Derap jaman yang menggoreskan sejarah terasa cepat meski
terlihat letih meniti sang waktu. Namun demikian, meski letih,laju peradaban
seolah tidak peduli dengan nafas tersengal yang senantiasa terdengar di
sepanjang waktu yang terlalui. Jaman yang sekarang ada dan kita rasakan
bersama, terasa bising dengan raungan mesin dan angka-angka, sehingga nilai
manusia semakin terhilang. Nilai yang terhilang itu menjadikan manusia gagal
mencintai hidup dengan sepenuhnya.
Tuntutan serba cepatnya semua aspek kehidupan menjadikan
manusia semakin terasing dengan apa saja, dengan lingkungan,dengan sesama dan
bahkan terasing dengan dan dari dirinya sendiri. Seluruh desah nafas dan nadi kehidupan selalu
bersinggungan dengan data,statistic dan angka-angka. Rasa kemanusiaan ditelan
oleh tuntutan. Nilai dan harkat manusia dterjang traktor peradaban yang
menggilas semua nilai-nilai indah kehidupan.
Industrialisasi sebagai anak suling kapitalisme telah
merampas harkat dan hak manusia sebagai manusia. Semua dituntut bekerja laksana
mesin yang terus bergerak dan bergerak tanpa pernah diajak menyadari diri dalam
relfkesi yang penuh arti. Semua selalu dalam satu tujuan,Angka. Dan di dalam
angka ada uang sebagai si penguasa tungggal.
Keterasingan adalah beranda kehidupan umat manusia di
jaman serba cepat,serba digital ini. Manusia sulit mengenal
lingkungannya,bahkan dirinyapun sulit ia kenali. Senyuman,sapaan tulus, jabat
tangan,canda dan tawa, semakin menjadi makluk asing yang sulit di jumpai dalam
kehidupan ini. Semua berlari,berlari dan berlari demi mengejar angka-angka,
mengejar tuntutan-tuntutan dari segala lini kehidupan.
Peradaban dan budaya
memiliki tuntUtanya sendiri,dan di dalamnya keluarga dan lingkungan juga menekan
dengan tuntutan-tuntutannya. Lingkungan dan dunia kerjapun demikian,menuntut
dan menuntut dengan deretan angka-angka yang jika tidak terlampaui,ada
angka-angka lain yang siap merampasnya.
Keterasingan semakin dirasakan semenjak manusia terlahir.
ASI sebagai jembatan relasi dan komunikasi ditinggalkan dan digantikan dengan
yang lain demi mengejar angka-angka yang semakin menekan nafas manusia. Sedari pagi
sampai malam,sehingga sering tidak pernah merasakan terink matahari, manusia
sibuk dalam sebuah ruangan,sehingga anak-anak ditinggalkan dan sesamapinya di
rumahpun, Monster keletihan merenggut waktu cengkerama dengan anak dan
keluarga. Tempat tidur menjadi tujuan utama dan saat ada rengek anak-anak,
kembali, kasih tergadaikan dengan kertas berangka.
Keterasingan menumpulkan rasa karena rasa itu telah
dipasung dengan rantai angka-angka. Semua mengubah wajah manusia,dari yang
penuh kelembutan rasa, menjadi manusia yang selalu mneuntut angka. Senyuman dala
perjumpaan hilang tertelan angka-angka, karena senyum tidak menghasilkan angka.
Duduk bersama,meski saling berjejer namun tiada sapa, karena semua mengejar
angka. Sering angka-angka itu menghadirkan senyum, meski pahit dan getir.
Angka-angka itu telah menggilas cinta. Dan keterasingan
semakin menggila. Saat hidup tanpa cinta, namun dalam jebakan angka-angka,yang
terjadi adalah saling memangsa. Kau bukan kami saat kau melawan dan berbeda
dengan kami. Karenanya, kami berhak menggilas,memaksa dan memangsa anda semua. Saat
cinta tertelan data dan angka,nilai manusia terjun bebas ke dasar yang paling
dalam. Nilai atau harga manusia kalah oleh lembaran kertas penuh angka. Dan saat
cinta telah tertelan peradaban, tidak usahlah heran ketika manusia menjadi
serigala-serigala pemangsa yang mengerikan.
Serigala pemangsa itu bertubuh manusia,berpakaian
manusia,bernafas manusia namun sudah tidak punya cinta. Cinta sudah tidak
dikenalinya lagi,karena mata manusianya telah tertutup deretan angka-angka.
Dan
keterasingan semakin menggila,entah sampai kapan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar