Rabu, 13 Mei 2015

Maruta dan Panggah Sinau Internet bersama



ANTARA INTERNET, MARUTA dan PANGGAH
Semilir angin usai hujan sore itu, membuat suasana kampung di kaki perbukitan semenanjung pegunungan seribu itu menyegarkan. Ayam-ayam saling bercanda sembari mencari makanan sebagai bekal menutup malam,beberapa ekor anjing tampak rukun dan berdamai dengan mereka,bahkan  beberapa ekor kucingpun nampak nyaman diantara mereka. Suara lagu pop jaman 70an, karya Koes Ploes mengalun mengiringi usdara yang juga membawa semerbak bunga-bungan ilalang bulan april. Maruta nampakmengambil handuk,ember kecil dan segera bergegas menuju ujung jalan depan rumahnya. Dari “Properti” yang dikenakannya dia nampaknya akan segera mandi. Memang di kampun itu, mandi masih di aliran sungai yang jernih mengalirkan air gunung, tempat Maruta mandi namanya Dongplatar, demikian warga dusun permai itu menyebutnya.
“Mau ke mana Ta Mar, kok rapi banget sesore ini?”, demikian tanya Sodrun, tetangganya yang baru saja pulang sembari memikul kayu bakar kering dan seikat besar rumput.
“Biasalah kang, cah enom, ya mejeng, nongkrong”, Maruta menjawab Sodrun dengan santai dan datar. Kemudian Sodrun melanjutkan perjalanan pulangnya, yang berjarak sekitar 50 meter, timur laut gubuk Maruta. Kemudian Maruta melajutkan dandannya, parfum yang dikasihkan Sutijo,temannya yang kerja di Jakarta dipakainya, diwet-wet, supaya cukup sampai panen tegal sawahnya. Setelah mengambil piring dan kemudian makan dengan lahap, Maruta bergegas menuju kamarnya, diambilnya HP dan Ipas hadiah prestasinya sebagai pemuda tani mandiri. Kemudian dia bergegasa pergi.
Diujung kelokan jalan tengah kampungnya, maruta mengambil HP lalu memencet keypadnya dan sembari tersenyum sendiri kemudian dia melanjutkan perjalanan. Di tengah jalan berpapasan dengan seorang Lelaki setengah baya, menarik seekor kambing.
“Lik Parsu, angsal dagangan nggih?”, Sapa Maruta.
“Iya Mar, lumayan, bisa buat paitan kliwonan besok”, Jawab Lik Parsu. Memang benar, besok adalah hari pasaran Kliwon dan itu berarti ada pasar hewan di pasar kecamatan. Lik Parsu, selain bertani juga menjadi blanthik (pedagang hewan) di kampung kami. Demikian hidup warga desa kampung sederhana itu, semua serba sederhana, meski beberapa waktu terakhir terlilhat banyak perubahan. Dan itu dirasakan beberapa warga masyarakat. Mbah Sono, sering mengeluh betapa akibat kemajuan jaman, adat dan etika kesopanan semakin hilang, budaya kumpul-kumpul juga semakin hilang karena semua rumah sudah memiliki tipi. Dan sekarang, anak-anak muda mulai gandrung,kedanan dengan pisbuk dan blekberi, itu keluhan Mbah Sono Letik, demikian dia disapa untuk membedakan dengan Sono Sono yang lain.
“Mar, awass,,nabrak Motor!!!”, Panggah setengah berteriak mengingatkan. Ternyata Maruta melamun sambil berjalan dan hampir saja nabrak Motor yang diparkir di depan gardu jaga.
“Mesti gek Pisbukan ya Mar, sampai gak nggatekne jalan?”, Lanjut Panggah. Maruta kemudian duduk di serambi gardu jaga itu. Memang tempat itu telah menjadi basecamp anak-anak muda kampung itu.
“Iya Nggah, tapi ini beda lho nggah, tidak hanya pisbukan tapi internetan. Dengan internet, aku bisa dapat tambahan penghasilan lho..”Berapi-api Maruta bercerita. Seperti orang yang baru saja keluar dari penjara sajaa semangat berceritanya.
“Akh mosok, lha piye logikanya kok internetan bukannya kehilangan uang malah dapat uang itu?”, Panggah menjadi tidak sabar untuk segera paham. Dalam hati Panggah ragu, masak internetan bisa buat cari tambahan penghasilan.
“Gini lho nggah,dengan internet kan kita bisa terhubung dengan orang tanpa ada batasan. Nahhh, kemudian dengan internet pula orang-orang itu juga mencari informasi. Nahh, itu,kita jual inpormasi. Selain itu, dengan menjual jasa,pruduk dan lain-lain.” Maruta menjelaskan.
“ayo sini Nggah, tak ajari..ayo,,kamu klik ini...http://www.tekanini.com/paramithasemesta
Atau kalau itu berat, ini saja Nggah, luih gampang,,
http://www.cariuang-diinternet.com/?id=juragan
Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH