manteb ae lurr..Gusti ora sare!!

Mbahe

Kamis, 27 September 2018

NJERENG


Kemis Kliwon 27 September 2018
BENINGE EMBUN ESUK

Pangentasan 18 :13-27
Jabur 19 : 8-15
Lukas 9 :46-50
“Kowé mung gawé kesel awakmu dhéwé lan wong-wong kuwi. Pegawéan iki kakèhen yèn mung ditindakaké déning wong siji” Pangentasan 18:18

Saka rumangsaku, kabeh sing maca tulisan iki ngerti apa kuwi klasa. Biasane  seka bahan mendong yen jaman mbiyen, ning saiki wis macem-macem bahan dasare.  Klasa kuwi biasane dilepet utawa digulung yen oara digunakne, ananging yen meh digunakne  kudu dijereng  utawa digelar. Pagawean nggelar utawa nglukar klasa seka lempitane kuwi sing diarani NJERENG, mula yen ana tembung, “ Mbok kana gekndang  njereng klasa, selak dayohe teka”, tegese  gage  nggelar utawa njereng klasa ben isa dingo lungguh dayohe. Lho, kena ngapa kok klasa kuwi kudu dijereng?Merga yen ora dijereng, pigunane ora akeh mung kanggo wong sithik banget, beda karo nalika dijereng. Yen digulung utawa dilempit, paling mung isa nggo linggih wong siji, ananging yen wis dijereng isa kanggo wong akeh.

Bab njereng kuwi jebul horamung bab klasa, ananging uga bab  gawean. Kaya sing tinulis neng Kitab Suci,  Pangentasan 18. Ing kana Musa dirawuhi mertuane, njur pirsa yen Musa mung dewe  ngayahi samubarang gawean, mula njur paring pangandikan, yen gawean kuwi kudu diedum. Mula Musa enggal  tumandang , milah lan milih sapa-sapa sing  gelem dijak makarya. Lho kok mung babagan  GELEM, lha apa kabeh ISA? Yen para maos jik eling, renungan wingi wis njlentrehne  bab  Gusti sing mesti bakal njangkepi kanggo sapa wae sing ditimbali. Mula saka kuwi, Musa ya percaya yen sapa wae  isa nampa “JERENGAN” pakaryane Gusti sing saksuwene  iki mung dipek dewe dening Musa. Manut bapak  mertuane  Musa, ora apik  nguwasani, klebu kuwi nguwasani pakaryan, mula kudu diedum utawa dijereng. Tujuanne dijereng kuwi supaya kabeh kumanan gawean , merga gawean kuwi sejatine kunci anggone Gusti mbabar berkah. Yen gelem berkahe  ya kudu gelem gaweane, aja mung gelem nampa kresek irenge ning wegah mangkat kendurenne.

“Jo, aku ngko nitip ulem kuwi ya, jare meh nyang Mbrengkut?”, Lik Ndoleng  semanta karo Dalijo.
“Yo ra popo Lik, nggere  jatah sangune seka  Lik Yono sing duwe gawe mbok kekne aku”, Dalijo semaur.
“Lhadalah, jebul kowe kuwi ya petungan bangetttt, mung dijaluk’i tulung ngono wae  njaluk  jatah”, Lik Ndoleng semaur.
“Lha sampeyan kan ya dikek’e biaya ta lik, djarum super sebungkus karo  duit  seketewu, mosok meh mbokpek sangune, njur gaweane  pasrahke aku. Njereng  gawean ya njereng sanguine ta lik..”,Dalijo ngecipris malah mulang Lik Ndoleng.
“Lik, yen ngulemi liwat Ndawung  Yu Wasti arep nunut”, Nduk I’in cluluk.
“Weh, rasah mbok gawa Jo uleme, meh tak terke dewe”, Lik Ndoleng mbengok , rasido ngakon Dalijo ngiderke ulem.

Yen gaweane dijereng, kudune berkahe ya melu dijereng, ora mung ngakon nyambut gawe ning wegah njereng berkahe..

Mbahe..

Rabu, 26 September 2018

NGENYANG


Rebo Wage 26 September 2018
BENINGE EMBUN ESUK

Yeremia 1      :4-10
Jabur 139:1-18
Lukas 9:43b-45
Dhuh Allah Ingkang Mahakwasa, kawula mboten saged wicanten, margi kawula taksih nèm” . Yer 1:6

Sing sapa wae nate lunga neng pasar, mesti kerep ngonangi para ibu kaya meh padu nalika nyang-nyangan. Kuwi kelakon nalika lagi blanja kanggo kebutuhan padinan. Nyang-nyangan kuwi mesti klakon nalika bakul lan sing tuku durung gathuk neng urusan reregan. Biasane sing adol regane luwih duwur tinimbang sing tuku, yen durung gathuk, tekano pendak sura, ramungkin klakon doltinuku kuwi mau. Kabeh isa klakon nalika sing adol ngudukne regal an sing meh tuku ngunggahne anggone ngregani.
Bab nyang-nyangan mono oramung neng nggon dodolan lan tetukon, ning ya neng babagan liyane.

Kaya sing tinulis neng Kitab Yeremia bab siji ayat 6 dina iki. Nalika Gusti kepareng nimbali Yeremia kanggo tugas istimewa, yakuwi ngengon lan ngelikne bangsa Ngisrael, Yeremia NYANG-NYANGAN utawa NGENYANG  supaya bisa endak,selak. Alesane yo jian mlebu nalar tenan, jik enom lan (jare) raisa ngomong. Sejatine alesane Yeremia kuwi mlebu nalar, ananging yen digatekne, kuwi pada wae NGREMEHAKE Gusti sing nitahne lan sing nimbali. Gusti mesti wis paham karo sapa wae sing dititahke, mulane kuwi kersa nimbali. Ananging menungsa kerep nglalekne panerten iki, rumangsane Gusti isa diapusi,mula alesane enom lan raisa ngomong, rumangsane Gusti isa dinyang sakpenak’e udele dewe (mbuh sing randuwe udel..hehe). Bareng diwelehke Fusti bab sapa sejatine dewekne (Yeremia) lan sapa sejatine Gusti, Yeremia banjur sadar lan gelem NAMPA TIMBALAN, merga yakin yen mesti dijangkepi Gusti, Yeremia wis hora ngenyang meneh.
Mulane, sapa wae kudu sadar, yen Gust iwis nimbali kuwi, mbuh lantaran apa wae, aja ditampik (nganggo A lho ya….hehe), sanggemi wae, mesti dijangkepi Gusti, yen nampik ya kudu ngerti konsekwensine..

“Lik, pikantuk undangan, njing malem jemuah,rapat panitia natal”, Nduk I’in matur karo pakne cilik Ndoleng.
“Wah, malem jemuah kui aku repot, ana pertemuan kelompok tani”, Lik Ndoleng mangsuli karo santai.
“Lha wong dudu petani kokya alesane meh kumpulan kelompok tani ta lik, jian amggonmu ngenyang undangane pasamuan kok ya jian wasis temen”, Dalijo nyaruwe karo ngudak kopi neng gelas, merga nduk I’in jik rada nesu..
“Crigis Joo, ngerti wae alesanku, sirku meh taknyang undangan iki, malah koe ngerti. Dusss..!!”, Lik Ndoleng kisinan merga diwelehke Dalijo.

Lur, yen sing nimbali Gusti dewe, lan kuwi gumantung iman, aja pisan-pisan ditampik,aja mbok nyang,aja mbok endani, bilahi sing ngenteni..


Mbahe..

Senin, 24 September 2018

PULIH


Senen Paing 24 September 2018
BENINGE EMBUN ESUK

2 Para Raja 5:1-14
Jabur 139
Lukas 9:7-9
"Mulané Naaman banjur menyang Kali Yardèn, siram ing kono lan slulup rambah kaping pitu, kaya dhawuhé Nabi Élisa. Naaman dadi waras temenan. Sarirané seger kaya wong nom" 2 Para Raja 5:14

Sing diarani pulih kuwi bali marang kahanan kaya nalika wiwitan kacipta. Tembung pulih kuwi ijik seduluran karo mulih, sing tegese bali marang omah sing dadi asale. Bab iki gampang wae digolekne gegambaran, yen ana bocah dolan, mesti mengkone kudu mulih, la nana ngomah kuwi isa nglakoni sabarang apa wae kanthi luwih bebas lan mardika. Mulane yen wis mulih kuwi racak’e bali marang kahanan sing luwih apik. Dene yen so kana sing angel mulih, kuwi merga ana pepalang,pambengan,panggoda lan liya-liyane, sing marakne durung bisa mulih lan tekan ngomah. Mulane sing diarani mulih lan pulih kuwi mesti kudu ngliwati proses.

Ana senopati kawentar ana ing crita Kitab Suci, jenenge Naaman. Sanadyan kawentar ning duwe kekurangan, yakuwi lelara budug’en sing sejene lara tur ya ngisin-isine banget. Tamba wis ora kurang-kurang ning ya meksa rung PULIH. Mula nalika ana kabar seka abdine sing seka ngisrael, yen ing daerahe ana “dukun” top markotop, sakwise ngliwati proses sing ora gampang, Naaman njur gelem marani dukun seka ngisrael kuwi. Ananging bareng tekan padepokane si dukun sing karan Elisa, babar blas ora dijopa-japu pinjale ngasu, malah dikon kungkum neng bengawan Yarde. Naaman njur esmosi, lha neng negarane akeh kali sing luwih resik tur ya apik,lha iki kok kon slulup neng bengawan Yarden sing ambune blas ora enak. Mula njur mutung meh bali neng negarane. Ana rewange sing ngerih-erih ben gelem, njr gelem. Bareng bar slulup, banjur….badalaaaaa…sehat maning sonnn..PULIH kaya sakdurunge budug’en Senopati Naaman sehat waras merga gelem NGLIWATI PROSES sing dadi kersane Gusti.

Ana pasinaon apik kaya beninge embun esuk seka crita iki. Sepisan, kersane Gusti kuwi pancen ora klebu nalar, lha wong lara gatel kok malah kon slulup neng bengawan sing ora resik. Kapindone, kanggo isa mulih lan PULIH kuwi kudu gelem ngliwati dalane kang isa diarani proses, lan kuwi kudu manut sing kagungan urip, yakuwi Gusti. Mulane yen saiki ana sing jik ngrasakne “Lara”, kaya larane Naaman, mbuh kuwi lara awak,lara pikir lan lara ati merga pengarep-arepe durung kalkon, siji sing kudu dingerteni, kudu ngliwati proses ben PULIH. Umpamane dalane proses kuwi ora tinemu nalar, aja nggresula, malah lakonono, merga kuwi dalanne mujijate Gusti, kaya lelakone Naaman.

“Nduk In, kira-kira aku isa ngalami kaya Naaman ora yo?”, Lik Ndoleng takon karo Nduk I’in.
“Lha baba pa ta lik?”, I’in mangsuli karo dondom klambine bojone.
“Yen aku mbaleni ‘kisahku’ karo Wasti, jojo gek iki jik proses”, Lik Ndoleng blaka suta.
“Kuwi jenenge memaksakan kehendak lik, meksa Gusti, merga kuwi ora ana apik’e blas. Lha anak-bojomu mbok kapakne arepan?”, Dalijo karo klepas klepus ngisep Djarum supere.
“Yen kuwi ora niat nggae PULIH lik, nggae bubrah ta iya…ora MULIH ning minggat”, I’in semaur sajak muring banget.

Lur, ayo ngliwati apa wae dalaning urip kanggo PULIH’e uripe awake dewe sing kala-kala kelangan panjering urip iki. Ayo ngliwati apa wae dalaning proses kuwi ben isa PULIH..

Mbahe..

Sabtu, 22 September 2018

ajurmumur


Setu Kliwon 22 September 2018
Beninge Embun Esuk

2 Para Raja 17:5-18
Jabur 54
Lukas 9            :1-6
"Runtuhé Samaria merga Israèl wis gawé dosa ana ing ngarsané Pangéran, Allahé, sing wis ngluwari Israèl saka tangané raja Mesir, diirid metu saka tanah mau. Wong Israèl mau padha nyembah marang déwa-déwa" 2 Para Raja 17:7

Sing diarani ajur kuwi nalika barang utawa kahanan wis ora kaya bentuk asline meneh. Merga yen wis ora kaya wujud asline barang kuwi wis ora isa digunak’ake maneh, kayata gelas sing seka bekung, yen wis ajur yawis ora kena kanggo nggawe, ora ana gunane. Semono uga bab sing dudu barang, kayata pengarep-arep, sing diarani ajur kuwi ya nalika pengarep-arepe wis ora mungkin diwujudke meneh. Kuwi kabeh sing diarani ajur. Dene yen tembung ajur kuwi dibangetke, njur ditambahi tembung saklingga , yakui mumur, mula njur ana sebutan ajurmumur, sing tegese ajur banget. Dadi ajurmumur kuwi kahanan sing wis meh ora ana gunane.

Nalika bangsa ngisrael mbalela karo Gusti, jan-jane Gusti ora langsung nesu njur ngamuk ngejur-jur bangsa ngisrael kuwi. Gusti ijik ngelikne, maringi wektu supaya mertobat. Bangsa ngisrael bareng wis kepenak uripe kereb lali manembah, malah nyembah sing dudu Gusti Allah. Mirsa kahanan kaya mengkono  kuwi Gusti ngutus para utusan (nabi) kanggo ngelikne, ananging ora nate digagas pepengete Gusti kuwi, malah sansaya kemaki tur nggleleng. Mulane Gusti banjur ngutus  retune Negara Asyur, ben nggejak lan ngremuk bangsa sing mbalela kuwi. Tenan, dikandani ngeyel malah kemaki glelang-gleleng, njur Gusti dewe sing tandang gawe, ajurrmumur bangsa ngisrael kuwi.

Kadagkala, awake dewe kerep nglakoni apa kang dilakoni bangsa ngisrael kuwi, MBALELA. Rumangsa pinter, rumangsa isa,rumangsa kuat, rumangsa wani lan sakpiturute. Nalika dielikne malah nggecak lan nggething sing ngelikne,bareng nemoni rekasa,remuk lan ajur mumur, banjur sadar ananging sok wis kasep,telat. Dielikne yen kleru, ngeyel, dielikne kon ngaBEKTI ya ranggagas, dielikne kon nampa timbalan peladosan, malah semune ngece Gusti yen randuwe wektu, kamangka yen mincing po WAnan wektune turah-turah, bareng dislenthik Gusti njur sambat gero-gero, kuwi kabeh nate klakon neng uripe wong jaman saiki (klebu sing maca tulisan iki), mula sakdurunge ajurmumur, yen dielikne ya ndang sadar..

“Lik, kok HP ora aktif ta, tak esemes,wea,lan telpun hora nyambung?”, Nduk I’in takon nyang pakne cilik Ndoleng,ananging  Lik Ndoleng mung klepas-klepus meneng wae.
“HPne paklik ajurmumur In, wingi dibanting mbok cilik, wong kon nyrumbat kambil malah dolanan HP wae”, Dalijo mangsuli, sajak ngerti.
“Crigis Jo, dibanting merga aku ranyrumbat kambil yoo, kuwi aku lagi maca berita, mikire mbokmu cilik aku WAnan karo Wasti”, Ujug-ujug  Lik Ndoleng mangsuli.
“Lha kan wis takelikne ta lik, aja WAnan karo Yu Wasti, mengko malah klora-kleru”, Dalijo njawab karo sumeh.
“Sing Wanan karo wasti wae sapa, aku kuwi maca berita. Cen wong wedok kuwo kerep cemburu buta!!Mung nuruti rasa, kabeh digebyah uyah, iki sing marakne ajurmumur, mbok komunikasi sik,ora ujug-ujug ngamuk”, Lik Ndoleng malah genti ngamuk ngaruara..

Sing pokok lur, yen dielekna, ndang pada sadara, ben aja ajurmumur…

Mbahe..


Jumat, 21 September 2018

BROBAT


JEMUAH WAGE 21 SEPTEMBER 2018
BENINGE EMBUN ESUK


1 Raja-Raja 22          :24-40
Mazmur  54
Matius  9                    :9-13
Gusti Yésus mireng pitakonan mau, nuli ngandika: “Wong sing waras ora butuh dhokter. Sing butuh dhokter kuwi wong sing lara.”Matheus 9:12

Tembung brobat kuwi tegese tumindak kanggo nggolek kesarasan. Tembung iki popular neng ndesa, kanggo nyebut sapa wae sing lumaku menyang mantra,dokter utawa puskesmas kanggo mara tamba,utawa nggolek obat. Lelara apa wae mesti isa waras menawa wis nglakoni apa sing diarani brobat kuwi. Sing ngupaya brobat kuwi mesti sing lara, paling ora rumangsa lara utawa ora sehat. bab iki sing pokok bab RUMANGSA, merga mbok’a lara ananging yen ora rumangsa lara, mokal yen arep brobat, uga mokalisa diobati sanadyan mara tamba utawa brobat nalika ora lelara neng awak’e.

Wacan Kitab Suci ing dina iki, jemuah wage 21 september 2018 saka Injil Matius 9 ayat 9-13, nyritakne bab BROBAT kuwi. Nalika Gusti mirsa Matius si tukang pajek, njur ditimbali, njur uga mampir, kuwi ndadekne wong parisi mrekatak utawa nesu. Merga tumrap wong parisi, tukang pajek kuwi klebu golongane wong dosa lan Gusti Yesus kuwi nabi suci. Mulane nalika Gusti Yesus nimbali Matius si tukang pajek,njur disemprit, pomeneh nalika Gusti malah mampir lan dahar bareng wong akeh, balane Matius. Nalika ditakoni wong parisi, Gusti wangsulan yen sing butuh obat kuwi sing lara, yen ora lara  ora butuh obat. Wangsulane Gusti jian sareh tenan, sanadyan ditakoni karo emosi.
Saka crita ing Injil Matius kuwi, akeh pasinaon sing isa dijupuk. Sepisan, bab sapa sing butuh obat. Mung wong lara sing butuh obat, mula kudu brobat. Kaping loro bab rumangsa, lha mbok lara’a kaya ngapa ananging yen ora rumangsa yen lara, mula angel ngobatine, dene kaping telune ora isin. Lara karo isin kuwi rekasa banget, mula bab isin mesti disingkirke. Semana uga wong dosa, nalika kerawuhan Gusti, sanadyan  disengiti wong sing rumangsa suci, yakuwi wong parisi, ananging ora peduli, sing penting sehat maneh.

“Lik, jare greja arep ana test pesikologi, arep melu ra lik?”, Dalijo takon karo Lik Ndoleng.
“Po pesikologi kuwi sing diarani kejiawaan kuwi kang Dal?”, I’in nyrobot takon karo ngudak kopine.
“Iyo, kuwi test kanggo ngertine kondisi kejiawaane uwong, yen apik ya tokne wae, yen kurang apik ya diobati”, Wangsulane Dalijo.
“Wooo, lha yen aku melu test njur ora patio sehat, brarti aku klebu kenthir ya Dal?Wegah..aku waras cah..ora kenthir”, Lik Ndoleng njawab sajak nesu.
“Lha po rumangsa kenthir ta lik?”, Dalijo njarag.
“Crigis Jo, iki lakyo merga Wasti kae..”Mak Clemong Lik Ndoleng wangsulan.

Lur, ayo pada niti priksa, awake dewe iki sehat po ora, yen sehat ya sokur, ning yen ora sehat ya ayo brobat. Yen sing ra sehat bab kapercayane, ya enggal sowane Gusti Yesus.

Kamis, 20 September 2018

PAYUNG lan PAYUNGAN


KEMIS PON 20 SEPTEMBER 2018
BENINGE EMBUN ESUK


Hakim-Hakim 6                     : 1-10
Mazmur           54      
Lukas                          8                     : 16-18
“Kowé wis padha Dakslametaké saka tangané wong Mesir lan saka bangsa-bangsa ing tanah kéné sing mungsuhi kowé. Bangsa-bangsa mau Daklungakaké saka kéné nalika kowé padha nyerang dhèwèké, sarta tanahé Dakparingaké marang kowé.” Para Hakim 6:9

Saben sing maca tulisan iki mesti wis paham kabeh akro apa sing diarani payung, yakuwi piranti sing fungsine kanggu ngayomi utawa nglindungi saka panas lan udan. Dene tegese payungan yakuwi nindakke ayahan lumantar Payung kanggo ngayomi saka kahanan sing ana. Kahanan kuwi isa merga panas lan uga merga udan. Yen kala mangsane udan, sapa sing payungan mesti aman seka banyuning udan, paling ora luwih aman tinimbang ora payungan. Semono uga  yen ngepasi panas, sing payungan mesti luwih aman tinimbang sing ora payungan.

Wacan Kitab Suci dina iki, kemis pon tanggal 20 september 2018, khusus wacan seka Perjanjian Lawas, nyritak’ake lelakone bangsa Israel. Lha lelakon pa ta? Lelakon sing uripe wis diayomi lan ditulungi dening Gusti. Diayomi kuwi yang manut karo tema renungan dina iki ya pada karo dipayungi. Gusti peiyambak sing janji yen panjenengane sing dadi PAYUNG lan isa kanggo PAYUNGAN wong-wong ngisrael. Ananging amarga mbandhel, mbalela lan ngeyel, sanadyan wis “ngango payung” nin ijik seneng polah. Ya amrga polah lan ora manut kuwi mau sing ndadekne uripe wong ngisrael tinempuh ing bebaya kang akeh. Bareng wis rumangsa ora bisa ngatasi bebaya sing dirasakne, lagi wong ngisrael sambat karo Gusti. Sanadyan mbalelane ora njamak kaya’a ngapa, ananging merga tresnane Gusti kuwi jian pol tenan, mula nalika sambat ya ditulungi, samabt “kudanan lan kepanasen” ya dipayungi maneh.

Menungsa kuwi racak’e meh kaya wong ngisrael neng  kitab para Hakim 6 kuwi. Seneng polah, bareng ngrasakne rekasa njur sambat gero-gero karo Gusti. Menungsa nalika rekasa lali yen sejatine wis nduwe payung sing apik tenan lan payung kuwi tansah isa dingo payungan kapan wae, ora mungkin nampik. Saiki gari gumantung karo sapa wae sing maca tulisan iki, meh setya nggunakake PAYUNG kanggo PAYUNGAN apa arep tetep penthalitan, kuwi bali menyang sapa wae sing maca tulisan iki.

“In, paklik ngandi?”, Dalijo takon karo dulure wedok sing ayune ngromyong kuwi.
“Jik neng kamar kang, bar diamuk mbok cilik, merga kurang gawean njarag Suminten, anake sing nduwe tobongan”, Wangsulane Nduk I’in sinambi dolanan HP.
“Cen paklik kuwi angele ngeram dikandani, wis DIPAYUNGI nenikahan lan wis nduwe buntut 2 kokya ijik ngeyele poll..”, Dalijo mangsuli.
“Lhaiyo kang, paribasan payung, nenikahane karo bulik kuwi pora ya payung kanggo brayate paklik, ananging ora tahu manut, mula saiki rekasa diamuk bulik”, Iin njawab.
“Iyo In, payunge kuwi ya nenikahan lan Katresnan, yen mbedal seka kuwi, mesti sengsara”, Dalijo mangsuli karo nglepus..

Lur, yen wis duwe payung, ya ayo nggo payungan, aja sempulitan, ngko malah kudanan po kepanasen..

Mbahe..



Rabu, 19 September 2018

DONG


REBO PAHING 19 SEPTEMBER 2018
BENINGE EMBUN ESUK

Yesaya 10                 :12-20
Mazmur 119              :169-176
Lukas 8                      : 4-15
“Para sekabat nuli padha nyuwun pirsa marang Gusti Yésus bab tegesé pasemon mau.
Pangandikané: “Wewadiné Kratoné Allah kuwi mung diblakakaké marang kowé. Déné wong-wong liya mung Dakwulang srana pasemon, supaya senajan padha ndeleng, ora weruh, lan senajan padha krungu ora ngerti.”Lukas 4:9-10

Tembung “Dong” kuwi tegese paham utawa ngerti sing luwih jelas. Tembung dong kuwi ora kabeh “aksen” basa jawa migunak’ake, ananging kabeh ngerti tegese tembung dong kuwi. Merga tegese dong kuwi ngerti utawa paham kanti luwih jelas, mula njur ana istilah DDR, kuwi kanggo wong sing angel paham. Dene  DDR kuwi singkatan seka Daya Dong Rendah, yen sing maca tulisan iki mesam-mesem merga rumangsa de de er, ya sumangga wae, anggere kuwi ditampa kanti gumolonging manah lho ya..Bali neng tembung Dong . Ora gampang wong kuwi isa “dong” marang apa wae, ana sing cepet, anasing rada cepet la nana sing rendhet,kuwi kasunyatan. Kabeh kuwi ya titahe Gusti, sing cepet dong ya aja maido sing ora cepet, dene sing ora cepet dong ya aja gampang mutungan, kudu tansah gathuk lan rukun.

Nalika Gusti Yesus ngubengi kutha-kutha sakjrone peladosane, Gusti migunakae akeh cara kanggo memulang, salah sijine nganggo pasemon utawa gegambaran. Neng Lukas 8 ayat 4-15 kuwi ya ngono, Gusti mulang nganggo gegambaran. Piwulange bab kratone  swarga, sing digambarake kaya winih sing apik. Ana sing disebar neng padasan,pinggir ndalan lan lemah sing loh. Lha jebule sanadyan wis dadi para sekabate, sing wis meh karotengah tahun gulang gulung  lan runtang-runtung karo Gusti,para sekabate kuwi durung DONG karo piwulange Gusti. Pora yo jian kojur tenan yen ngene iki. Yen aku dadi sing mulang, mesti wis takamuk, paling ora tak bully neng medsos, merga angel dong’e. 

Rumangsa durung DONG, para sekabate Gusti njur takon marang Gusti. Iki sing dadi kersane Gusti, isa ngrumangsani yen cen durung DONG, ora rumangsa wis Dong. Gusti ngersakne kabeh JUJUR, klebu yen durung DONG. Orasah kemaki, sok-sok’an wis dong jebule blass rangerti apa-apa.Kadankala, para siswane Gusti ing jaman saiki kuwi okeh kemakine, rumangsa isin yen diarani ora dong, mula sanadyan ora ngerti blas, ngaku yen wis paham, ananging bareng kon nindakne, bingung..Mungkin sing maca tulisan iki ya ana wae sing sok rumangsa wis dong, ning rangerti apa-apa..hehe

“Lik, kotbahe dek minggu wingi kae jian nyemes aku tenan” NdukI’in sinambi ndondomi kaose bojone cluluk nalika sore kuwi santai neng teras.
“Cen iyo kok nduk”, Lik Ndoleng mangsuli sinambi klepas-klepus, sajak jik eling tenan.
“Kok cen iyo kuwi, baba pa ta jan-janne lik?”, Dalijo takon, karo nglinthing udud,sajak kenthekan rokok merga tiga dawa lan ya tanggal tuwa.
“weh, lha pra bab ratu Wasti sing nylametke bangsa ngisrael kae ta Jo?”, Wangsulane Lik Ndoleng
“Lhaaa rak tenan tooo, ora ngerti, durung dong ning kok kemaki rumangsa wis paham. Kotbahe bab nyingkur kekarepan lik, ora bab ratu Wasti. Mbok ya gek mop on ta lik, elingmu kok mung Yu Wastiii wae”, Dalijo nggrenengi bapakne cilik.

Lur, ayo urip kanthi ujur, yen samubarang durung dong ya ngaku wae, njur takon, rasah kemaki rumangsa dong, ning jebule blasss rangerti..


Mbahe..

FIKSI Di Malam PASKAH