Kamis, 07 Mei 2015

Nyanyian Pilu Pahlawan Komunikasi

BUNYI KENTHONGAN
Derap peradaban semakin membuatnya tersingkir,berbeda dengan masa keemasannya dulu, manakala semua orang memerlukan suaranya untuk berbagai aktifitas. Ada yang mnjadikannya alarm,ada yang menajdikannya penanda waktu,ada yang menjadikannya tenang dan bahagia,karena ada orang yang masih terjaga,karena toh tidak mungkin dia berbunyi sendiri. Suaranya tidak istimewa,sederhana dan khas meski “Tubuhnya” terbuat dari bahan berbeda. Itulah Kenthongan dan suaranya.
KABAR GEMBIRA UNTUK ANDA..
Dia dahulu sangat berjasa untuk menjadi “Pesawat Komunikasi” massa. Sebagai penanda akan apapun juga. Isyarat ada bencana,ada kematian,ada panggilan kerja bersama dan masih banyak lagi fungsi dan perannya. Namun perlahan kini dia semakin tersingkir,semakin ditinggalkan oleh makluk yang katanya memiliki kesadaran untuk menghargai sesuatu,meski juga bisa berbalik memiliki kesadaran untuk melupakan dan menghancurkannya.
Thog...thog...thog...demikian mungkin suaranya jikalau dilafalkan dalam ejaan alphabet. Suaranya datar dan takbernada,namun dahulu sangat berguna. Malam ini,tidak seperti biasanya, suara kenthongan itu tiba-tiba terdengar lagi dari tempatku tinggal,tepat saat jarum jam menunjukkan pukul 01.31. entah siapa yang menabuhnya,bisa jadi orang iseng atau abhkan orang gila. Namun suara itu seolah membangkitkan sebuah kenangan akan masa yang telah lampau, masa ketika suara itu masih dipuncak masa jayanya. Dalam dekapan kantuk yang tiada terkira,suara itu mampu mendepak kantuk itu untuk kemudian pergi jauh entah ke aman.
Kenthongan dengan bunyinya, sebuah pruduk budaya manusia yang  dahulu pernah berjaya dan berjasa itu semakin sirna,ditinggallkann oleh manusia itu sendiri. Namun lewat tengah malam itu,dengan suaranya yang sederhana dan khas itu,seolah dia hendak menjerit dalam dingin dan sepi bahwa dia masih ada,meski mulai jarang disapa. Itulah manusia,selalu melupa dengan segala yang lama,karena telah menemukan yang terlhatnya istimewa.
Manusia, makluk pengingat sekaligus pelupa. Suara kenthongan itu menyadarkanku, betapa lupa,melupakan dan benar-benar lupa itu ada,namun jika saatnya ingat,terkadang manusia juga enggan menyapa. Kenthongan dan bunyinya, semuanya sederhana, mereka ada karena dihadirkan, mereka berjasa juga karena manusia. Darinya, kentthongan itu,sejatinya kita semua bisa bercermin tentang sikap dan perilaku kehidupan kita,selalu menerjang maju dan sering melupakan sejarah masa lalu.
Sejarah itu sebuah kemestian, takkan bisa ia dihapuskan dengan apasaja,bahkan penghapus paling canggih di dunia ini takkan ada yang bisa menghapuskannya,namun manusia sering congkak,seolah bisa melakukan semuanya. Manusia,agama dan apa saja yang masuk ke ranah sakralpun tidak terlepas dari virus gawat bernama lupa dan melupakan ini. Mereka hanya sibuk melihat yang mereka lihat, padahal mata mereka terbatas,meski tidak rabun dan terkadang malah suka merabunkan diri. Mereka lupa atau melupakan,entahlah. Yang pasti mereka gagal melihat sebuah kedalaman. Mereka hanya mampu melihat sebatas yang mata mereka lihat,padahal dibalik sebuah realitas yang mereka lihat itu,ada narasi panjang yang menggores sejarah. Narasi yang terkadang luka dan perih,meski takjarang senyum dan bahagia.
Apakah melupakan sejarah akan terkena laknat?Entahlah,semoga saja tidak. Siapa yang akan melaknat?Kenthongan itukah atau siapa?Apakah Sang Kehidupan akan sekeji itu dengan melaknat  manusia hanya karena melupakan sejarah?Semoga saja tidak.
Bunyi kenthongan itu membuatku sadar, bahwa memang ada sebuah sejarah yang pernah tergores dengan suara itu, dan semestinya kini,kami semua memberinya tempat yang layak.
Thog..thog.thog....
Akhh, kembali dia bernyanyi di tengah malam sepi, namun aku belum bisa memilah,tangisankah atau nyanyian sukakah bunyi itu?Terlalu lama aku takbercengkrama dengan suara itu. Aku akan mencoba menikmati dan mengenangnya,meski sendiri dan (mungkin) dimusuhi..

Sebuah kenangan dari suara kenthongan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH