Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki, penuh darah... penuh nanah
Seperti udara... kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas...ibu...ibu
Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas...ibu...ibu....
Syair di atas sungguh sangat
indah, dan saya yakin itu lagu didedikasikan Mas Virgiawan Listianto ( Iwan Fals) ,khusus
kepada sosok ibu tercinta, bukan untuk metaforan. Meski tanpa ijin dari beliau, saya hendak memberi
penafsiran lagu ini,bukan untuk sosok ibu yang sebenarnya,namun untuk ibu
Pertiwi, ibunda Nusantara. Ibu yang memberi hidup dan memelihara kehidupan
suluruh penghuninya,seluruh anak-anaknya.
Ribuan langkah Ibu Pertiwi telah ditempuh dalam sebuah
rentang sejarah yang sangat panjang. Di sini Ibu menghidupi,mengayomi,
melindungi,memberi seluruh diri dan keberadaanya untuk ”anak-anaknya” yaitu
seluruh penghuni Nusantara, baik manusia dan segenap penghuni yang lain. Tantangan,rintangan,hambatan,persoalan
tidak pernah berhenti menghinggapi Ibunda Pertiwi.
Perselisihan,
pertengkaran,permusuhan,pertumpahan darah menjadi kuas lukis yang menghiasi dan
melukis “wajah teduh” ibu pertiwi. Tubuh
ibu pertiwi penuh dengan luka,goresan,cabikan,hempasan yang menghasilkan luka
yang menganga dan berdarah. Darah itu mengucur membanjiri tubuh ibu pertiwi. Luka
yang justru dibuat oleh anak-anak ibunda yang diberi segala yang dibutuhkannya.
Tubuh yang semakin renta itu
tetap setia meniti jalannya, meski gontai dan tertatih,meski anak-anaknya
semakin tiada terbendung dalam serakah penuh amarah. Ibu pertiwi tetap setia
memberi. Memberi makanan dari tanahnya yang subur,memberi minuman dari celah-celah
bebatuan bukit yang di atasnya hutan ada, meski sudah mulai terkoyak karena
keserakahan anak-anaknya. Memberi keindahan dengan lukisan alamnya yang tiada
terlukiskan dengan kata-kata. Meski keindahan itupun semakin dikoyak dan diberi
warna buram oleh anak-anaknya…
Anak-anak bunda pertiwi
dalam keterasingan dengan ibunya, sang penjaga hidupnya. Dan keterasingan itu
yang membuat mereka melukai sang ibu dengan segala tindakannya. Terasing karena
mata batinnya sudah tertutup oleh nafsu dan serakah yang semakin menggelora. Nyanyian
alam semesta semaki sirna. Kidung dedaunan hutan semakin lenyap berganti gedung-gedung
angkuh yang terlihat sangar menakutkan. Dan, banyak penghuni yang lain hilang
karna tersingkir dari persaingan.
Dalam segalanya, ada
segelintir anak-anak Ibu Pertiwi yang masih merindukan cinta kasih purbakala,
cinta kasih sejati seorang ibu. Rindu dekapan lembut dalam panas terik matahari dan hangat dalam dingin hujan. Rindu canda
tawa saat purnama memeluk malam, rindu menimati hujan tanpa keraguan, rindu
menyambut malam dalam sejuta damba.
Kini,kerinduan itu seolah
hanya tinggal kerinduan. Ibunda semakin terseok,semakin renta dan luka semakin
menganga. Sayatan-sayatan di tubuh bunda semakin menganga,dan darah semakin
deras mengucur,juga tangisan yang tersiksa dalam diam. Bunda semakin muram saat
melihat anak-anaknya tiada bisa menjaga hidup bersama dan berjuang memelihara
semesta. Bunda semakin tersiksa, justru saat melihat anak-anaknya berkumpul. Karena
dalam perkumpulan-perkumpulan ereka, bukan kebaikan yang mereka perjuangkan.
Perkumpulan-perkumpulan
anak-anak bunda pertiwi, justru sedang membangun persengkongkolan yang
menjijikan. Perkumpulan untuk merancang luka-luka di tubuh bunda berikutnya. Perkumpulan
yang hanya demi keserakahan,kepuasan segelintar anak-anak ibunda. Mereka malah
tidak peduli jika perkumpulan itu merencanakan kejahatan yang lain.
Ibunda, ampuni kami
semua,anak-anakmu ini. Kami penghuni Nusantara ini sudah lalai dengan tugas
kami,menjaga bunda dengan cinta kasih kami. Ampuni keserakahan kami,ampuni
kesombongan kami,ampuni kebejatan kami,ampuni semua perilaku kami. Kini,
ijinkan kami kembali membuatmu tersenyum kembali, ijinkan kami kembali saling
bergandengan tangan,demi meraih kebahagiaan bersama, meski jalan ke sana terjal
dan berliku.
Ibunda, berikan kesempatan
kami untuk membasuh dan membebat luka-luka di tubuhmu dengan segenap cinta
kami. Ijinkan kami mengakhiri persaingan kami merebut kesomongan kami, ijinkan
kami menyenangkanmu..
Anak-anakmu di Nusantara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar