Jumat, 08 Mei 2015

Demi Sahabat,maka Rela untuk Terlibat



TERLIBAT DEMI SAHABAT
Dua orang pemuda sedang dalam  percakapan sembari minum kopi di sebuah Gardu Jaga sebuah kampung. Temaram lampu 15 watt menmani mereka. Percakapan mereka terlihat sangat santai dan akrab,maklum,keduanya tetangga dan sedang dalam tugas ronda.
“Liburan tanggal merah minggu depan itu,rencanamu hendak ke mana?”, Supanggah, demikian nama salah seorang dari mereka bertanya tentang liburan. Meski mereka hidup di desa,namun virus industrialisasi sudah mewabah dan endemic di daerah itu. Sawah-sawah sudah hampir hilang tertelan gedung-gedung beratap asbes dengan cerobong asap yang setiap saat memuntahkan gas beracun yang berbahaya.
“Wah, aku tida bisa ke mana-mana,sudah kadung janji mau nyander ke rumah Dalijo, kan dia sedang ngrehab rumahe”, Dengan sangat santai,sambil nyruput kopi Manuta, demikian nama yang seorang dari mereka menjawab.
“Hallah...hari gini kerjaan kok tidak diburuhke,emang waktu itu tidak berharga ya?Liburan kan waktu buat represing Mar,lagian ngapa juga Dalija mau ngrehap rumah tidak minta tukang?Ini jaman moderen,jaman serba berharga. Sambatan kaya jaman mbah-mabh itu sudah ketinggalan jaman,sudah ilang terkubur jaman!”Tiba-tiba, Supanggah menjawab dengan nada semakin tinggi dan terasa emosional. Entahlan,apa sejatinya yang sedang dipikirkanya,apa karena dia merasa terganggu rencana liburan dengan dolan ke mol,atau karena sewaktu dia ngrehap teras,tidak ada yang membantu sehingga semua meski dihargai dengan uang?Dia tahu seberapa dekatnya Maruta dengan Dalijo. Mereka sangat akrab,dahulu dimana ada Maruta mesti di situ ada Dalijo. Persahabatan mereka teramat lengket,seperti pinang api dan asap.
“Nggah, aku tidak bisa meninggalkan Dalijo yang akan ngrehap rumahnya, dia sedang punya pekerjaan maka aku mesti membantunya semampuku. Aku punya waktu,maka dengan itu aku akan membantu. Sewaktu kau ngrehap teras itu,bersamaan waktunya dengan aku masuk sip pagi,lha ini Dalijo hanya mbenerin genteng,dan tidak menyuruh tukang,hanya berkabar dengan teman-teman, maka tidak mungkin aku meninggalkan pekerjaannya. Persahabatan ini terlalu berharga untuk diingkari Nggah”,Maruta memberi penjelasan dengan sederhana dan terdengar arif,hingga Panggah perlahan bisa memahaminya.
Terlibat untuk pekerjaan sahabat tidak akan terikat oleh uang dan waktu. Ketika persahabatan masih terikat dengan uang,waktu,tenaga,pikiran,perasaan,maka sejatinya di situ persahabatan sudah tidak bermakna. Pada suatu saat, Sang Guru Agung dan Sang Gembala yang Agung itu pernah berucap,” Kamu adalah sahabatku jika kamu melakukan apa yang menjadi pekerjaanku (menurut tafsiran penulis, kata aslinya jika kalian melakukan perintahku)”
Selamat Berefleksi dan Selamat Pagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH