Jumat, 10 April 2015

Belajar Mengenang Sejarah Leluhur...

Pada Sebuah Nisan
Tak aku mengerti, mengapa idul fitri tahun ini terasa agak berbeda dari yang telah kulewati. San aku sendiri sulit mengeja apa yang membuatnya menjadi berbeda. Hanya saja,sesuatu yang selama ini takjua kuanggap penting dan “ada” ternyata justru yang datang menyapa. Berjumpa dengan Almarhum ibu (simbok) dalam ebuah mimpi. Mugkin benar, ini hanyalah buah tidur, karena memang aku sangat suka sekali tidur, meski sudah hamper 38 tahun namun belum juga aku bisan. Mungkin juga Karen aku tiba-tiba terkenang akan sosok beliau yang sudah mendahului berpulang sekitar 8 tahun yang lalu. Aku tak paham mengapa ini datang saat menjelang idul fitri dan yang lebih (agak) aneh algi adalah, Si Mimpi itu menjumpaiku selam tiga kali berturut-turut dan sellau menjelang dini hari. Akhh,,bodo amat,,,Pusing mikirin hal yang seperti ini.
Aku akhirnya kembali ke desa yang menjadi tempat pertama kali aku menghirup udara kotor dunia ini. Hamper empat jam perjalanan yang meski kutempuh. Istriku, dalam keadaan teller berat karena “sesuatu hal” merencanakan menginap di rumah salah seorang saudara karena sulit tidur di lantai, maklumlah rumah  peninggalan orangtua (bapak bersama kami) hanya dijagai oleh mbokde yang juga berusia renta dan sendiri sehingga takcukup kuat untuk menjaga seluruh ruangan maka tinggalah rumah yang takcukup tepat untuk istirahat mendadak. Namun rencana itu berantakan setelah ada kabar bahwa di rumah saudara itu sedang terjadi pembantaian seekor kambing tanpa tanduk, dan istriku  berkata tak cukup kuat untuk menghirup aroma daging kambing tak bertanduk itu. Malam kami lalui dengan berbeda kesibukan, aku setelah membereskan tempat serta menyiapkanya kemudian mengantarkan dua anakku pergi ke mimpi mereka masing-masing, setelah itu barulah menyentuh tuts laptop sebagai bagian dari jiwaku. Istriku, langsung tidur.
Pagi itu kami bersepakat dengan saudara  hendak ke makam sekitar pukul 09.00 WIB, dengan asumsi tidak terlalu pagi namun juga belumlah terlalu siang sehingga sengatan sinar surya takbegitu terasa menyengat kulit. Namun karena beberapa hal, meski kami pamit sekitar pukul 08.45 namun kami baru bisa sampai di makam sekitar pukul 10.15 menit dan itupun sendiri-sendiri.
Kami sampai ke makam, aku dengan dua ankku karena istriku tidak akan kuat menitip jalan setapak menuju makam,bersama dengan alah seorang saudara sampai di makam dan berjumpa denga adik kandungku dengan istri dan anaknya.  Kami bergegas meniju nisan ibu,dengan diikuti anak-anak kami meski anakku yang nomer dua aku gendong selalu. Sambil kugendong aku berbisik. “Nduk, di nisan itu mbah mimi tinggal,mbah tidur ,,,”. Spontan anakku memandang kea rah pusara dan nisan. Kulihat ada tatapan rindu dalam Tanya, tatapan polos kerinduan seorang anak,merindukan sosok mbah yang selalu kubisikkan kisah dan sosoknya.
Sesampai di nisan, bertiga anak-anak itu aku suruh duduk di nisan mbahnya. Aku ambil gambarnya. Ada sekilat rasa haru menaungiku. Mengajakku kembali berandai. Seandainya  mbah anak-anak ini ada, betapa mereka akan selalu digendong saat kedatangannya dalam waktu-waktu yang tersedia. Kembali kukatan ke anak perenpuanku,” dik,,coba panggil mbah mimi..!”. dalam tatapan kerinduan kanak-kanak, sebuah kata tak lengkap meluncur dari mulut mungilnya,”Mbah mimi,,,,” akhh,,dunia ini.
Batu Nisan itu masih seperti 7 tahun yang lalu. Kusam, karena memang aku takkuat membeli pualam untuk nisan ibu. Namun,sewaktu aku mengunjungi dan melihat nisan itu, kilatan-kilatan kenangan akan almarhum ibu selalu hadir. Dan saat aku di tempat itu dan bersama ketiga cucu almarhum,kurasakan beliau hadir bersama meski tak terpandang mata telanjang ini. Kulihat anak perempuanku terpukau,seolah  melihat sesosok wujud yang takkulihat. Aku tak mengerti apa yang sedang ia lihat,namun saat kudengar ia berguman lirih,,”mbah….mi…” kumeyakini, mata batin bocah  2 tahun itu sedang menangkap sesuatu, entah apa atau siapa, yang kuyakini ia sedang berjumpa dengan sosok yag secara mata telanjang belum pernah ia jumpai.
Pada nisan ini,kucoba ceritakan sebuah kisah masa lalu. Kisah tentang sejarah kami dengan sosok yang dulu ditanam di bawah nisan ini kepada anak-anak itu. Mungkin mereka belum paham, karena memang mereka masih kanak-kanak. Namun,aku merasa perlu untuk mengisahkan kisah tentang mbah mereka. Tentang cinta,perjuangan,pengorbanan. Tentang kegagalan dan juga keberhasilan. Tentang suka dan juga duka. Tentang siapa mereka dan siapa sejarah mereka. Sederhana memang, namun dengan abut nisan ini, aku merasa terbantu untuk bercerita. Tertolong untuk mengurai kisah masa yang telah terlalui,tentang jejak-jejak kehidupan yang berliku dan penuh romantika.
Pada Batu Nisan ini,kuhela harapku untuk anak-anakku,supaya mereka takkehilangan jejak sejarah persaudaraan dan juga jejak sejarah leluhur mereka. Pada batu Nisan ini, aku bisa belajar banyak betapa pentingnya menjaga sejarah. 
Pada Sebuah Batu Nisan, kuukir kisahku hari itu untuk digores dalam bukiu sejarahku. Mungkin anak-anakku nanti lupa atau melupakannya,tu tidak mengapa, yang pasti, aku sebagai orang tua mereka telah mencoba untuk mengenalkan mereka akan  leluhur yang telah lebih dahulu berpulang.www.cintasemesta.org...http://ppsetyasemesta.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH