Jumat, 18 November 2016

PUDARNYA CINTA,KETERASINGAN DAN MANUSIA SERIGALA



Derap jaman yang menggoreskan sejarah terasa cepat meski terlihat letih meniti sang waktu. Namun demikian, meski letih,laju peradaban seolah tidak peduli dengan nafas tersengal yang senantiasa terdengar di sepanjang waktu yang terlalui. Jaman yang sekarang ada dan kita rasakan bersama, terasa bising dengan raungan mesin dan angka-angka, sehingga nilai manusia semakin terhilang. Nilai yang terhilang itu menjadikan manusia gagal mencintai hidup dengan sepenuhnya.
Tuntutan serba cepatnya semua aspek kehidupan menjadikan manusia semakin terasing dengan apa saja, dengan lingkungan,dengan sesama dan bahkan terasing dengan dan dari dirinya sendiri.  Seluruh desah nafas dan nadi kehidupan selalu bersinggungan dengan data,statistic dan angka-angka. Rasa kemanusiaan ditelan oleh tuntutan. Nilai dan harkat manusia dterjang traktor peradaban yang menggilas semua nilai-nilai indah kehidupan.

Industrialisasi sebagai anak suling kapitalisme telah merampas harkat dan hak manusia sebagai manusia. Semua dituntut bekerja laksana mesin yang terus bergerak dan bergerak tanpa pernah diajak menyadari diri dalam relfkesi yang penuh arti. Semua selalu dalam satu tujuan,Angka. Dan di dalam angka ada uang sebagai si penguasa tungggal.
Keterasingan adalah beranda kehidupan umat manusia di jaman serba cepat,serba digital ini. Manusia sulit mengenal lingkungannya,bahkan dirinyapun sulit ia kenali. Senyuman,sapaan tulus, jabat tangan,canda dan tawa, semakin menjadi makluk asing yang sulit di jumpai dalam kehidupan ini. Semua berlari,berlari dan berlari demi mengejar angka-angka, mengejar tuntutan-tuntutan dari segala lini kehidupan. 

Peradaban dan budaya memiliki tuntUtanya sendiri,dan di dalamnya keluarga dan lingkungan juga menekan dengan tuntutan-tuntutannya. Lingkungan dan dunia kerjapun demikian,menuntut dan menuntut dengan deretan angka-angka yang jika tidak terlampaui,ada angka-angka lain yang siap merampasnya.

Keterasingan semakin dirasakan semenjak manusia terlahir. ASI sebagai jembatan relasi dan komunikasi ditinggalkan dan digantikan dengan yang lain demi mengejar angka-angka yang semakin menekan nafas manusia. Sedari pagi sampai malam,sehingga sering tidak pernah merasakan terink matahari, manusia sibuk dalam sebuah ruangan,sehingga anak-anak ditinggalkan dan sesamapinya di rumahpun, Monster keletihan merenggut waktu cengkerama dengan anak dan keluarga. Tempat tidur menjadi tujuan utama dan saat ada rengek anak-anak, kembali, kasih tergadaikan dengan kertas berangka.

Keterasingan menumpulkan rasa karena rasa itu telah dipasung dengan rantai angka-angka. Semua mengubah wajah manusia,dari yang penuh kelembutan rasa, menjadi manusia yang selalu mneuntut angka. Senyuman dala perjumpaan hilang tertelan angka-angka, karena senyum tidak menghasilkan angka. Duduk bersama,meski saling berjejer namun tiada sapa, karena semua mengejar angka. Sering angka-angka itu menghadirkan senyum, meski pahit dan getir.

Angka-angka itu telah menggilas cinta. Dan keterasingan semakin menggila. Saat hidup tanpa cinta, namun dalam jebakan angka-angka,yang terjadi adalah saling memangsa. Kau bukan kami saat kau melawan dan berbeda dengan kami. Karenanya, kami berhak menggilas,memaksa dan memangsa anda semua. Saat cinta tertelan data dan angka,nilai manusia terjun bebas ke dasar yang paling dalam. Nilai atau harga manusia kalah oleh lembaran kertas penuh angka. Dan saat cinta telah tertelan peradaban, tidak usahlah heran ketika manusia menjadi serigala-serigala pemangsa yang mengerikan.
Serigala pemangsa itu bertubuh manusia,berpakaian manusia,bernafas manusia namun sudah tidak punya cinta. Cinta sudah tidak dikenalinya lagi,karena mata manusianya telah tertutup deretan angka-angka. 

Dan keterasingan semakin menggila,entah sampai kapan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH