BUNYI
KENTHONGAN
Derap peradaban semakin membuatnya
tersingkir,berbeda dengan masa keemasannya dulu, manakala semua orang
memerlukan suaranya untuk berbagai aktifitas. Ada yang mnjadikannya alarm,ada
yang menajdikannya penanda waktu,ada yang menjadikannya tenang dan bahagia,karena
ada orang yang masih terjaga,karena toh tidak mungkin dia berbunyi sendiri. Suaranya
tidak istimewa,sederhana dan khas meski “Tubuhnya” terbuat dari bahan berbeda. Itulah
Kenthongan dan suaranya.
KABAR GEMBIRA UNTUK ANDA..
KABAR GEMBIRA UNTUK ANDA..
Dia dahulu sangat berjasa untuk menjadi “Pesawat
Komunikasi” massa. Sebagai penanda akan apapun juga. Isyarat ada bencana,ada
kematian,ada panggilan kerja bersama dan masih banyak lagi fungsi dan perannya.
Namun perlahan kini dia semakin tersingkir,semakin ditinggalkan oleh makluk
yang katanya memiliki kesadaran untuk menghargai sesuatu,meski juga bisa
berbalik memiliki kesadaran untuk melupakan dan menghancurkannya.
Thog...thog...thog...demikian mungkin suaranya
jikalau dilafalkan dalam ejaan alphabet. Suaranya datar dan takbernada,namun
dahulu sangat berguna. Malam ini,tidak seperti biasanya, suara kenthongan itu
tiba-tiba terdengar lagi dari tempatku tinggal,tepat saat jarum jam menunjukkan
pukul 01.31. entah siapa yang menabuhnya,bisa jadi orang iseng atau abhkan
orang gila. Namun suara itu seolah membangkitkan sebuah kenangan akan masa yang
telah lampau, masa ketika suara itu masih dipuncak masa jayanya. Dalam dekapan
kantuk yang tiada terkira,suara itu mampu mendepak kantuk itu untuk kemudian
pergi jauh entah ke aman.
Kenthongan dengan bunyinya, sebuah pruduk budaya
manusia yang dahulu pernah berjaya dan
berjasa itu semakin sirna,ditinggallkann oleh manusia itu sendiri. Namun lewat
tengah malam itu,dengan suaranya yang sederhana dan khas itu,seolah dia hendak
menjerit dalam dingin dan sepi bahwa dia masih ada,meski mulai jarang disapa. Itulah
manusia,selalu melupa dengan segala yang lama,karena telah menemukan yang
terlhatnya istimewa.
Manusia, makluk pengingat sekaligus pelupa. Suara kenthongan
itu menyadarkanku, betapa lupa,melupakan dan benar-benar lupa itu ada,namun
jika saatnya ingat,terkadang manusia juga enggan menyapa. Kenthongan dan
bunyinya, semuanya sederhana, mereka ada karena dihadirkan, mereka berjasa juga
karena manusia. Darinya, kentthongan itu,sejatinya kita semua bisa bercermin
tentang sikap dan perilaku kehidupan kita,selalu menerjang maju dan sering
melupakan sejarah masa lalu.
Sejarah itu sebuah kemestian, takkan bisa ia
dihapuskan dengan apasaja,bahkan penghapus paling canggih di dunia ini takkan
ada yang bisa menghapuskannya,namun manusia sering congkak,seolah bisa
melakukan semuanya. Manusia,agama dan apa saja yang masuk ke ranah sakralpun
tidak terlepas dari virus gawat bernama lupa dan melupakan ini. Mereka hanya
sibuk melihat yang mereka lihat, padahal mata mereka terbatas,meski tidak rabun
dan terkadang malah suka merabunkan diri. Mereka lupa atau melupakan,entahlah. Yang
pasti mereka gagal melihat sebuah kedalaman. Mereka hanya mampu melihat sebatas
yang mata mereka lihat,padahal dibalik sebuah realitas yang mereka lihat
itu,ada narasi panjang yang menggores sejarah. Narasi yang terkadang luka dan
perih,meski takjarang senyum dan bahagia.
Apakah melupakan sejarah akan terkena
laknat?Entahlah,semoga saja tidak. Siapa yang akan melaknat?Kenthongan itukah
atau siapa?Apakah Sang Kehidupan akan sekeji itu dengan melaknat manusia hanya karena melupakan sejarah?Semoga
saja tidak.
Bunyi kenthongan itu membuatku sadar, bahwa memang
ada sebuah sejarah yang pernah tergores dengan suara itu, dan semestinya
kini,kami semua memberinya tempat yang layak.
Thog..thog.thog....
Akhh, kembali dia bernyanyi di tengah malam sepi,
namun aku belum bisa memilah,tangisankah atau nyanyian sukakah bunyi
itu?Terlalu lama aku takbercengkrama dengan suara itu. Aku akan mencoba
menikmati dan mengenangnya,meski sendiri dan (mungkin) dimusuhi..
Sebuah kenangan dari suara kenthongan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar