Puasa
“Model” Lain
Umumnya, puasa adalah sebuah tindakan di mana
orang tidak makan dan tidak minum dalam periode waktu tertentu. Ada bermacam
cara berpuasa pada setiap budaya yang dengannya kemudian agama menempatkannya
sebagai sebuah ritus yang boleh dijalankan. Renungan malam ini akan berkisah
tentang sebuah model puasa model lain. Model puasa ini adalah puasa “YA” dan
puasa “TIDAK”. Cara menjalankannya sederhana, hanya berjanji dengan diri
sendiri untuk memilih dua opsi di atas. Masalah waktu bisa dipilih sendiri dan
tidak ada batasan yang pakem.
Dalam model puasa Ya atau Tidak ini, ada sebuah
keunikan yang perlu dikaji secara lebih serius dan mendalam. Masalahnya adalah
demikian, jika memutuskan untuk berpuasa
YA maka orang itu harus selalu menjawab iya dan kemudian menjalankan apa saja
terkait dengan jawaban iya itu. Kasus ini dialami oleh seorang rekan pada
beberapa waktu yang telah berlalu.
Hari itu ia berjanji dalam hati bahwa akan
menjalani PUASA IYA. Ia siap untuk menghadapi semua halangan dan rintangan
terkait dengan pilihan puasanya dan dia tidak akan bercerita kepada siapapun
tentang puasanya. Iya, hari itu si rekan itu berpuasa IYA dan dimulai pukul
06.00 sampai 18.00. artinya selama waktu berdurasi 12 jam pada hari itu ia akan
sellau menjawab dan melaksanakan konsekwensi dari puasa dan tantangannya itu.
Dalam aktifitasnya hari itu, si teman ini seolah
menjalaninya dengan bisa saja, sebab ia msih makan dan beraktifitas seperti
biasanya. Hingga pada sekitar pukul 13.40 menit siang itu, sepulang dari dinas
sampingannya, motor yang dinaikinya pecah ban dan mesti diganti. Sampai proses
pemasangan ban tidak ada sesuatupun yang aneh. Hingga muncul seorang setengah
baya denga istri dan (nungkin ) cucunya. Terlihat ia bingung, meski dari logat
pertanyaan dan intonasi nadanya semestata bercakap.
Rekan saya itu kemudian mendekati orang setengah
tua itu, lalu bercakap. Inti percakapnnya ialah bahwa bapak tua itu akan pulang
ke rumahnya yang jaraknya sangat jauh, sekitar 350 km dan akan menumpang pada
bis. Namun si bapak ini tidak memiliki uang maka minta ke rekan saya itu untuk
memberinya ongkos pulang. Mintanya adalah “Seadanya”, kagetlah si teman ini
karen aia sedang berpuasa iya dan sadar uang di dompetnya sangat terbatas. Namun
ia sudah berjanji, uang di dompet sejumal 78.500 diserehakan semuanya ke bapak
itu setelah diambil 6 ribu untuk biaya tambal ban.
Ia sadar uangnya habis namun ia yakin Tuhan telah
menolongnya. Dan memang benar, dengan perantaraan orang lain Tuhan memberikan
berkat yang cukup.
Puasa YA dan Tidak telah mengajari kita
menempatkan persembahan yang bermakna syukur dan bukan sebagai media yang lain.
Selamat mencoba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar