Kamis, 17 November 2016

MELAWAN PROVOKASI MEDIA



Wajah negeri tercinta muram dan kusam dalam beberapa waktu terakhir. Dari pertempuran opini demi mencari sensasi,pertempuran opini demi mencari kekuasaan dengan menjelek-jelekkan yang lain,sampai pengeboman  yang menewaskan seorang bocah berumur 2,5 tahun. Semua karena ada media. Dan media pulalah yang menjadikan kekacauan itu.
Kalau mau mencari sebab musabab mengapa masyarakat sekarang (agak) kacau balau, maka jawabannya adalah karena provokasi dan lemahnya daya logika masyarakat. Dan jika sepakat bahwa semua karena provokasi maka kemudian sang provokatorlah yang bisa dicari untuk dimintai pertanggungan jawab. Saya berargumen demikian,karena jika sang provokator masih memiliki jiwa manusia, melihat “kwalitas “ masyarakat yang demikian,maka tidak mungkin mereka akan melakukan provokasi. Dengan demikian, biang dari kekacauan ini sejatinya adalah sang provokator itu. Entah itu kelompok,partai politik atau personal. 

Namun demikian yang terjadi adalah kebalikannya, si provokator justru menggunakan kesederhanaan logika berpikir masyarakat demi keuntungan pribadinya.
Sang provokator adalah manusia tanpa nurani dan alatnya  adalah media,baik media online maupun offline. Media hanyalah alat,yang bisa dipakai untuk kebaikan namun juga bisa dipergunakan untuk kejahatan (kekacauan). Jadi jelas sekarang menurut saya,bahwa sejatinya media bersifat netral. Namun justru karena kenetralitasanya itulah, media sering (atau bahkan selalu ya?) dijadikan alat untuk mencari kepentingan pribadi dengan mengorbankan pihak lain.

Perselingkuhan Antara Nafsu dan media menghasilkan “anak-anak haram” kekejaman,keserakahan dan kejahatan. Dan kejahatan itu mengoyak kedamaian sebuah negeri indah bernama Indonesia. Kekejaman dari “anak-anak haram” itu sedang bermain di panggung kehidupan bersama di Negeri Tercinta ini. Agama dan Kitab Suci dengan tanpa nurani dijadikan tungangan kepentingannya dan media menjadi alat kejahatan mereka.

Pembodohan dengan informasi yang tidak jelas ujung pangkalnya,tidak jelas asal musasl sumbernya menjadikan kekacauan semakin (terasa) menakutkan. Oleh karena itu, demi meredam semuanya, revolusi mental menjadi alat terbaik. Mentalitas serakah,jalan pintas,pembodohan dan pemutarbalikan informasi harus segera dihancurkan,dan kekeuatan yang bisa mengalahkannya adalah kesadaran kesadaran bahwa sejatinya semua yang berseliwean di media tidak semanya benar dan berakibat baik untuk hidup bersama di negeri ini.

Kesadaran yang saya maksutkan adalah kemampuan menggunakan akal sehat di dalam menyariang apa saja yang diterima, baik melalui penglihatan dan pendengaran. Ketika semua itu terjadi,maka masyarakat akan mengolah semua informasi dan mencocokannya dengan keadaan yang sebenarnya tidak aka nada lagi peneriaan info secara mentah dan serampangan.

Peran pemimpin agama,pemimpin masyarakat sangat dominan dalam perihal ini. Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu memberikan hembusan keteduhan dan memberikan harapan realistis terhadap segala yang ada. bukannya memberikan harapan-harapan imajiner yang meninabobokan masyarakat sederhana dengan janji-janji manis dan membodohi. Pemimpin yang baik dan dewasa adalah mereka yang mampu menciptakan kekuatan social positif sehingga mampu menahan arus informasi media yang sering bertolakbelakang dengan realitasnya.

Semoga bisa tercapai..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH