Kamis, 07 Mei 2015

Ketulusan itu ada di Sini...



Harga Sebuah Kejujuran

Dengan Keranjang besar yang berisi sayuran, Ibu Setengah baya itu berjalan dengan santai. Sayuran yang ia belanjakan dari pasar pagi sejak pagi,sekitar pukul setengah lima, hingga tengah hari itu masih terlihat utuh,belum berkurang. Panas terik matahari yang menyapa bumi di awal kemarau itu begitu panas terasakan kulit. Keringat mengalir melalui kulit pipi yang terlihat mulai keriput. Namun, keriput itu tidak bisa mengusir senyum yang selalu ia nampakkan,senyum yang selalu ia bawa dan tebar kepada siapa saja.
Perlahan, ia angkat keranjang (yang dalam bahasa kami senik/tenggok) itu,agar terengah,meski kemudian sampai juga ke pinggangnya. Sembari tersenyum ia pamit kepada seorang perempuan seusianya yang baru saja berbelanja. Keudian melangkah pergi,melanjutkan perjalanan menjemput Berkat yang ia yakini diterbarNya di rumah-rumah yang ia kunjungi. Kalaupun toh sudah membeli dan karenanya tidak membeli ke dirinya, si Ibu ini berprinsip,berkat yang tertunda. Sebuah pernyataan yang meyembul dari kedalaman berolah rasa dengan sang Pencipta.
“Budhe...ibuk mau belanja...”,Teriak seorang anak laki-laki berusia enam tahunan, berambut keriwil menghentikan langkah Si Ibu Penjual sayur itu. Segera bergegas ia berbalik,memutar arah dan menuju rumah tempat suara memanggil tadi berasal.
“Lha kirain suwung bu,makanya kula mboten mampir”, Demikian alasan ibu penjual sayur itu sambl menurunkan tenggok yang ia gendong. Dua anak kecil segera mengerubungi dagangan si ibu itu,kemudian mengambil yang menjadi kesukaan mereka. Setelah memilih sejenak,ibu dari anak-anak itu kemudian masuk ke rumah,dan kemudian sipa membayar.
“Budhe, berapa semuanya?”Sambil kembali mendekati Si Ibu Pedagang sayur itu.
“Anu bu, pitulas ewu..(tujuhbelas ribu),,”Jawab ibu penual sayur itu dengan datar namun penuh keakraban.
“Oke budhe,saya tak ambil lagi,kurang. Lha ini Cuma limabelas ribu”, Sambil bangkit ibu dari dua anak yang kini  sudah asyik dengan makanan kesukaannya itu memberikan komentar.
“Sebentar dhe,saya ambilkan nggih..”
“Mboten sussah bu,turahan-turahan saben ibu belanja itu saya kumpulkan dan setelah saya sjumlah jumlahnya banyak sekali,dan itu lebih dari biaya belanja ibu seminggu, itu bakan milik saya bu,milik ibu,makanya saya simpan. Nahh, sekarang ketemu ibu dan kebetulan ibu kurang,maka biarlah kekurangan itu bu..”
Kejujuran dan ketulusan,nampaknya telah menguasahi ibu pnjula ayuritu. Tidak ada lagi sikap tamak dan iri serta dendam yang menguasahinya. Kejujuran itu ternyata kerap kali disertakan Tuhan kepada mereka-mereka yang sederhana.
Hmm,,,andai para pejabat (kata seorang rekan, pejabat itu Pegawai  yang Jago Ngembat) bisa mengerti spiritualitas tulus dan tebuka dan transparan, betapa indahnya dunia ini.

Sebuah siang di awal mei..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH