Rabu, 09 November 2016

CERMIN HIDUP DARI BUNGA DUREN



Sisa-sisa hujan kemarin dan sebagian malam masih terlihat jelas. Jalan yang basah,aliran air dari sela-sela tanah beralur rendah,kabut tipis putih membungkus semesta. Dingi tidak menyurutkan langkahku menikmati pagi,menyusuri jalan-jalan basah yang masih sunyi. Melewati sawah dan kebun warga, semua terasa damai. 
Tetes-tetes embun yang berebut bergulir, saling membelai dedaunan,diantara berisik sejati nan lembut, telah mencipta alunan musik alami yang sungguh enak di dengar,jika mau dan mampu mendengarnya.
Sesampai di bawah rerimbunan pohon duren,langkah kaki ini terhenti. Tatapan mata ini tertuju pada benda agak kekuningan,jatuh tepat di pingggir jalan. Setelah dekat baru kutahu, bunga duren yang terhempas. Kuamati,kuambil dan kemudian kuendus aromanya. Tidak sedikitpun ada keharuman,mungkin karena sudah batas hayat,maka dari itu terhempas. Kemudian kudongakkan pandangan ke atas, di dahan-dahan pohon duren itu sudah ada bakal-bakal buah,hasil perubahan dari bunga-bunga yang sudah luruh dan terhempas ini.
Bunga duren,bertugas tidaklah lama, tidak lebih dari 10 hari, dan juga tidak ada yang memberi apresiasi. Namun meski demikian, mereka tetap setia menjalankan tanggungjawabnya dengan baik. Mereka menjadi jalan terbentuknya buah, yang pada akhirnya akan menjadi buruan para penikmat duren, dari Tupai,kalong,codot dan juga Manusia. Kesetiaan bunga Duren adalah kesetiaan yang tulus,yang alami, berkarya sesuai kodratnya,memberi diri bermakna untuk siapa saja.
Dari Narasi kehidupan bunga duren pagi ini, kutemukan sebuah cermin bening kehidupan. Apapun, di manapun dan seperti apapun tugas panggilan kehidupan ini, mari kerjakan dengan serius dan setia. Kerjakan dengan tulus meskipun minim apresiasi,minim penghargaan dan tidak mungkin menjadi jalur terkenal atau populer. Hidup dan tanggungjawab ini bukan sekedar untuk populer, namun untuk memberi makna. Bunga duren sangat berarti,sama artinya dengan buah duren,namun kalah terkenal dengan buah duren. Mereka adalah sebuah kesatuan alami nan abadi.
Sedikit berkhayal saat langkahku berbalik menuju tempat tinggal, andai manusia mampu memainkan peran dengan baik dan benar, meski tidak semua terkenal, betapa indahnya kehidupan alam semesta ini. Namun, sepertinya itu sangat sulit, karena manusia adalah seonggok daging bernyawa yang dipenuhi dengan nafsu.
Di ufuk timur remang merah mulai mengembangkan sayabnya, di sebelah barat, di perbukitan barat kampung kami, kabut putih semakin menipis,karena mereka semakin membaur dengan udara dan luruh untuk memberi makna.

Salam Bunga Duren

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH