Minggu, 20 November 2016

SENGKUNI HIDUP LAGI



Dalijo sedang bersantai di suatu siang, di gubug pinggir sawahnya. Sembari menikmati the hangat yang ia buat sendiri di gubug itu dan juga rokok Jarum super andalannya,Dalijo menikmati semilir angina yang sungguh sangat segar. Lambaian dedaunan semakin  menambah nyaman suasana pegunungan dan persawahan. Gemerisik air dan berisik dedauna padi dipermainkan angina menambah teduh suasana. Dan Dalijopun terhanyut dalam kantuk..
“Hai…kamu siapa,kok dandananmu berbeda dengan semua orang di bangsa ini?”, Tanya seorang tokoh, nampaknya pejabat sebuah kerajaan kuno. Dalijo sangat kaget,meski juga semakin bingung.
“Saya, saya Dalijo. Dari wonogiri..”, Jawab Dalijo.
“Weladalah..ini ikut kerajaan mana Hai Dalijo..ikut raja siapa?Ini kamu sedang di Astina, kami penghuni kerajaan Astina..” Bentak tokoh itu, nampaknya seorang Aptih di kerajaan itu.
Dalijo terdiam,kemudian,setelah diberi beberapa petunjuk,Dalijo diajak seseorang, berpakaian Resi,menuju sebah padepokan. Sebuah pedesaan,di pedalaman sebuah perbukitan. Kata  resi itu, pedesaan itu namanya Mundu, sebab banya buah mundu di sekitar dusun dan hutan.
“Ki Sana Dalijo, silakan ngaso,nanti kalau sudah tidka bingun dan sudah bisa tenang, kita ngobrol lagi”, Lanjut Sang Resi mempersilakan Dalijo istirahat. Dan Dalijopun istirahat. Di sebuah bilik yang sederhana,bilik mambu,namun nuansa tentram ada di balik bilik sederhana itu. Dari jendela yang juga sederhana itu, Dalijo melihat hutan pinus dan jati,rimbun penuh pesona. Dan tanpa instirahatpun Dalijo merasa segar kembali.
“Ki Sanak Dalijo, silakan minum kopi. Dan ini ada telo goring,lumayan untuk mengganjal laparmu”, Sapa Sang Resi. Dalijo segera mendekat dan duduk di lincak. Suasananya sungguh sangat menyenangkan, ada keindahan tiada terbahasakan yang di rasakan Dalijo. Ada suka luar biasa yang Daljio rasakan. Mereka hanyut dalam diam..
“Sang Resi, ini kok daerahnya enak banget ya?Ini sungguh beda dengan daerah saya”, Dalijo membuka percakapan.
“Iya, Ki Sanak..ini daerah yang sangat menyenangkan. Nama dusun ini Mundu. Kami hidup bersama dengan sederhana..” Jawab Sang Resi.
Kemudian , dengan tiba-tiba, Dalijo teringat dengan orang yang membentak-bentaknya saat dia merasa memasuki sebuah daerah yang baru. Dan Dalijo segera bertanya kepada Sang Resi.
“Sang Resi, tadi siapa yang membentak-bentak saya di dekat bangunan yang mirip keratin?”, Tanya Dalijo.
Sang Resi tersenyum, menghisap cerutu buatan tangannya sendiri. Kemudian sembari membenarkan tempat duduknya, Sang Resi berbicara.
“Dia Ki Patih Sengkuni. Patih di kerajaan ini. Dia sangat cerdas dengan akalnya, namun kecerdasan itu dia pakai untuk menguntungkan dirinya dan kelompoknya. Aku di sini karena diusir dia karena aku mengingatkan Raja yang sudah melupakan rakyatnya. Aku hanya mengingatkan akan kesalahan raja, namun akibatnya menjadi demikian. Tapi aku malah senang saat terusir seperti ini”, Jawab Sang Resi.
Dalijo tertegun,apa yang terjadi persis yang terjadi di negaranya. Dalam batin dia menginginkan negaranya seteduh desa atau dusun itu.
“Ki Sanak, aku tahu yang terjadi di negaramu. Ada banyak orang-orang berwatak seperti Patih Sengkuni di kerajaan ini.licik da hanya mau menang sendiri. Bahkan, mantan pemimpinmu itu, sangat berwatak Sengkuni daripada Ki Patih Sengkuni sendiri. Liciknya,jahat dan serakahnya, dia sembunyikan dalam kesantunannya yang membius banyak warga negaramu”, ungkap Sang Resi. Dalijo kaget bukan kepalang, Sang Resi paham dengan yang terjadi dengan negaranya.
“Mengapa kamu bingung Ki Sanak?”, Sapa Sang Resi?

Dalijo diam…
Bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH