Sabtu, 26 November 2016

MUTIARA PAGI



Pagi masih mencengkeram semesta,dan dingin masih juga menemaninya. Nyala lampu masih kuat menerangi tanah,sementara lembut kabut diujung daun rembutan menari, seolah bergegas meninggalkan pagi,sebelum diusir sang mentari. 
Udara dingin kuhirup dengan lembut, seusai kubuka pintu rumah dinasku,pintu belakang. Aku selalu membuka pintu belakang saat membuka hari. Kuayunkan langkah ini untuk menikmati pagi. Kokok ayam jantan yang semakin jarang sesekali kudengar,penanda bahwa malam sudah benar-benar usai. Beberapa burung tyto alba, burung hantu yang oleh masyarakat dusun kami dipelihara,dengan dibuatkan rumah (robuha) di persawahan terlintas berebut masuk ke rumah mereka.  Mereka dibuatkan rumah dengan imbalan mereka mesti memburu hama padi,akhh…simbiosis mutualisme yang sejati.

Sampai di pertigaan dusun,kulihat dari ujung gang sesosok bayangan berjalan berat. Kutunggu di bawah lampu mercury pertigaan, dan setelah dekat,bisa kulihat dengan lebih jelas. Ternyata, mak Yati, pedagang makanan ringan tradisional. Beliau selalu berangkat pagi,selalu siap menurunkan dagangannya yang berat dari gendongannya,setiap ada yang menginginkan dagangannya.

Sampun bidhal dhe?”, Sapaku.

Inggih mas, kersane cepet telas, mangke saget dereb”, Jawab mak Yati dengan senyum sederhanan namun penuh ketulusan.

Kemudian mak Yati melanjutkan perjalanan,aku mengikuti dari jauh. Langkah yang gontai namun tegab,langkah yang berat namun teriring sejuta semangat. Sembari menggendong dagangan di tenggok itu, mak Yati masih menjinjing tas, yang juga berisi dagangan untuk dijualnya. Sesaat terlintas dalam anganku,sosok yang sudah 10 tahun meninggalkanku, simbok. Dulu almarhum juga selalu begitu setiap pagi,berjuang dengan sepenuh hati untuk bakti kepada yang dicintai.
Pagi ini,pejumpaanku dengan mak Yati,menjadikanku belajar. Bahwa hidup adalah perjuangan. Dan perjuagan itu merupakan pilihan, sehingga tiada sesal dan duka di sana,tiada keluh dan kecewa dalam menjalaninya. Pilihan hidup meski diperjuangkan,meski terlihat berat,pilihan hidup meski dijaga dan dipertahankan,karena sejatinya di sana,ada karunia yang disiapkanNya.

Saat menjawab tanyaku, mak Yati menjawab dengan senyum dan dari jawaban itu kumengerti betapa semangat kerja dalam hidupnya membara. Usai berjualan,dia akan dereb, membantu memanen padi dengan imbalan tertentu. Sungguh pelajaran hidup yang sempurna tentang semangat bekerja, saat generasi muda enggan bekerja keras dan enggan tekun mengerjakan pekerjaan hidupnya.

Aku berbalik arah,saat sampai ujung jalan desa, dan saat kulihat mak Yati berbelok menuju arah jalan di mana angkot tersedia. Di ufuk timur, merah pagi mulai merekah,seperti sebuah harapan yang terbuka,dia memberi makna..

selamat berkarya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH