Sabtu, 12 November 2016

CERMIN PAGI



Seperti waktu-waktu yang kemarin, pagi selalu akrab dengan dingin. Sisa hujan kemarin sudah tidak begitu nampak karena hujan terjadi jauh lebih siang dari biasanya. Sehelai kabut masih nampak melayang diantara pepohonan di lereng bukit,sebelah kampung kami. Seperti biasa, pagi ini seusai bersukur atas semua yang ada,bersyukur kepada Sang Khaliq, berjalan menikmati pagi yang masih gelap.
Meski masih gelap dan dingin, aku sudah berpapasan dengan rombongan ibu-ibu dari desa sebelah,hendak bekerja, mereka hendak derep (membantu memanen padi atau yg lain dan mendapatkan upah dari panen itu dengan hitungan tertentu). Sungguh sebuah etos kerja yang sangat luar biasa dan sangat pantas dijadikan teladan siapapun juga. Mereka bekerja dengan semangat membara demi hidup mereka dan keluarga mereka, dan belum tentu anak-anak mereka mewarisi semangat kerja mereka, bisa jadi anak-anak mereka masih tertidur dalam selimut dengan nyenyaknya.

Langkahku menyusuri jalanan kampung yang masih sedikit basah,bukan karena huna,namun karena rerumputan yang dibuai oleh embun. Langkah ini santai,tidak ada beban dan target apapun,hanya ingin menikmati pagi dan berjalan dalam semangat bersyukur. Sesampaiku di bawah rerimbunan pohon rambutan di kebun salah seorang warga, aku dikejutkan oleh sehelai daun rembutan kuning yang jatuh dan menampar wajahky. Sedikit agak kaget,namun kemudian aku tersenyum. Kuraih daun warna merah kusam yang sempat mencium wajahku. Kuamati dan kemudian kusimpulkan,bahwa daun itu sudah saatnya luruh.

Kuperhatikan sekeliling, tepatnya di bawah pohon rambutan itu. Ternyata di bawahnya sudah banyak sekali dedaunan kering yang menumpuk. Mereka sudah usai menjalankan perannya dalam  untuk hidup dan menghidupi pohon itu. Mereka usai bertugas dan berganti peran lain. Daun yang luruh itu berganti peran,menjadi pupuk untuk pohon itu. Da demi peran barunya itu, daun-daun luruh itu rela berpisah dari komunitasnya,lepas dari keangguannya dan menjadi busuk. Namun dalam kebusukan mereka,mereka memberi makna terbaik meski berbeda peran.

Kehidupan manusiapun merupakan sebuah siklus atau sebuah perputaran. Di dalamnya harus selalu sadar akan terjadi perubahan-perubahan peran. Belajar dari daun kering yang luruh untuk kemudian berganti peran, alangkah indahnya jika manusia menyadari keadaan seperti ini. Tidak memaksakan kehendaknya untuk tetap berperan seperti yang sudah-sudah. Alangkah eloknya jika semua mau memainkan perannya sesuai siklus kehidupannya. Dan ternyata,manusia sering kalah dalam bersikap dibandingkan ciptaan lain yang lebih sederhana.
Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH