Setelah semalaman mengikuti berita, tentang ngamuknya orang-orang yang keinginannya tidak terpenuhi, daripada sumpek,maka pergi ke pulau kapuk menjadi pilihan terbaiku. Tidurr… biar esoknya segar kembali, itu doa dan harapku. Dan benar, pagi sekitar jam 03. 50 bangun, bersyukur kepada Sang Pemberi Hidup, menuju luar rumah.
Udara dingin menyambut keluarku dari
tempat tinggal yang bukan rumahku sendiri, meski aku bisa menempatinya selama
aku menerima Panggilan Hidup ini. Langkahku tidak berhenti di sekitar rumah, namun entah
mengapa, kaki ini mendorong raga menuju persawahan dan sekitarnya, meski dingin
tetap memelukku.
Kuikuti keinginan kakiku dan juga hasrat jiwaku menikmati
suasana pagi. Kuikuti biar tidak ikut berdemo, sebab sedang musimnya berdemo. Karena
sepertinya manusia ini juga seperti hewan juga, punya siklus kehidupan. Jika hewan
saat siklusnya kawin, ya semua ikut kawin,tidak peduli pasangan siapa… Demo
kemarin sepertinya juga seperti itu, bahkan ang demo ada unsur wakil rakyat
juga. Dalam perjalanan ini juga, dalam pagi ini,sempat tergulir Tanya untuk
negeri tercinta, Jika sistemnya Negara perwakilan, mengapa tidak mempercayakan
kepada wakil rakyat,atau wakil rakyatnya sudah impoten semua?Akhh…embuhlah..
Kakiku mengantarkanku sampai kie sebuah sungai di ujung
desa. Gemericik airnya menyanyikan Simfoni purbakala tentang indahnya semesta. Masih
gelap,sehingga bening air tak bisa aku lihat. Aku duduk, membenamkan kakiku
dialiran sungai,duduk diantara bebatuan sungai gunung yang elok menyenangkan. Ada
suara damai dinyanyikan aliran air sungai itu, nyanyian hati alam semesta. Perlahan
terang mulai menampakkan kekuasaannya dan itu membuatku samar bisa melihat air
sungai ini. Bening, sangat bening meski kemarinseharian hujan setia mengguyur
bumi.
Hutan di atas pemukiman ini ternyata telah berkarya,
menampun air hujan, menghambat air hujan menampar tanah sehingga menjadi lembut
membuai bumi. Air hujan menjadi ramah,sehingga santun dan sopan menyusup ke
dalam ibu periwi, bersapa dengan rumput dan akar,bersua dengan hewan-hewan
kecil di dalam tanah, dan saat muncul di tanah, masih setia bening karena tidak
marah mengangkut tanah.
Dari air, pagi iniada sebuah pelajaran berharga. Dia bisa
ramah menyapa dengan beningnya yang abadi. Semua bisa terjadi,jika alampun
menerimanya dengan kehijauan,bukan dengan tanah yang merah menganga,merah menyala.
Air akanmarah jika tanah tidak menerimanya dengan ramah,maka mari kita belajar
dari air..Dia bisa merusak namun lebih suka memberi hidup dan menghidupi. Hari semakin beranjak terang, kutinggalkan sungai gunung dan air beningnya. Kembali untuk melajutkan kehidupan sesuai dengan yang kupilih...
Salam Air
Tidak ada komentar:
Posting Komentar