Jumat, 25 November 2016

RELASI YANG SEJATI



Leguhan kerbau pagi ini mendadak mampir di gendang telingaku. Segera kuberanjak,mengucap syukur dan kemudian membuka pintu. Keluar, menikmati segarnya udara pagi. Kelihat jalan depan tempat tinggalku, tiga ekor kerbau sedang konvoi menuju arah barat dusun kami, di belakangnya sang pemilik. 
Dengan langkah santai namun pasti, rombongan pekerja keras itu menuju sawah yang hendak dikerjakannya. Tertarik dengan yang terjadi, kuikuti mereka,pelan agar tidak mengagetkan kerbau-kerbau itu.

“Pak, badhe nggarap sabin pundi?”, Sapaku kepada bapak yang menggiring kerbau-kerbau itu.
“O..ngriku mas, kilen lepen. Pun wunga ta? Taksih atis lho mas…”, Jawab Bapak setengah baya itu.
“Sampun pak, wau miring swanten mahesa lajen kula gragapan tangi”, Jawab saya dan kamipun bercakap sembari berjalan menuju sawah yang akan menjadi pekerjaan bapak dan kerbaunya hari itu.

Pagi ini aku melihat semangat kerja yang laur biasa dari bapak dan krbau-kerbaunya. Aku juga melihat keintiman bapak itu dengan kerbau-kerbaunya, seolah mengerti kehendak sang pemilik. Dan aku tahu dari percakapan sepanjang jalan tadi, betapa bapak itu menempatkan kerbau-kerbau itu bukan sebagai pekerja,hewan tanpa makna. Namun bapak itu menempatkannya sebagai sahabat,sebagai rekan kerja yang dengannya pekerjaan apapun bisa diselelsaikan. Karena menempatkannya sebagai sahabat, maka ia selalu memulai menyapa,memahami,mengerti dan mencoba terus menyapa dalam segala kesempatan berjumpa,selalu meluangkan waktu barang 20 menit untuk menyapa kerbau-kerbaunya itu.

Dari bapak tani yang sederhana ini, aku belajar bahwa relasi akan baik jika dimulai dengan selalu menghargai. Ingat, dimulai dari selalu menghargai. Bapak tani itu tidak langsung bisa beharap dalam sekali kontak akan mampu berkomunikasi dengan baik dan akrab dengan kerbau-kerbaunya, namun melalui proses panjang dan melelahkan. Namun manakala proses itu bisa terlewati, maka yang bisa disaksikan adalah bagaimana keindahan itu terpampang dengan nyata.

Terkadang, membangun relasi dengan sesame manusia jauh lebih sulit dan rumit daripada denganhewan,juga kerbau seperti kisahku pagi ini. Manusia sudah bukan lagi makluk yang penuh ketulusan,manusia adalah makluk yang selalu ingin meguasai. Oleh karena itu,relasi antar manusia sering saling menyakiti karena ambisi. Dan saya yakin, manusia tidak akan mau dikatakan kalah dari kerbau terkait persoalan membangun relasi,oleh karena itu,wahai manusia (yangmembaca tulisan ini), sadarlah, tepiskanlah ambisi pribadi dalam membangun relasi.

Belajarlah dari kesederhanaan Pak Tani dan kerbau-kerbaunya. Belajarlah membangun komunikasi dengan saling memberi supaya bermakna untuk kehidupan seperti pak tani dan kerbau-kerbaunya, yang membajak sawah dan menjadi siap ditanami padi. Kemudian padi menghasilkan gabah dan mungkin juga saudara yang membaca tulisan ini makan nasi dari padi dan beras yang ditanam bapak dan kerbaunya yang aku jumpai pagi ini..

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH