Jumat, 01 Mei 2015

Sudahlah, terima dengan syukur.


Puasa “Model” Lain
Umumnya, puasa adalah sebuah tindakan di mana orang tidak makan dan tidak minum dalam periode waktu tertentu. Ada bermacam cara berpuasa pada setiap budaya yang dengannya kemudian agama menempatkannya sebagai sebuah ritus yang boleh dijalankan. Renungan malam ini akan berkisah tentang sebuah model puasa model lain. Model puasa ini adalah puasa “YA” dan puasa “TIDAK”. Cara menjalankannya sederhana, hanya berjanji dengan diri sendiri untuk memilih dua opsi di atas. Masalah waktu bisa dipilih sendiri dan tidak ada batasan yang pakem.
Dalam model puasa Ya atau Tidak ini, ada sebuah keunikan yang perlu dikaji secara lebih serius dan mendalam. Masalahnya adalah demikian, jika  memutuskan untuk berpuasa YA maka orang itu harus selalu menjawab iya dan kemudian menjalankan apa saja terkait dengan jawaban iya itu. Kasus ini dialami oleh seorang rekan pada beberapa waktu yang telah berlalu.
Hari itu ia berjanji dalam hati bahwa akan menjalani PUASA IYA. Ia siap untuk menghadapi semua halangan dan rintangan terkait dengan pilihan puasanya dan dia tidak akan bercerita kepada siapapun tentang puasanya. Iya, hari itu si rekan itu berpuasa IYA dan dimulai pukul 06.00 sampai 18.00. artinya selama waktu berdurasi 12 jam pada hari itu ia akan sellau menjawab dan melaksanakan konsekwensi dari puasa dan tantangannya itu.
Dalam aktifitasnya hari itu, si teman ini seolah menjalaninya dengan bisa saja, sebab ia msih makan dan beraktifitas seperti biasanya. Hingga pada sekitar pukul 13.40 menit siang itu, sepulang dari dinas sampingannya, motor yang dinaikinya pecah ban dan mesti diganti. Sampai proses pemasangan ban tidak ada sesuatupun yang aneh. Hingga muncul seorang setengah baya denga istri dan (nungkin ) cucunya. Terlihat ia bingung, meski dari logat pertanyaan dan intonasi nadanya semestata bercakap.
Rekan saya itu kemudian mendekati orang setengah tua itu, lalu bercakap. Inti percakapnnya ialah bahwa bapak tua itu akan pulang ke rumahnya yang jaraknya sangat jauh, sekitar 350 km dan akan menumpang pada bis. Namun si bapak ini tidak memiliki uang maka minta ke rekan saya itu untuk memberinya ongkos pulang. Mintanya adalah “Seadanya”, kagetlah si teman ini karen aia sedang berpuasa iya dan sadar uang di dompetnya sangat terbatas. Namun ia sudah berjanji, uang di dompet sejumal 78.500 diserehakan semuanya ke bapak itu setelah diambil 6 ribu untuk biaya tambal ban.
Ia sadar uangnya habis namun ia yakin Tuhan telah menolongnya. Dan memang benar, dengan perantaraan orang lain Tuhan memberikan berkat yang cukup.
Puasa YA dan Tidak telah mengajari kita menempatkan persembahan yang bermakna syukur dan bukan sebagai media yang lain.
Selamat mencoba

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH