“Cileduk habis, Cileduk habis. Ini sampai Cileduk. Silakan bersiap untuk turun,jangan lupa barang-barang bawaan”, Kondektur Bis Malam itu memberi aba-aba yang membuat penumpang terbangun. Begitu juga dengan Dalijo, terpaksa bangun karena nyala lampu bis yang menandakan sedang berhenti. Sisa-sisa penumpang bis itu telah turun semua, tinggal Dalijo yang masih terbengong, bingung mau melakukan apa, karena memang tidak tahu babar blas Jakarta dan sekitarnya.
“Mas, tujuannya mana? Ini sudah sampai di Cileduk,
akhir perjalanan lho”, Sapa kondektur bis ramah,meski dalam ukuran ramah crew
bis AKAP.
“Anu
mas, hmmm..saya mau ke Jakarta. Kok malah sampai Cileduk, kan kemarin saya pesene tiket Jakarta mas”,
Jawab Dalijo, setengah bertanya dan juga agak tergagap, bingung karena memang tidak tahu mana yang akan dia
tuju. Dia hanya diberi pesan kawannya, Songko, bahwa kalau sudah sampai di
Jakarta atau akhir dari bis malam,harap memberi kabar. Namun Dalijo belum berkabar,karena datangnya masih dini hari.
“Wealah
mas..mas..Jakarta itu luas, ini Cileduk, ikut propinsi Banten,ayo turun,bis mau dibersihkan. Kalau mau
nunggu saudara ayo,ikut aku ke pool bis. Kita ngopi dan bisa udad-udud”,
Lanjut kondektur bis itu. Dan Dalijopun manut, ia ikuti kondektur bis itu
menuju pool yang nampaknya tidak jauh dari terminal itu.
Dalijo duduk dan memesan kopi sesampai di pool
bus, di sana sudah berkumpul banyak crew
bis dari berbagai macam PO. Mereka bercengkrama,ngobrol ngalor ngidul. Berkisah tentang penumpang, polisi,jalan dan
juga hutang, karena itulah potret jujur anak-anak negeri .
“Mas, alamat saudaramu mana?”, Tanya seorang bapak
setengah tua,yang usai membersihkan badan dan duduk dekat Dalijo. Dari perkenalannya
tadi,bapak itu namanya Sumarah, yang dalam Bahasa Jawa berarti pasrah.
“Saya tidak punya saudara pak di Jakarta ini, saya
datang ke Jakarta ini mau kerja. Saya dikabari teman saya, lewat esemes bahwa ada pekerjaan menunggu. Pekerjaannya
Cuma sehari,namun akan dibayar selama tiga hari. Kerjanya nanti pak,jumat
tanggal 4 Novemeber. Katanya sehari
dibayar 150 ribu,ongkos PP ditanggung. Makanya saya berangkat. Tadi saya sudah esemes teman saya dan nanti akan
menjemput saya jam delapan”, Jawab Dalijo polos.
“Weladalah
mas..,mas, kalau begitu sampeyan itu massa yang akan diajak demo itu. Demo
menentang Pak Ahok, Gubernur yang berhasil menata Jakarta menjadi kota yang
sangat baik, yang katanya menistakan agama. Mbok njenengan pikir ta mas, kok
agama dinistakan? Apa bisa agama dinistakan?Apakah agama tidak akan tetap baik
meski dihina,diejek,dinista? Mas, Apakah mutiara itu berubah menjadi arang jika
dilempar ke arang dan juga akan tidak berarti saat bersama arang? Yang tidak
bisa mikir itu ya yang menggerakkan demo itu,sementara yang mau digerakkan
adalah saudara-saudara kita satu bangsa yang sangat sederhana pemikirannya,yang
penting dapat uang”, Ungkap bapak Sumarah dengan mantab.
Nampaknya bapak sopir bis ini sangat cerdas,ini
yang membuat Dalijo tertarik untuk bertanya,menanyakan jati diri bapak sopir bi
situ.
“Wah, pemikiran bapak hebat,seperti dosen
saja,seperti sarjana”, Ungkap Dalijo.
“Mas, bisa saja, memang saya dulu kuliah mas dan
lulus jadi sarjana. Kuliah di salah satu perguruan tinggi favorit di Jogja”
“Lha
kok bapak jadi sopir?”, Sambar Dalijo kaget, saat tahu
ada sarjana hebat hanya mau jadi sopir bis malam.
Bapak Sumarah menghela nafas santai. Pagi sudah
mulai menapaki ala semesta. Geliat pagi mulai terasa di pinggiran ibukota. Tanah
juga mulai terlihat dan lampu-lampu sebagian sudah terpadamkan. Setelah menghirup
kopinya, bapak itu kemudian melanjutkan
ceritanya.
“Pekerjaan
ini pilihanku mas, jadi jangan kaget. Tidak salah kan saya kuliah,jadi sarjana
namun memilih pilihan pekerjaan sebagai sopir? Bagi saya mas, semua pekerjaan itu baik asal dikerjakan
dengan setia dan bertanggung jawab. Saya masih merasa bangga menjadi sopir bis mala
mini,daripada pemimpin ormas yang kerjaannya Cuma bengak-bengok, grudak-gruduk
mengganggu ketertiban. Kita ini kan Negara hokum, ya kalau ada yang dianggap
salah, serahkan ke yang berwenang, jangan malah sok hebat,sok suci,sok
agamis,padahal hati dan hidupnya gombal. Mas, kembali ke rencana demo besok jumat itu, saya
mungkin sudah sampai sini lagi, itu karena orang-orang keblinger nalar
berpikirnya. Tidak bisa membedakan siang dan malam,hanya sibuk mengurusi
kepuasan perutnya saja. Dan kalau mas masih mau tetap ikutan demo, ikut saja
mas, asal bisa menjaga ketertiban, siapa tahu justru mas ini yang di utus Yang
Maha Kuasa untuk menjadi alat perdamaian di lautan demo besok jumat itu”,
Lanjut bapak itu.
Dalijo terdiam, dia merenung. Memang keraguan
sudah mulai menyapanya saat hendak mau berangkat. Sareh sahabat karibnya sudah
mengingatkan,kemudian rekan bicaranya saat di agen bis kemarin juga sudah mengingatkannya.
Dan kini,sesampainya di dekat ibukota, pesan untuk mengurungkan niat ikut demo
itu semakin kuat. Namun,jika tidak ikut demo,dengan biaya dari maan ia pulang,
ia sangat berharap dibayar untuk biaya pulang.
“Mengapa melamun mas?”, Sapa bapak Sumarah datar.
“Anu pak, saya ngantuk, saya pengen ke toilet,mana
ya pak?”, Jawab Dalijo gugup. Dan bapak itu tahu kegundahan hati Dalijo.
Dalijo ke toilet, dan saat kembali dari toilet,
kembali bertemu pak Sumarah tadi, namun dalam keadaan hendak bersiap beristirahat.
Kemudian mereka bercakap sebentar.
“Mas, saya mau ngaso,karena nanti harus mancal
lagi menuju Wonogiri”, Sapa Pak Sumarah, sembari melangkah menuju sebuah
ruangan. Mungkin itu tempat istirahat para crew bis-bis itu. Dalijo mengangguk,
kemudian melangkah. Songko, kawannya, baru saja esemes, bahwa dia jemputnya agak terlambat. Kembali Dalijo bingung.
Bingung hendak ke mana,karena dia tidak punya siapa-siapa di Jakarta.
Thiit…Thiiit… Suara Hape Dalijo membuatnya kaget,
kemudian ia ambil hape itu,diangkatnya telfon yang masuk.
“Haloo…iya,ooo..kamu songko ta, piye Song?”, Tanya
Dalijo penuh harap.
“Dal, sing sabar ya.. Aku baru usai menyiapkan property,
seragam untuk hari jumat. Termasuk untukmu. Sekitar jam 9nan aku menjemputmu”,
Suara Songko dari seberang membuat Dalijo sedikit tenang. Kemudian Dalijo
menuju sebuah warung tegal,hendak sarapan…
Dan jam Sembilan masih sekitar dua setengah jam
lagi…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar