Kirdang, tetangga agak jauh Dalijo,
suatu saat mendatangi Dalijo, yang saat itu sedang duduk di teras
rumah sederhananya, dengan kopi dan tela goreng, bikinanya sendiri, Dalijo
selalu membuat semuanya sendiri, karena hidupnya sebatang kara.
Kirdang
kemudian berkata , "Dal, saya wis bosan hidup, benar-benar bosen, pacar ga
punya, cewek nolak semua, bahkan aku belum mendekatipun, sudah kabur, usaha
kacau. Apapun yang kulakukan selalu gagal, aku pengen mati wae Dal…." Dalijo
tersenyum, kemudian menjawab dengan kalimat Tanya, “Kir, lha apa dirimu lara?”
"Tidak Dal, saya tidak sakit.
Aku sehat. Hanya bosen-senn dengan hidup dan kehidupanku. Itu sebabnya saya
ingin mati."
Seolah-olah tidak mendengar
pembelaan tamunya, Si Kirdang yang artinya Cuma mikir madang (yang dipikir
hanya makan), Dalijo meneruskan, "Kir, jan-jane kamu itu sakit. Dan
penyakitmu itu bernama, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan.
Makane kamu itu pengen mengakhiri hidup, pengen mati". Suasana menjadi
senyap.
Kemudian Dalijo melanjutkan
ucapannya, “Kir, banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan.
Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma
kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Hidup ini laksana sungai yang akan selalu
mengalir dan mengalir”
“Kamu salah Dal, itu, sungai desa
sebelah kalau kemarau kering”, Sergah Kirdang mengimentari penuturan Dalijo. Dan
Dalijo tanpa menanggapi melanjutkan tutrannya..
“Sungai kehidupan ini mengalir
terus,Kir, tetapi kita menginginkan
keadaan yang aman dan nyaman selalu. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu
sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Penolakan kita untuk ikut
mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Usaha, pasti ada
pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar.”
“Sik Dal, kamu bilang dalam
berkeluarga, lha wong kamu saja belum omah-omah gitu” Kembali Kirdang
menginterupsi perkataan Dalijo.
“Benar Kir, aku memang sama seperti
kamu, belum berkeluarga, namun aku bisa mengamati dan ikut merasakan serta
mengetahui bahwa akan selalu ada konflik di dalamnya. Pun demikian dengan
persahabatan, ia tidak selalu langgeng.
Apa sih yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita
ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.”
Dalijo menghentikan ucapannya, mengambil sebatang rook andalannya,menyalakannya
dan menghisapnya dengan santai. Kemudian melanjutkan tuturannya.
“Kir, Penyakitmu itu bisa
disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad ingin sembuh dan bersedia mengikuti
petunjukku." kata Dalijo kemudian..
"Tidak Kir, tidak. Aku sudah
betul-betul jenuh, sangatt jenuh. Oraa, Aku tidak ingin hidup." Kirdang
seolah emosional menangapi perkataan Dalijo". Suasana kembali tenang,
hanya kicauan burung kepodang siang di hutan sebelah barat rumah Dalijo yang
nyaring terdengar, dan sesekali diselingi suara burung prenjak di pohon Mlinjo
samping rumah Dalijo.
Kemudian Dalijo melanjutkan ungkapannya, dalam sebuah Tanya.
“ Kir, kamu serius tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul
ingin mati?"
Dengan lantang dan seolah tanpa
berpikir, Kirdang menjawab, "Ya, memang saya sudah bosan hidup, aku pengen
mati wae Dall!!!."
Dalijo terdiam, bisa merasakan
kegelisahan dan kegundahan Kirdang, tetangganya itu. Meski agak jauh dan kurang
begitu akrab, namun Dalijo selalu berjuang akrab dengan siapa saja. Kemudian
Dalijo berkata, lirih
"Kir, kalau itu maumu, besok
sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Malam nanti, minumlah separuh isi
botol ini. Sedangkan separuh sisanya kau minum besok sore jam enam. Maka esok
jam delapan malam kau akan mati dengan tenang."
Perkataan Dalijo yang tenang, datar
dan penuh wibawa itu membaut Kirdang galau dan
bingung. Sebelumnya, semua sahabat, saudara dan rohaniawan yang ia
datangi selalu berupaya untuk memberikan semangat hidup. Namun, kali ini Dalijo
ini berbeda. Alih-alih memberi semangat hidup, malah menawarkan racun. Tetapi,
karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati. Kemudian
menerima botol yang dari Dalijo,lalu pamitan dan pulang.
Setibanya di rumah, ia langsung
menghabiskan setengah botol racun yang disebut "obat" oleh Dalijo
tadi. Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia
akan terbebaskan dari segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan untuk berdoa,
sesuatu yang sudah lama ia tinggalkan karena gelisahnya. Dan ia merasakan damai
tiada terkira. Doa yang tanpa pemaksaan, doa yang merupakan ungkapan syukur
dalam balutan kepasrahan dan relasi yang tunduk. Bukan doa yang memaksa,
seperti para pendemo tempo hari. Kirdang merasakan nikmatnya hidup. Kemudain Kirdang
tertidur dan esuknya bangun dengan secercah harapan dan semangat. Lalu hari
itu, Kirdang bekerja dengan semangat, ngarit, ngrabuk dan juga mengumpulkan
kayu bakar. Ia juga menyapa Sapid an kambingnya dengan cinta. Semua seolah tahu
bahasanya dan menanggapinya juga dengan senyum. Kirdang senang bukan kepalang,hingga
lupa bahwa sore sudah tiba.
Tiba-tiba, Kirdang merasa sungai kehidupannya
mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan
niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia
minum, sore sebelumnya?Ia sudah berjanji ingin mengakiri hidupnya,tapi kini,
usai meminum separoh botol pemberian Dalijo, ia merasakan ada semangat hidup
kembali. Lalu ia memutuskan menemui
Dalijo sore itu juga.
Saat sampai di rumah Dalijo, Kirdang
seperti biasa, melihat Dalijo duduk santai,sembari ngopi dan menghisap cigarette
kesayangannya. Melihat wajah Kirdang , Dalijo langsung mengetahui apa yang telah terjadi,
"Kir, Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. Apabila
kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat
menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan.
Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan
mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan.
Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan.
Itulah jalan menuju ketenangan."
Kirdang terharu, ada bening air mata
di ujung-ujung kelopak matanya, kemudian itu mengucapkan terima kasih kepada
Dalijo. Ikut bercengerama tanpa niat ingin mati,juga ikut menikmati rokok
Daijo.
Hidup memang perlu dicintai..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar