Hebat Karena Dirawat
Sore Harinya, sembari menunggu rekan-rekan mereka
yang akan main Volly, Maruta dan Panggah ngobrol di dekat lapangan, di bawah
pohon Talok sambil nyruput kopi dan kepulan asap kretek favorit mereka setia
mengiring. Mereka sejatinya telah berulangkali diingatkan tokoh masyarakat dan
agama mereka akan resiko hoby mereka,
namun dengan santai,mereka diam saja dan bila ada si Dul Gemet malah akan
dijawab dengan celelekan,”Halah, orang ngrokok itu kan tandanya orang sehat. Lha
kalau opname kan gabisa ngrokok”, Demikian biasanya jawaban Dul Gemet.
“Mar, lapangan ini masih baik dan enak dipakai,
beda dengan di lapangan kelurahan
kemarin itu. Udah jelek,tidak terawat, keras lagi!Hukkh...Sebel!”, Panggah
memulai percakapan. Kemudian Maruta, dengan masih memegang kopi menjawab.
“Segala sesuatu itu akan menjadi baik atau tidak
memang tergantung dari bagaimana kita merawatnya. Jika kita dengan setia dan
tekun serta benar merawatnya, pasti hasilnya atau keadaan apapun itu akan lebih
baik. Demikian pula dengan lapangan
volly ini. Perhatikan juga pekerjaan Pak Tani, terkadang tidak mengenal musim
dan cuaca,tidak mengenal waktu, mereka setia menjaga dan merawat tnaman di sawah
dan ladangnya. Semua dilakukan demi kebaikan. Kebaikan tanaman di sawah dan di
ladang berhubungan langsung dengan harapan dan kehidupan Pemiliknya, yaitu Pak
Tani”
“Demikian juga dengan hidup kita. Kita juga selalu dijaga dan
dipelihara serta dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Dia itu selalu
menyediakan kita semua kebutuhan kita. Udara,sinar matahari,air,bumi dengan
segala keberadaanya. Semua diberikan kepada kita manusia dengan tidak memandang
baik atau buruk sikap dan tindakan kita. Ini sama dengan Pak Tani, dia akan
memberi pupuk dengan seadil-adilnya ke semua tanaman di seluruh sawah dan
ladangnya, tanpa pernah mencoba melihat tanaman itu akan berbuah atau tidak. Hanya
pada akhirnya, yang tidak berbuah akan dibawa ke perapian. Ini sama dengan
Janji Tuhan yang akan menyertai,melindungi,mencukupi dan malah menyucikan semua
umatNya. Sekarang tinggal bagaimana kita manusia ini menanggapi semua “Perawatan
“Yang Maha Kuasa itu.”
Panggah Manggut-manggut, seolah memahami semua
yang dikatakan sahabatnya, Si Maruta itu. Memang, dia paham betul akan encernya
otak sahabatnya itu, meski kadang konyol,sakpenak’e kareb’e dewe, namun
kecerdasannya memang sudah sangat dikenal. Lalu, Maruta terdengar kembali
berbicara, “Manusia ini aneh Nggah, maunya enaknya sendiri saja. Semua sudah
disiapkan, kata Kang Rakimin wisdicawisi, namun tetap saja meminta terus. Lihat
saja doa-doa semua agam itu, isinya hanya kaya “Proposal”, semua permintaan”
Angin bertiup semilir,Matahari sore mulai terhalang
puncak bukit di sebelah barat dusun itu,tepatnya diatas gunung Mur. Beberapa anak
muda datang ke lapangan volly itu.
“Mar, ayo pemanasan. Kotbah’e suk neh...!”, Ajakan
Panggah menghentikan ceramah Maruta.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar