Pagi yang cerah,udara segar menyiram sukma dan menyelimuti Semesta. Kicauan burung-burung gereja mengusik nyenyak tidur namun juga membantu siapa saja terjaga dari tidur sepanjang malam. Terjaga untuk kembali menggeliat menyusuri waktu yang nampaknya semakin letih menemani peradaban yang semakin rapuh. Rapuh karena termakan usia.
Membuka pintu, menuju beberapa tempat untuk
mematikan lampu,demi menghemat energi. Pemborosan semakin merajalela yang
sering dilakukan tanpa sebuah kesadaran. Saat mendekati depan rumah tempat kami
menumpang hidup,saat hendak mematikan lampu di ujung gedung,perhatianku tertuju
ke arah pohon jambu. Di dahannya yang rimbun nampak bergerak-gerak,seolah ada
yang sedang bermain di sana.
Perlahan mendekat,dan ternyata benar,
beberapa burung gereja bermain dantara
dahan dan daunnya. Saat aku mendekati,bergegas mereka terbang
menjauh,sepertinya sangat ngeri berhadapan dengan makluk yang namanya manusia. Mungkin
dalam pandangan burung-burung itu,manusialah makluk terbengis yang pernah
mereka jumpai.
Saat dekat dengan pohon jambu itu,terlihat daun-daunnya
basah. Embun malam nampaknya yang membuatnya, daun-daun itu, basah. Pohon jambu
itu ada di dekat kotak sampah, dan karenanya, rimbun sebagai penanda ia subur.
Kuperhatikan
rimbun pohon jambu itu,dan terlihat di beberapa daun,diujung-ujungnya, nampak
bening air menggelayut. Air itu sangat bening sekali,seolah mutiara Semesta
yang ditayangkan Sang Khalik untuk dinimati. Iya, mutiara semesta,yang elok
menawan,namun sangat jarang manusia memperhatikannya,karena manusia telah
dicengkeram oleh nafsunya mengejar fana yang merajalela.
Air di ujung daun jambu itu Embun. Dia bening,sangat
bening. Dia ada karena uap yang berseliwean di udara, yang tertangkap daun
jambu itu, uap yang berasal dari aneka air,baik yang jernih,bersih maupun keru
dan kotor. Air yang berproses dengan dingin, sepi dalam malam,yang berproses untuk tampil bening dan
indah. Embun selalu tampil indah,meski komponen pendukungnya tidak selalu
indah.
Dari embun pagi ini,embun di ujung daun-daun jambu
di depan rumah itu,aku belajar, betapa semestinya manusia bisa mengolah apapun
persoalan kehidupan yang menimpanya. Untuk ditampilkan dalam wajah yang bening
dan cerah. Karena, sejatinya manusia itu selalu menghadapi situasi yang
beraneka macam,baik dan buruk,suka dan duka. Biarlah, pagi ini,kita (yang
membaca tulisan ini) belajar dari embun pagi, embun di ujung daun jambu itu.
Selamat Pagi..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar