TERLIBAT
DEMI SAHABAT
Dua orang pemuda sedang dalam percakapan sembari minum kopi di sebuah Gardu
Jaga sebuah kampung. Temaram lampu 15 watt menmani mereka. Percakapan mereka
terlihat sangat santai dan akrab,maklum,keduanya tetangga dan sedang dalam
tugas ronda.
“Liburan tanggal merah minggu depan itu,rencanamu
hendak ke mana?”, Supanggah, demikian nama salah seorang dari mereka bertanya
tentang liburan. Meski mereka hidup di desa,namun virus industrialisasi sudah
mewabah dan endemic di daerah itu. Sawah-sawah sudah hampir hilang tertelan
gedung-gedung beratap asbes dengan cerobong asap yang setiap saat memuntahkan
gas beracun yang berbahaya.
“Wah, aku tida bisa ke mana-mana,sudah kadung
janji mau nyander ke rumah Dalijo,
kan dia sedang ngrehab rumahe”, Dengan sangat santai,sambil nyruput kopi
Manuta, demikian nama yang seorang dari mereka menjawab.
“Hallah...hari gini kerjaan kok tidak
diburuhke,emang waktu itu tidak berharga ya?Liburan kan waktu buat represing Mar,lagian
ngapa juga Dalija mau ngrehap rumah tidak minta tukang?Ini jaman moderen,jaman
serba berharga. Sambatan kaya jaman mbah-mabh itu sudah ketinggalan jaman,sudah
ilang terkubur jaman!”Tiba-tiba, Supanggah menjawab dengan nada semakin tinggi
dan terasa emosional. Entahlan,apa sejatinya yang sedang dipikirkanya,apa
karena dia merasa terganggu rencana liburan dengan dolan ke mol,atau karena
sewaktu dia ngrehap teras,tidak ada yang membantu sehingga semua meski dihargai
dengan uang?Dia tahu seberapa dekatnya Maruta dengan Dalijo. Mereka sangat
akrab,dahulu dimana ada Maruta mesti di situ ada Dalijo. Persahabatan mereka
teramat lengket,seperti pinang api dan asap.
“Nggah, aku tidak bisa meninggalkan Dalijo yang
akan ngrehap rumahnya, dia sedang punya pekerjaan maka aku mesti membantunya
semampuku. Aku punya waktu,maka dengan itu aku akan membantu. Sewaktu kau
ngrehap teras itu,bersamaan waktunya dengan aku masuk sip pagi,lha ini Dalijo
hanya mbenerin genteng,dan tidak menyuruh tukang,hanya berkabar dengan
teman-teman, maka tidak mungkin aku meninggalkan pekerjaannya. Persahabatan ini
terlalu berharga untuk diingkari Nggah”,Maruta memberi penjelasan dengan
sederhana dan terdengar arif,hingga Panggah perlahan bisa memahaminya.
Terlibat untuk pekerjaan sahabat tidak akan
terikat oleh uang dan waktu. Ketika persahabatan masih terikat dengan uang,waktu,tenaga,pikiran,perasaan,maka
sejatinya di situ persahabatan sudah tidak bermakna. Pada suatu saat, Sang Guru
Agung dan Sang Gembala yang Agung itu pernah berucap,” Kamu adalah sahabatku
jika kamu melakukan apa yang menjadi pekerjaanku (menurut tafsiran penulis,
kata aslinya jika kalian melakukan perintahku)”
Selamat Berefleksi dan Selamat Pagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar