Wajah negeri tercinta muram dan kusam dalam beberapa
waktu terakhir. Dari pertempuran opini demi mencari sensasi,pertempuran opini
demi mencari kekuasaan dengan menjelek-jelekkan yang lain,sampai
pengeboman yang menewaskan seorang bocah
berumur 2,5 tahun. Semua karena ada media. Dan media pulalah yang menjadikan kekacauan
itu.
Kalau mau mencari sebab musabab mengapa masyarakat
sekarang (agak) kacau balau, maka jawabannya adalah karena provokasi dan
lemahnya daya logika masyarakat. Dan jika sepakat bahwa semua karena provokasi
maka kemudian sang provokatorlah yang bisa dicari untuk dimintai pertanggungan
jawab. Saya berargumen demikian,karena jika sang provokator masih memiliki jiwa
manusia, melihat “kwalitas “ masyarakat yang demikian,maka tidak mungkin mereka
akan melakukan provokasi. Dengan demikian, biang dari kekacauan ini sejatinya
adalah sang provokator itu. Entah itu kelompok,partai politik atau personal.
Namun
demikian yang terjadi adalah kebalikannya, si provokator justru menggunakan
kesederhanaan logika berpikir masyarakat demi keuntungan pribadinya.
Sang provokator adalah manusia tanpa nurani dan
alatnya adalah media,baik media online
maupun offline. Media hanyalah alat,yang bisa dipakai untuk kebaikan namun juga
bisa dipergunakan untuk kejahatan (kekacauan). Jadi jelas sekarang menurut
saya,bahwa sejatinya media bersifat netral. Namun justru karena
kenetralitasanya itulah, media sering (atau bahkan selalu ya?) dijadikan alat
untuk mencari kepentingan pribadi dengan mengorbankan pihak lain.
Perselingkuhan Antara Nafsu dan media menghasilkan
“anak-anak haram” kekejaman,keserakahan dan kejahatan. Dan kejahatan itu
mengoyak kedamaian sebuah negeri indah bernama Indonesia. Kekejaman dari
“anak-anak haram” itu sedang bermain di panggung kehidupan bersama di Negeri
Tercinta ini. Agama dan Kitab Suci dengan tanpa nurani dijadikan tungangan
kepentingannya dan media menjadi alat kejahatan mereka.
Pembodohan dengan informasi yang tidak jelas ujung
pangkalnya,tidak jelas asal musasl sumbernya menjadikan kekacauan semakin
(terasa) menakutkan. Oleh karena itu, demi meredam semuanya, revolusi mental
menjadi alat terbaik. Mentalitas serakah,jalan pintas,pembodohan dan pemutarbalikan
informasi harus segera dihancurkan,dan kekeuatan yang bisa mengalahkannya
adalah kesadaran kesadaran bahwa sejatinya semua yang berseliwean di media
tidak semanya benar dan berakibat baik untuk hidup bersama di negeri ini.
Kesadaran yang saya maksutkan adalah kemampuan menggunakan
akal sehat di dalam menyariang apa saja yang diterima, baik melalui penglihatan
dan pendengaran. Ketika semua itu terjadi,maka masyarakat akan mengolah semua
informasi dan mencocokannya dengan keadaan yang sebenarnya tidak aka nada lagi
peneriaan info secara mentah dan serampangan.
Peran pemimpin agama,pemimpin masyarakat sangat dominan
dalam perihal ini. Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu memberikan
hembusan keteduhan dan memberikan harapan realistis terhadap segala yang ada.
bukannya memberikan harapan-harapan imajiner yang meninabobokan masyarakat sederhana
dengan janji-janji manis dan membodohi. Pemimpin yang baik dan dewasa adalah
mereka yang mampu menciptakan kekuatan social positif sehingga mampu menahan
arus informasi media yang sering bertolakbelakang dengan realitasnya.
Semoga bisa tercapai..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar