Sore itu,
setelah pulang dari tegal dan mandi, Dalijo nampak termenung di teras rumahnya.
Sembari mengamati ayam-ayamnya yang masuk ke kandang, Dalijo sesekali nampak
menarik nafas panjang, pertanda gundah tiada terkira. Kemarin siang,
Pakde Muringa tanpa ada petir dan hujan dolan ke rumahnya. Dolan mendolani
dalam tradisi desa Dalijo adalah hal yang biasa,wajar. Namun saat Pakde Muringa
yang priyayi, mantan Bekel, dolan ke rumahnya, Dalijo sangat kaget.
Dan kekagetan
Dalijo semakin memuncak saat mendengar rencana Pakde Muringa. Karena merasa Mas
Manuta gagal bersaing dengan Paklik Mukiyo soal menggarap sawah,dan selalu
panen sawah paklik Mukiyo lebih besar, Pakde Muringa ingin menghacurkan sawah,ladang
dan kebun serta anak Paklik Mukiyo.
Rencana itu
sudah sedemikian bulat. Sudah menyiapkan dana untuk orang-orang yang akan
memainkan peran dandibuat dengan rapi,terstruktur dan sistematis agar tidak
kelihatan bahwa Pakde Muringa yang merancang. Dimulai dengan menyuruh Kandhut,
pemuda yang senangnya nongkrong,dia diberi tugas menggoda anak gadis paklik
Mukiyo. Kemudian Trini, yang gayanya bukan seperti gadis desa, diminta menggoda
Basuki, anak laki-laki paklik Mukiyo. Sementara Truno, anak urakan yang
orangtuanya berpisah, diminta merusak saluran air kea rah sawah Lik Mukiyo,
Klobot, yang selalu ingin makan enak, diminta mencuri ikan di kolam paklik
Mukiyo. Semua sudah siap,sudah diberi “ongkos” dan dijanjikan akan mendapat
bonus jika sukses.
Dalijo
heran,takhabis piker dengan cara berpikir Pakde Muringa, sudah sepuh,sudah
saatnya hidup santai, namun masih berambisi menjadi terkenal sebagai petani
tersukses di kampung kami. Semua diajak terlibat memainkan peran sebagai juru
promosi bahwa tidak ada petani yang berhasil selain dirinya. Sering pakde
menyebar issu bahwa paklik Mukiyo pakai dukun,pakai guna-guna, jika masyarakat
tidak percaya, Pakde juga sering menyerang Paklik Mukiyo bahwa dia kurang taat
beribadah, orangtua Paklik Mukiyo katanya bukan asli kampung itu,dan
sebagainya. Belum lagi anaknya, Mas Manut yang selalu dipaksa tampil
santun,dipaksa bekerja sebagai petani yang rajin,tekun,telaten dan tangguh,
meski sejatinya sama sekali tidak bisa menjadi petani.
Dalijo bingung,sangat
bingung. Demi ambisi yang memenuhi dada tuanya, semua cara menghancurkan paklik
Mukiyo dipakai pakde Muringa. Dalmam setiap acara dusun,RT, maupun kegiatan
keagamaan, pakde Muringa sering tampil bak ahli,bak paling mengerti tentang
semua yang dikatakannya. Yang lebih mengerikan adalah, pakde bekerjasama dengan
preman,pemabuk,pencuri yang selalu menggangu desa demi merusak kenyamanan warga
kampung sederhana itu. Dalijo semakin bingung karena merasa tidak mampu berbuat
apa-apa.
Dalam pikiran
Dalijo tumbuh pergumulan, ternayat manusia jika sudah dikendalikan ambisi dan
nafsu,nalar jernih akan tumbang. Persahabatan,persaudaraan,pertemanan dan
persatuan dalam keutuhan akan diinjak-injak oleh mereka yang termakan ambisi
konyol. Semakin memikirkan Pakde Muringa
dan keberadaan Paklik Mukiyo, semakin pusing Dalijo. Beberapa warga masyarakat
juga terganggu dengan issu-issu murahan yang disemburkan preman dan
pengangguran di sekitar kampung itu. Masyarakat semakin resah.
Dan pagi tadi
baru saja ada kabar,bahwa tanaman semangka pakde yang di dekat sungai
Kapuan,hilang. Kasak-kusuk yang mengambil adalah Rakimin, tukang angon
sapi-sapinya paklik Mukiyo,saat sore. Meski Rakimin sudah menjelaskan bahwa dia
tidak mengambil,namun ada bukti beberapa buah semangka di rumahnya, membuat
orang-orang yakin bahwa dialah yang mencuri. Pakde Muringan meminta masyarakat
mengusir Rakimin,karena bisa menjadi aib desa mereka.
Dalijo tidak yakin
Rakimin, yang mencuri semangka itu, karena dia bersamanya saat sore,waktu
semangkanya Pakde Muringa dikatakan hilang. Namun karena adanya semangka di
rumah Rakimin, menjadikan orang banyak tidak berpikir lagi,langsung menuduh
dialah pencurinya. Dalam situasi ini, Pakde Muringan meminta masyarakat tegas,
supaya Mukiyo bertindak terhadap pembantunya itu. Dalijo ingin berteriak, namun
untuk apa dan untuk siapa.
Senja semakin
menghitam dalam gelap,segelap suasana desa yang mulai penuh dengan kasak-kusuk
dan kecurigaan. Gara-gara ambisi, Pakde Muringa yang tidak tahu diri, ketololan
Mas Manuta yang seperti anak balita,demi ambisi bapaknya,semua terkena
imbasnya. Malam akan segera membungkus desa terpencil itu,membungkus dengan
gelap dan keraguan..
Dan Dalijo
segera masuk ke rumahnya,menyalakan lampu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar