Drama di puncak bukit pada senja itu sungguh membuat
siapa saja akan selalu mengingatnya. Mengingat dalam kekaguman, melihat dalam
keterpanaan. Dalam desiran angina sore yang kering, di atas sebuah bukit yang
juga gersang, telah terjadi peristiwa ajaib. Penyiksaan yang sempurna di dalam
jamannya.
Tiga orang mesti diarak menuju bukit,yang namanyapun
sudah membuat bulu kuduk merinding, bukit Tengkorak. Bukit pembantaian. Tiga pesakitan
gontai menuju titik akhir nafas kehidupan terhisap dan terlepas. Dan saat tiang
diangkat, setelah dera paku-paku menacap pada telapak-telapak mereka,baik kaki
dan tangan, nampaklah tiga sosok tergantung diantara tanah dan langit. Tiga
sosok yang terbentang menjadi jembatan semesta, Antara bumi dan langit.
Sosok yang di tengah itu yang menjaid pusat
perhatian,karena siksaannya melebihi seribu siksaan durjana yang telah berlalu.
Nampak dalam kilau temaram sinar mathari,Antara darah dan keringat berkilau,
cairan merah darah dan bening keringat itu mengalir,melewati beberapa luka yang
menganga. Namun,tiadalah nampak wajah dendam darinya, meski sesekali napak
sakit tiada tara, namun wajah Agung dan penuh cinta yang lebih nampak.
Dalam sebuah kesempatan, terjadilah dialog diantara
ketiganya. Seberang kiri menghujat meski nafasnya tinggal beberapa tarikan dan
hempasan, namun yang seberang kanan,justru mengakui kesalahnya terhadap
semesta.
Dialog lirih itu mengusir ketakutan salah satu wajah tergantung itu,karena nampaknya melihat
keagungan semesta sedang berpihak kepadanya, sedangkan seberang kiri dari yang
tengah itu, masih seperti kemarin dan kemarin, wajah merah durjana. Merah penuh
dendam dan amarah,tiada keteduhan terlihat,wajah yang melawan semesta.
Senyuman dari seberang kanan,disambut senyuman semesta. Dan
kemudian alam semestapun ikut mengantarkan mereka,paling tidak dua sosok itu,
menyatu dengan keabadian semesta. Dan ternyata, satu diantara mereka, yang
tengah itu, yang paling terluka dan menderita itu, adalah Sang Raja Semesta. Sang
Raja yang mampu menyatukan dan menyatu dengan semesta. Mampu mengumbar cinta
untuk seluruh semesta, meski luka tiada terkira.
Sang Raja Semesta, bukan yang terus menyiksa semsta
dengan ambisi buasnya, namun Dia yang mampu menundukan diri dan mengerti
Semesta. Raja Semesta, bukan yang terlihat santun namun busuk di dalamnya,
namun yang berani mengatakan apa adanya. Sang Raja alam Semesta, adalah Dia
yang dalam keagunganNya, rela terluka dan terhina, bukan dia yang hina namun
merasa mulia.
Sang Raja Semesa, mampu menyatukan dua sisi berbeda,
keberdosaan dengan pengampunan. Sang Raja Alam Semesta, memberi teladan tentang
pengampunan,kerelaan,keiklasan dan kerendahatian..
Selamat meniti jalan cinta Sang Raja Alam Semesta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar