Kamis, 10 November 2016

TENTANG PEREMPUAN ITU



Seekor burung pipit terbang dan hinggap di pohon, sementara seorang  perempuan muda itu terlihat membersihkan halaman, dan senyumannya senantiasa ia perlihatkan kepada siapapun dan dalam keadaan apapun. 
Perempuan itu masih muda,belumlah genap 25 tahun. Menurut kabar yang santer bergulir, dia sedang hamil meski belumlah menikah.  Calon suaminya, dari desa tetangga,meski masih satu klan dengan perempuan muda itu. Menurut kabar yang beredar, tunangannya, yang sekarang menjadi suaminya berkerja sebagai  pembuat segala perkakas dari bahan kayu. Itu sekelumit kisah tentang suami perempuan itu.

Kehamilannya memang menjadi kasak-kusuk di desa, tempat perempuan itu tinggal. Orangtuanya,saudara-saudaranya juga katanya terpukul dengan berita itu. Perempuan itu setahuku, juga baru saja pulang dari sebuah tempat yang jauh. Kata saudaranya, dia sedang mengunjungi  kerabatnya di desa atas, di lereng pegunungan,yang katanya juga sedang hamil. Meski sudah ada keterangan dari kalangan kerabatnya, namun gossip bahwa perempuan itu diungsikan tidak bisa dihentikan di desa tempat perempuan itu tinggal

Yang membuat banyak orang kagum dengan sikap perempuan muda, yang sedang hamil,meski sebelumnya belum menikah, adalah ketegaran hatinya. Perempuan itu,meski terkadang nampak sebuah beban di wajah ranum beningnya, namun selalu berusaha tegar dan ia bisa. Tegar menghadapi rasa malu, rasa bersalah, rasa melanggar adat,mempermalukan orang tua dan segenap kerabat. 

Pernah suatu waktu, ada yang berani atau lebih tepatnya memberanikan diri bertanya kepada perempuan itu, saat sore,usai menyirami kebun kecil disamping rumah perempuan itu. Orang yang memberanikan diri itu bertanya, bagaimana keadaan dan kondisinya, dan perempuan itu memberi jawab yang membuat banyak orang takjub.

“Saya hanyalah ciptaan, hanyalah TITAH, yang mesti tunduk kepada Sang Pencipta. Dalam kepercayaan yang aku dekap, dan dalam bisikan batin kepadaku, aku meyakini  bahwa semua ini adalah rencanaNya, sehingga aku mesti menerima dan menjalaninya dengan setia. Jujur, sangat berat, berat sekali. Sebagai manusia yang penuh keterbatasan, apalagi aku perempuan, awalnya aku merasa tidak sanggup. Namun suara dalam nuraniku mengatakan bahwa diantara ketidaksanggupanmku itulah DIA Sang Hidup yang sejati, akan memberi kesanggupan”
Demikian selalu perempuan itu becerita, saat ada yang menanya.

Perut perempuan itu semakin membesar, mungkin sudah 7 bulan bayi itu berdiam dalam kandungan perempuan pendiam namun sangat ramah itu. Meski perutnya semakin membuncit, namun perempuan itu tetap rajin dan setia bekerja. Setiap pagi selalu ke sumur,pagi-pagi sekali, saat orang-orang belum sampai. Saat siang,selalu menata ruangan,terkadang kudengar mesin tenun dari bilik rumah orangtuanya, di pojok sebelah barat, yang dekat dengan jalan menuju kebun anggur. Saat sore, dia rajin menyirami taman bunga sederhana di depan dan samping rumahnya. Perempuan itu memang perempuan istimewa.

Suaminya, setahuku jarang ada di rumah saat siang. Mungkin bekerja di tempat orangtuanya di kampung sebelah. Suaminya juga seorang pendiam,namun sangat ramah dan rajin bekerja. Laki-laki muda yang sederhana, tidaklah berbadan tegap dan perkasa,namun semangat bekerjanya luar biasa, tanggungjawabnya luar biasa. Dulu, kata orang-orang, dia hendak meninggalkan perempuan itu, membatalkan pertunangan mereka, dan dalam tradisi kami, itu adalah jalan terbaik untuk mereka berdua. Namun entah mengapa, tiba-tiba saja, lelaki itu membatlkan  rencananya, malah dia menikahi perempuan itu.  Menurut kabar burung yang beredar, dia dibisiki oleh batinnya yang paling dalam, dilarang meninggalkan perempuan yang menjadi tunagnnya, meski tidak mengandung dengannya. Dan lelaki  itu menuruti dengan setia dan taat.

Saat pagi, sebelum berangkat bekerja, sering terlihat lelaki itu menemani istrinya mengambil air di sumur ujung kampung mereka. Mereka berjalan beriringan dan kadang nampak ada senyum diantara mereka,meski bukan tertawa, namun cukuplah menjadi isyarat, bahwa mereka harmoni. 

Suatu ketika, aku mencoba mengintip percakapan mereka, saat mereka sedang bercenkrama di rumah mereka, saat senja telah menutup usianya…
(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH