Seekor burung pipit terbang dan hinggap di pohon, sementara seorang perempuan muda itu terlihat membersihkan halaman, dan
senyumannya senantiasa ia perlihatkan kepada siapapun dan dalam keadaan apapun.
Perempuan itu masih muda,belumlah genap 25 tahun. Menurut kabar yang santer bergulir, dia
sedang hamil meski belumlah menikah. Calon
suaminya, dari desa tetangga,meski masih satu klan dengan perempuan muda itu. Menurut
kabar yang beredar, tunangannya, yang sekarang menjadi suaminya berkerja
sebagai pembuat segala perkakas dari
bahan kayu. Itu sekelumit kisah tentang suami perempuan itu.
Kehamilannya memang menjadi kasak-kusuk di desa, tempat
perempuan itu tinggal. Orangtuanya,saudara-saudaranya juga katanya terpukul
dengan berita itu. Perempuan itu setahuku, juga baru saja pulang dari sebuah
tempat yang jauh. Kata saudaranya, dia sedang mengunjungi kerabatnya di desa atas, di lereng
pegunungan,yang katanya juga sedang hamil. Meski sudah ada keterangan dari
kalangan kerabatnya, namun gossip bahwa perempuan itu diungsikan tidak bisa
dihentikan di desa tempat perempuan itu tinggal
Yang membuat banyak orang kagum dengan sikap perempuan
muda, yang sedang hamil,meski sebelumnya belum menikah, adalah ketegaran
hatinya. Perempuan itu,meski terkadang nampak sebuah beban di wajah ranum
beningnya, namun selalu berusaha tegar dan ia bisa. Tegar menghadapi rasa malu,
rasa bersalah, rasa melanggar adat,mempermalukan orang tua dan segenap kerabat.
Pernah suatu waktu, ada yang berani atau lebih tepatnya memberanikan diri
bertanya kepada perempuan itu, saat sore,usai menyirami kebun kecil disamping
rumah perempuan itu. Orang yang memberanikan diri itu bertanya, bagaimana keadaan dan kondisinya, dan perempuan
itu memberi jawab yang membuat banyak orang takjub.
“Saya hanyalah ciptaan, hanyalah TITAH, yang mesti tunduk
kepada Sang Pencipta. Dalam kepercayaan yang aku dekap, dan dalam bisikan batin
kepadaku, aku meyakini bahwa semua ini
adalah rencanaNya, sehingga aku mesti menerima dan menjalaninya dengan setia.
Jujur, sangat berat, berat sekali. Sebagai manusia yang penuh keterbatasan, apalagi
aku perempuan, awalnya aku merasa tidak sanggup. Namun suara dalam nuraniku
mengatakan bahwa diantara ketidaksanggupanmku itulah DIA Sang Hidup yang
sejati, akan memberi kesanggupan”.
Demikian selalu perempuan itu becerita, saat
ada yang menanya.
Perut perempuan itu semakin membesar, mungkin sudah 7
bulan bayi itu berdiam dalam kandungan perempuan pendiam namun sangat ramah
itu. Meski perutnya semakin membuncit, namun perempuan itu tetap rajin dan
setia bekerja. Setiap pagi selalu ke sumur,pagi-pagi sekali, saat orang-orang
belum sampai. Saat siang,selalu menata ruangan,terkadang kudengar mesin tenun
dari bilik rumah orangtuanya, di pojok sebelah barat, yang dekat dengan jalan
menuju kebun anggur. Saat sore, dia rajin menyirami taman bunga sederhana di
depan dan samping rumahnya. Perempuan itu memang perempuan istimewa.
Suaminya, setahuku jarang ada di rumah saat siang. Mungkin
bekerja di tempat orangtuanya di kampung sebelah. Suaminya juga seorang
pendiam,namun sangat ramah dan rajin bekerja. Laki-laki muda yang sederhana,
tidaklah berbadan tegap dan perkasa,namun semangat bekerjanya luar biasa,
tanggungjawabnya luar biasa. Dulu, kata orang-orang, dia hendak meninggalkan
perempuan itu, membatalkan pertunangan mereka, dan dalam tradisi kami, itu
adalah jalan terbaik untuk mereka berdua. Namun entah mengapa, tiba-tiba saja,
lelaki itu membatlkan rencananya, malah
dia menikahi perempuan itu. Menurut kabar
burung yang beredar, dia dibisiki oleh batinnya yang paling dalam, dilarang
meninggalkan perempuan yang menjadi tunagnnya, meski tidak mengandung
dengannya. Dan lelaki itu menuruti
dengan setia dan taat.
Saat pagi, sebelum berangkat bekerja, sering terlihat
lelaki itu menemani istrinya mengambil air di sumur ujung kampung mereka. Mereka
berjalan beriringan dan kadang nampak ada senyum diantara mereka,meski bukan tertawa,
namun cukuplah menjadi isyarat, bahwa mereka harmoni.
Suatu ketika, aku mencoba
mengintip percakapan mereka, saat mereka sedang bercenkrama di rumah mereka,
saat senja telah menutup usianya…
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar