Pagi masih mencengkeram semesta,dan dingin masih juga
menemaninya. Nyala lampu masih kuat menerangi tanah,sementara lembut kabut
diujung daun rembutan menari, seolah bergegas meninggalkan pagi,sebelum diusir
sang mentari.
Udara dingin kuhirup dengan lembut, seusai kubuka pintu
rumah dinasku,pintu belakang. Aku selalu membuka pintu belakang saat membuka
hari. Kuayunkan langkah ini untuk menikmati pagi. Kokok ayam jantan yang
semakin jarang sesekali kudengar,penanda bahwa malam sudah benar-benar usai. Beberapa
burung tyto alba, burung hantu yang oleh masyarakat dusun kami
dipelihara,dengan dibuatkan rumah (robuha) di persawahan terlintas berebut
masuk ke rumah mereka. Mereka dibuatkan
rumah dengan imbalan mereka mesti memburu hama padi,akhh…simbiosis mutualisme
yang sejati.
Sampai di pertigaan dusun,kulihat dari ujung gang sesosok
bayangan berjalan berat. Kutunggu di bawah lampu mercury pertigaan, dan setelah
dekat,bisa kulihat dengan lebih jelas. Ternyata, mak Yati, pedagang makanan
ringan tradisional. Beliau selalu berangkat pagi,selalu siap menurunkan
dagangannya yang berat dari gendongannya,setiap ada yang menginginkan
dagangannya.
“Sampun bidhal dhe?”, Sapaku.
“Inggih mas, kersane cepet telas, mangke saget dereb”,
Jawab mak Yati dengan senyum sederhanan namun penuh ketulusan.
Kemudian mak Yati melanjutkan perjalanan,aku mengikuti
dari jauh. Langkah yang gontai namun tegab,langkah yang berat namun teriring
sejuta semangat. Sembari menggendong dagangan di tenggok itu, mak Yati masih
menjinjing tas, yang juga berisi dagangan untuk dijualnya. Sesaat terlintas
dalam anganku,sosok yang sudah 10 tahun meninggalkanku, simbok. Dulu almarhum
juga selalu begitu setiap pagi,berjuang dengan sepenuh hati untuk bakti kepada
yang dicintai.
Pagi ini,pejumpaanku dengan mak Yati,menjadikanku
belajar. Bahwa hidup adalah perjuangan. Dan perjuagan itu merupakan pilihan,
sehingga tiada sesal dan duka di sana,tiada keluh dan kecewa dalam
menjalaninya. Pilihan hidup meski diperjuangkan,meski terlihat berat,pilihan
hidup meski dijaga dan dipertahankan,karena sejatinya di sana,ada karunia yang
disiapkanNya.
Saat menjawab tanyaku, mak Yati menjawab dengan senyum
dan dari jawaban itu kumengerti betapa semangat kerja dalam hidupnya membara. Usai
berjualan,dia akan dereb, membantu memanen padi dengan imbalan tertentu. Sungguh
pelajaran hidup yang sempurna tentang semangat bekerja, saat generasi muda enggan
bekerja keras dan enggan tekun mengerjakan pekerjaan hidupnya.
Aku berbalik arah,saat sampai ujung jalan desa, dan saat
kulihat mak Yati berbelok menuju arah jalan di mana angkot tersedia. Di ufuk timur,
merah pagi mulai merekah,seperti sebuah harapan yang terbuka,dia memberi
makna..
selamat berkarya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar