Rabu, 02 November 2016

EMBUN DI UJUNG DAUN JAMBU


Pagi yang cerah,udara segar menyiram sukma dan menyelimuti Semesta. Kicauan burung-burung gereja mengusik nyenyak tidur namun juga membantu siapa saja terjaga dari tidur sepanjang malam. Terjaga untuk kembali menggeliat menyusuri waktu yang nampaknya semakin letih menemani peradaban yang semakin rapuh. Rapuh karena termakan usia.
 
Membuka pintu, menuju beberapa tempat untuk mematikan lampu,demi menghemat energi. Pemborosan semakin merajalela yang sering dilakukan tanpa sebuah kesadaran. Saat mendekati depan rumah tempat kami menumpang hidup,saat hendak mematikan lampu di ujung gedung,perhatianku tertuju ke arah pohon jambu. Di dahannya yang rimbun nampak bergerak-gerak,seolah ada yang sedang bermain di sana. 

Perlahan mendekat,dan ternyata benar, beberapa  burung gereja bermain dantara dahan dan daunnya. Saat aku mendekati,bergegas mereka terbang menjauh,sepertinya sangat ngeri berhadapan dengan makluk yang namanya manusia. Mungkin dalam pandangan burung-burung itu,manusialah makluk terbengis yang pernah mereka jumpai.

Saat dekat dengan pohon jambu itu,terlihat daun-daunnya basah. Embun malam nampaknya yang membuatnya, daun-daun itu, basah. Pohon jambu itu ada di dekat kotak sampah, dan karenanya, rimbun sebagai penanda ia subur. 

Kuperhatikan rimbun pohon jambu itu,dan terlihat di beberapa daun,diujung-ujungnya, nampak bening air menggelayut. Air itu sangat bening sekali,seolah mutiara Semesta yang ditayangkan Sang Khalik untuk dinimati. Iya, mutiara semesta,yang elok menawan,namun sangat jarang manusia memperhatikannya,karena manusia telah dicengkeram oleh nafsunya mengejar fana yang merajalela.

Air di ujung daun jambu itu Embun. Dia bening,sangat bening. Dia ada karena uap yang berseliwean di udara, yang tertangkap daun jambu itu, uap yang berasal dari aneka air,baik yang jernih,bersih maupun keru dan kotor. Air yang berproses dengan dingin, sepi dalam  malam,yang berproses untuk tampil bening dan indah. Embun selalu tampil indah,meski komponen pendukungnya tidak selalu indah.

Dari embun pagi ini,embun di ujung daun-daun jambu di depan rumah itu,aku belajar, betapa semestinya manusia bisa mengolah apapun persoalan kehidupan yang menimpanya. Untuk ditampilkan dalam wajah yang bening dan cerah. Karena, sejatinya manusia itu selalu menghadapi situasi yang beraneka macam,baik dan buruk,suka dan duka. Biarlah, pagi ini,kita (yang membaca tulisan ini) belajar dari embun pagi, embun di ujung daun jambu itu.

Selamat Pagi..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH