Minggu, 03 Mei 2015

Trik Menepikan Dendam..



Namaku Yusuf
Namaku Yusuf. Aku satu diantara 13 bersaudara, satu ayah dan empat ibu. Saudara sekandungku  satu, yaitu Benyamin. Dulu pesan terakhir ibu, sesaat sebelum beliau berpulang ,sebelum melahirkan adik kandungku satu-satunya itu,beliau berpesan supaya adikku itu dinamai Benoni,namun ayah bergeming dan tetap menamai adiku itu Benyamin. Seingatku, dalam keseharianku, semua kakakku membenciku. Aku tak mengerti,mengapa mereka membenciku dan sampai menyiksa untuk kemudian menjualku ke kafilah Mesir dan kemudian dijual lagi ke seorang pembesar istana bernama Fotifar. Mungkin karena aku terlalu disayangi berlebihan oleh ayahku. Yang hendak kutulis ini adalah kisah pergumulanku sewaktu aku sudah sukses di Mesir dan kemudian ada bencana kelaparan. Semua negeri di semenanjung arab sedang dilanda bencana ini. Untung saja aku mengantisipasinya dengan terlebih dahulu menimbun banyak persediaan bahan makanan di lumbung-lumbung seluruh negeri kami, Mesir. Aku sudah merasa menjadi orang Mesir,meski nuraniku selalu mengenang bahwa aku orang Ibrani,karena ayah selalu menananmkan semua tentang kami yang Ibrani. Dan sewaktu kelaparan menghantam, kami bisa nyaman dengan simpanan bahan makanan kami.
Sore itu aku mendapat laporan bahwa ada rombongan orang berpakaian Ibrani sedang berupaya membeli bahan makanan. Takpernah kupikirkan bahwa yang sedang datang itu adalah saudara-saudaraku. Segera kujumpai mereka,dan betapa kagetnya aku sewaktu melihat wajah-wajah kumal dan lusuh 10 orang laki-laki sedang duduk-duduk di serambi istanaku. Aku tidak lupa, itu saudara-saudaraku. Kulihat dari balik jendela, Mas Ruben duduk bersama kakaki Zebulon,sepertinya sedang bercakap. Kulihat,wajah Mas Zebulon sangat kusam dan kering. Mungkin mereka sudah tidak makan dalam beberapa waktu. Kucari adikku,Benyamin namun takjua kudapati. Mungkin masih terlalu kecil. Sewaktu kutinggal mengantarkan bekal ke padang gembalaan yang akhirnya membawaku sampai ke Mesir ini, adikku itu masih kanak-kanak sekali, masih lucu dan menggemaskan. Sering kuajak bermaian dan sering aku menangis, kala aku sadar, anak sekecil itu sudah takbersama ibu. Benyamin adikku, dimana kau?Mengapa tidak ikut kakak semua?Adakah kau baik-baik saja?
Aku terkejut saat seorang pengawal menyapaku untuk segera menemui pencari bahan makanan itu. Ketata hati dan prasaanku dan kutemuai mereka.  Kujaga wibawa pejabat negeri ini sewaktu   kutemui mereka. Aneh, mereka sudah melupakanku. Mungkin mereka mengira aku sudah mati, entahlah. Berbasa basi sejenak,sembari kucari informasi bapa dan adikku. Kata mereka, adikku masih terlalu kecil dan ayah takmau adikku itu berpisah dengan beliau. Kata ayah, sudah cukup beliau kehilangan satu anaknya dan si kecil, Benyamin itu, takakan diijinkannya mengikuti mereka. Aku kalut. Aku merindu semua saudara-saudaraku, merindu ayahku dan semua kurindu.. hampir saja aku takkuasa menahan gejolak rasa ini,namun tetap kujaga wibawaku. Kusuruh pengawal mengisi karung-karung mereka dan kuminta mereka segera kembali dengan membawa adik yang paling kecil. Ingin kulihat adikku Benyamin dan syaratnya, salah Satu dari mereka harus tinggal di Mesir ini sebagai jaminan. Akhirnya Mas Simeon, yang kukenal pendiam dan lebih banyak bekerja serta mengalah itu, yang dijadikan “Sandra” untukku. Aku juga tak begitu tahu, mengapa mereka menunjuk mas Simeon. Harapku hanya satu, segera mereka kembali dan bersama adikku, Benyamin. Setelah mereka pulang dengan meninggalkan mas Simeon, kulanjutkan aktifitasku keseharian sembari menantikan kedatangan mereka bersama dengan adikku. Sesekali kutemui mas Simeon dan kuajak bercakap,masih saja ia tak mengenalku. Ya TUHAN, sebegitu jauhkah kakak-kakakku menganggapku telah mati?
Sore itu, setelah sekitar satu purnama berlalu, kudengar kabar bahwa rombongan Ibrani yang tempo hari membeli makanan dan kembali dengan satu Sandra tertinggal itu datang lagi dan kembali pula  berjumlah 10 orang. Berarti adikku Benyamin ikut serta. Segera kuselesaikan pekerjaanku,kusiapkan hati dan perasaanku. Kubergegas menemui setelah sebelumnya menghampiri mas Simeon.
Masih kusut wajah-wajah mereka. Dan….Adikku, Benyamin…kulihat yang paling letih. Sudah remaja anak itu. Berarti sudah sekian waktu kutinggalkan negeri dan orangtuaku. Kutata hati dan perasaanku,kusiapkan semua tuk menemui mereka. Aku akan jujur mengakui siapa diriku sebenarnya. Namun….
Aku ingat kebencian mereka. Aku teringat perlakuan mereka hingga melemparkanku sampai di negeri ini,memisahkanku dengan bapak dan adikku benyamin. Aku ingat deraan,siksaan,makian,hujatan,serapah kakakku sewaktu di padang gemballan itu…Pukulan,jambakan,tendangan,ludah,semua menerjangu. Seolah mereka semua takingin aku ada diantara mereka,,seolah mereka takmau ada catatan sejarah bahwa aku adalah bagian dari mereka,,,
Aku teringat saat-saat sedihku. Aku  teringat saat aku difitnah manakala aku diingini oleh istri Tuan Fotifar,aku teringat dalam keadaanku dipenjara. Semua tiba-tiba muncul dalam ruang benakku. Aku ingin memberi pelajaran mereka!Akan kubalas mereka. Akan kuberi tahu bagaimana rasanya diperdaya. Aku kuberi tahu sakitnya dibenci! Kembali kulihat mereka. Gemuruh dua keinginan bertempur hebat dalam diriku. Pada satu pihak aku ingin membalaskan dendam dan sakit hatiku, namun pada sisi yang lain aku rindu mereka. Mereka saudara-saudaraku. Mereka adalah bagian hidupku meski sepanjang waktu mereka membenciku. Mereka saat ini sedang sedih, sedang sedih, sedang gundah dan sedang lapar..Apakah kelaparan dan derita itu dipakai alam ini untuk memberi pelajaran kepada mereka akan buah dari kebencian?Akankah aku dalam kesempatan dan kekuasaanku saat ini akan menambahkan derita mereka?Berhakkah aku akan dendamku dan akan pembalasan ini?
Akhh,,,tiba-tiba pening kepala ini. Bingung aku dengan hatiku. Dengan gundah rasa ini. Aku mengambil minum yang selalu disediakan pelayan di ruanganku ini. Kuminum anggur segar ini. Kucoba lagi menata hati dan perasaanku. Jika kubalaskan dendam dan sakit hatiku,apakah aku masih bisa bertemu dengan ayahku?Bisakah kerinduanku ini akan terlunaskan?Ataukah, memang dendam dan sakit hatiku telah dibalaskan oleh ala mini?Ataukah memang ini cara Sang Khalik mengutusku untuk sebuah pekerjaan??
Kulihat lagi mereka,kakak-kakakku dan adikku Benyamin dari jendela ini. Tampak mereka semakin letih dan sedikit kuatir. Mungkin mereka takut tidak mendapatkan bahan makanan lagi dan karenanya, keadaan ayah semakin memburuk?
Kutetapkan hati untuk menjumpai mereka dan mengatakan siapa sesungguhnya aku ini. Aku ingin melihat reaksi mereka. Aku ingin melihat adakah sesal dan takut manakala tahu bahwa yang mereka hadapi adalah aku, Yusuf, adik mereka sendiri yang mereka benci dan kemudian mereka singkirkan?Kuayun langkahku dengan berat, karena pikiranku masih berkecamuk antara dendam dan rindu. Antara keinginan membalas perlakuan mereka dan menolong mereka. Sesampaiku dihadapan mereka,kukuatkan hati untuk menyapa mereka.
***
“Aku Yusuf, saudaramu yang kalian jual beberapa waktu yang lalu”,Kukatakan itu dengan berat. Dan sembari kututup kalimatku,kuperhatikan wajah-wajah mereka,juga Benyamin adikku yang karungnya kusuruh menaruh pialaku. Wajah mereka semakin Nampak kalut dan ketakutan semakin jelas terlilhat olehku. Kujelaskan dan kutegaskan,tidakusahlah mereka takut. Aku sudah menyadari bahwa semua yang terjadi bukan karena sekedar buah dari kebencian mereka, namun karena Yang Maha Kuasa sedang merenda karya untuk mengutus aku lebih dahulu demi menjaga kelangsugan hidup mereka dari bencana kelaparan ini. Aku sudah bisa menyelesaikan perang dalam diriku dan yang menang adalah KASIHku untuk mereka, bukan dendamku. Bagiku, dendam bukanlah sesuatu yang salah,namun sebagai manusia aku harus mampu menaklukan dendam itu. Aku harus bisa mengalahkan dendam itu dan aku berhasil.
Kulihat perubahan rona wajah mereka. Aku tak kuasa membendung rinduku dalam banjir air mataku ini. Kedekati Benyamin, adikki, kupeluk dia, kucium dia dan tangis kami meledak serta melebur dalam satu bahasa. Bahasa cinta. Bagiku, cinta adalah kekuatan yang maha dasyat yang harus aku kelola. Harus aku pelihara supaya terawatt dan tidak tumbuh liar dalam hidupku yang terkadang membutakan akal sehatku. Cintaku, sayah dan kasihku kepada saaudara-saudaraku melebihi dendam dan benciku.
Segera kusiapkan ruang istimewa untuk mereka semua, dan Benyamin, ia sangat istimewa,kutempatkan ia tidur bersamaku beberapa waktu. Setelahnya,kuperintahkan pengawal untuk mengantarkan mereka kembali ke Kanaan,dan sekalian menjemput ayahku. Aku, Yusuf, telah berhasil mengolah rasa dendam menjadi kekuatan kasih yang membuat mereka tersadar.
Salam
Yusuf
http://www.cintasemesta.org/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH