Rabu, 27 Mei 2015

Surat Cinta..



ANTARA PANDAI DAN INGIN DILIHAT PANDAI
Sebuah catatan reflektif
Untuk saudara-saudaraku semua yang sedang bersidang..Jujur saja saya merasa risih dan bingung bukan kepalang. Kebingungan ini semoga karena ketidakmengertianku dan atau kebodohanku saja dan buka karena (maaf) kekanak-kanakan kalian. Mengapa aku sampai berbagi refleksi ini?Karena memang aku merasa aneh dengan sebuah dunia persidangan ini. Jika persidangan ini adalah persidangannya orang-orang pandai dan dewasa (karena semua minimal sarjana dan sudah berusia lebih dari 25 tahun), mengapa sulit sekali tercapai sebuah titik kesepahaman?Kesepahaman itu tidak dengan memaksakan pikiran atau konsep masing-masing namun justru ketika masing-masing saling memberikan jalan bagi pengertian satu dengan yang lainnya dan dengan demikian bisa saling mengerti mengapa masing-masing memiliki pemaknaan yang berbeda.
Semua terlihat ingin tampil dengan suara yang lantang dan terlihat jelas, meski sejatinya sedang mengulang dan mengulang susuatu yang telah dan dengan letih dipercakapkan. Apakah memang saudara semua akan menghabiskan energi hanya untuk kepuasan pribadi?Apakah dalam sebuah kebersamaan akan terwujud kepuasan bersama?Dan apakah dalam melihat serta memaknai satu obyek kehidupan, semua akan memiliki gambaran yang sama antara satu dengan yang lainnya?
Apakah bahasa –sebagai alat komunikasi- bisa mewakili sebuah realita dan dengannya semua bisa menangkap obyek dengan utuh dan sempurna?
Ahhh, kalian saudara-saudaraku. Mengapakah kalian tidak mengerti bahwa kita ini beragam dan oleh karenanya masing-masing dari kita memiliki hak dan kesempatan melihat dan memaknai sesuai deng Mata kita?Bisakah aku melihat bulan itu dengan matamu?Dan apakah aku salah jika saat bulan purnama aku melihat bulan berwarna hijau sementara kau lihat warna purnama itu perak kemilauan, padahal kornea mataku memang tidak bisa menagkap warna cahaya perak kemilauan?
Kau sering terlihat pandai saudara-saudaraku, namun sejatinya kau sedang mempertontonkan ketidakpandaianmu. Kau sering mengumbar ide liarmu dan kau paksa kami menelan mentah-mentah konsep kalian yang kau anggap paling baik,padahal sejatinya itu sesuatu yang usang juga. Kau berharap orang lain bisa melihat semua seperti yang kau lihat dan saat temanmu, tetanggamu tidak bisa melihatnya sama seperti yang kau lihat, kau ngamuk dan memaksa kami-kami yang memiliki keterbatasan pandangan memiliki kesamaan dengan hasil tangkapan matamu dan bahkan meski kami melihatnya hijau,kau paksa kami mengatakan perak kemilau?Akh...ada apa dengan dirimu saudara-saudaraku..
Lihatlah saudaraku semua yang berbahagia dan yang pandai...
Dunia ini beragam dan karenanya beragam pula hidup dan pemaknaannya. Juga dalam melihat,menerima dan memaknai segala sesuatu. Jangan pernah berpikir bahwa uang Rp.15.000 itu tidak berarti apa-apa karena kalian tinggal di kota besar dan penghasilanmu sebulan sebesar penghasilan kami sepuluh tahun, karena untuk kami yang di pinggiran, itu sangat berharga buat kami. Juga jangan paksa kami mengikuti “Nada Lagumu” yang tidak cocok dengan membran suaraku. Ayo kita nyanyikan sebuah lagu dengan indah meski kita berangkat dari nada yang berbeda. Apakah salah kalau aku menyanyikan sebuah lagu dengan nada dasar F sementara kalian menyanyikannya dengan nada dasar C?Perhatikan saudaraku..
Dalam percakapan ini,sungguh aku melihat keanehan pada diri kalian saudara-saudaraku. Aneh karena kalian selalu berjuang memaksakan konsep berpikirmu, dan dengan itu kalian tidak pernah menghargai sebuah keberagaman. Ingatlah saudaraku, kita berbeda.  Semua dalam diri kita berbeda dan oleh karenanya, mari kita saling memberi jalan untuk mengerti demi keindahan hidup bersama.
Cukup sekian dulu saudara-saudaraku,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH