Jumat, 18 November 2016

DOA UNTUK IBU PERTIWI


Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki, penuh darah... penuh nanah
Seperti udara... kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas...ibu...ibu
Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas...ibu...ibu....



Syair di atas sungguh sangat indah, dan saya yakin itu lagu didedikasikan Mas  Virgiawan Listianto ( Iwan Fals) ,khusus kepada sosok ibu tercinta, bukan untuk metaforan.  Meski tanpa ijin dari beliau, saya hendak memberi penafsiran lagu ini,bukan untuk sosok ibu yang sebenarnya,namun untuk ibu Pertiwi, ibunda Nusantara. Ibu yang memberi hidup dan memelihara kehidupan suluruh penghuninya,seluruh anak-anaknya.
Ribuan langkah  Ibu Pertiwi telah ditempuh dalam sebuah rentang sejarah yang sangat panjang. Di sini Ibu menghidupi,mengayomi, melindungi,memberi seluruh diri dan keberadaanya untuk ”anak-anaknya” yaitu seluruh penghuni Nusantara, baik manusia dan segenap penghuni yang lain. Tantangan,rintangan,hambatan,persoalan tidak pernah berhenti menghinggapi Ibunda Pertiwi.

Perselisihan, pertengkaran,permusuhan,pertumpahan darah menjadi kuas lukis yang menghiasi dan melukis  “wajah teduh” ibu pertiwi. Tubuh ibu pertiwi penuh dengan luka,goresan,cabikan,hempasan yang menghasilkan luka yang menganga dan berdarah. Darah itu mengucur membanjiri tubuh ibu pertiwi. Luka yang justru dibuat oleh anak-anak ibunda yang diberi segala yang dibutuhkannya.
Tubuh yang semakin renta itu tetap setia meniti jalannya, meski gontai dan tertatih,meski anak-anaknya semakin tiada terbendung dalam serakah penuh amarah. Ibu pertiwi tetap setia memberi. Memberi makanan dari tanahnya yang subur,memberi minuman dari celah-celah bebatuan bukit yang di atasnya hutan ada, meski sudah mulai terkoyak karena keserakahan anak-anaknya. Memberi keindahan dengan lukisan alamnya yang tiada terlukiskan dengan kata-kata. Meski keindahan itupun semakin dikoyak dan diberi warna buram oleh anak-anaknya…

Anak-anak bunda pertiwi dalam keterasingan dengan ibunya, sang penjaga hidupnya. Dan keterasingan itu yang membuat mereka melukai sang ibu dengan segala tindakannya. Terasing karena mata batinnya sudah tertutup oleh nafsu dan serakah yang semakin menggelora. Nyanyian alam semesta semaki sirna. Kidung dedaunan hutan semakin lenyap berganti gedung-gedung angkuh yang terlihat sangar menakutkan. Dan, banyak penghuni yang lain hilang karna tersingkir dari persaingan.

Dalam segalanya, ada segelintir anak-anak Ibu Pertiwi yang masih merindukan cinta kasih purbakala, cinta kasih sejati seorang ibu. Rindu dekapan lembut dalam panas terik  matahari dan hangat dalam dingin hujan. Rindu canda tawa saat purnama memeluk malam, rindu menimati hujan tanpa keraguan, rindu menyambut malam dalam sejuta damba.

Kini,kerinduan itu seolah hanya tinggal kerinduan. Ibunda semakin terseok,semakin renta dan luka semakin menganga. Sayatan-sayatan di tubuh bunda semakin menganga,dan darah semakin deras mengucur,juga tangisan yang tersiksa dalam diam. Bunda semakin muram saat melihat anak-anaknya tiada bisa menjaga hidup bersama dan berjuang memelihara semesta. Bunda semakin tersiksa, justru saat melihat anak-anaknya berkumpul. Karena dalam perkumpulan-perkumpulan ereka, bukan kebaikan yang mereka perjuangkan.

Perkumpulan-perkumpulan anak-anak bunda pertiwi, justru sedang membangun persengkongkolan yang menjijikan. Perkumpulan untuk merancang luka-luka di tubuh bunda berikutnya. Perkumpulan yang hanya demi keserakahan,kepuasan segelintar anak-anak ibunda. Mereka malah tidak peduli jika perkumpulan itu merencanakan kejahatan yang lain.

Ibunda, ampuni kami semua,anak-anakmu ini. Kami penghuni Nusantara ini sudah lalai dengan tugas kami,menjaga bunda dengan cinta kasih kami. Ampuni keserakahan kami,ampuni kesombongan kami,ampuni kebejatan kami,ampuni semua perilaku kami. Kini, ijinkan kami kembali membuatmu tersenyum kembali, ijinkan kami kembali saling bergandengan tangan,demi meraih kebahagiaan bersama, meski jalan ke sana terjal dan berliku.

Ibunda, berikan kesempatan kami untuk membasuh dan membebat luka-luka di tubuhmu dengan segenap cinta kami. Ijinkan kami mengakhiri persaingan kami merebut kesomongan kami, ijinkan kami menyenangkanmu..
Anak-anakmu di Nusantara


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH