TENTANG
KEJUJURAN
Siang itu sepulang sekolah, anakku segera bergegas
ganti,kemudian karena ada makanan yang mejadi kesukaannya,segera ia melepaskan
baju dan mencuci kaki dan tangan ke kamar mandi. Memang, kami membiasakan
kedisiplinan terkait kebersihan kepada anak-anak semenjak usia mereka masih di
dalam kandungan. Usai dari kamar mandi,segera
merengek ke ibunya agar segera menuangkan nasi ke piring, memilah atau
membagi ayam goreng kesukaannya untuk disantapnya. Namun, ibunya tidak segera
menuruti begitu saja semua keinginan anak-anak.
“Duduk dulu, istirahat,ambil nafas dengan tenang. Kemudian
tunggu bapak dan juga adik untuk kita makan bersama. Kita harus berdoa kepada
Tuhan karena senantiasa berkatNya untuk kita”,Demikian ibunya memberi
penjelasan. Dengan sedikit kecawa, anak-anak segera tertib dan kemudian bersiap
menyamtap makanan secara bersama. Setelah berdoa,kami makan bersama dengan
santai di siang itu.Setelah usai makan, sembari menata tempat makan,sambil
makan beberapa buah yang tersisa,tiba-tiba anak pertama kami melontarkan sebuah
pertanyaan yang sungguh sangat membuat kami kaget.
”Bapak, Ibuk, kan makanan ini berkat dari
Tuhan,terus kita membelinya. Sebelum bapak sama ibuk menikah itu aku di
mana?Terus Tuhan mengirim aku, adik-adik itu lewat mana ya?Terus apa adik kecil
itu ketemu mbah yang sudah dipanggil Tuhan?”
Kami kaget,meski dibaliknya ada sebuah kekaguman
akan kekritisan cara berpikir anak kami.
Ada sebuah kebimbangan untuk memberikan penjelasan yang sebenarnya kepada anak
berusia 6.5 tahun ini,namun melihat kekritisan itu, kami tidak boleh sembrono
memberikan jawaban. Kemudian,ibunya ke dapur, untuk membereskan perkakas kami
makan, meski aku tahu,itu upaya penghindaran dari kerumitan pertanyaan anaknya.
Akupun bingung,dan hanya diam. Namun kemudian,timbul sebuah ide.
“Mas...(demikian kami memanggil anak pertama kami
sebagai wujud pembahasaan untuk adik-adiknya)...ayo ikut bapak!”
“Ke mana pak?”Tanpa aku jawab,aku keluar, ke
halaman tempat tinggal kami.
“Mas, lihat itu matahari,awan dan langit. Mas tahu
siapa yang membuatnya?Mas tahun kapan dibuat?”
“Tidak bapak...”
Nampak bingung anak sulungku itu,sembari menyeka
keringat di pelipisnya karena setiap makan dia selalu berkeringat. Kulihat dia
mencoba mencari jawab dengan menatap langit.
“Maksutte bapak ki pie ta?” Demikian,puncak
kebingungan anak sulungku itu.
“Seperti matahari,awan dan langit ada karena
diciptakan Tuhan,demikian pula dirimu nak,kau ada karena diciptakan Tuhan. Kau sekarang
belum tahu,namun nanti pasti akan tahu”.Kututup jawabanku sembari menggendong
anakku yang semakin gendut itu. Dia diam tanpa menjawab,kemudian kami masuk ke
rumah.
Terkadang, kejujuran harus berhadapan dengan
sebuah situasi yang kurang bersahabat..
Salam Cinta Untuk Semesta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar