Senin, 01 Februari 2016

Cara Memaknai Sebuah Lagu

GUNDUL-GUNDUL PACUL

Anak kedua saya, berusia empat tahun, sedang  hobby menyanyi, meski lafalnya belumlah jelas benar. Pelafalan huruf per huruf masih kacau. Namun demikian, dia selalu bernyanyi dan bernyanyi. Hal ini membuat saya tergelitik untuk ikut bernyanyi. Jadilah saya berulang kali menyanyikan sekaligus melafalkan dan juga mengeja syair lagu itu.
Kalau tidak salah bunyi syair lagu itu demikian..
Gundul-gundul pacul..cul..gembelengan
Nyunggi-nyunggi wakul...kul gembelengan..
Wakul ngglempang segane dadi saklatar...
Wakul ngglempang segane dadi saklatar..

Sebuah syair yang sederhana...Gundul artinya kepala...pacul artinya cangkul...kepala adalah simbol harga diri, kemuliaan dan ketinggian. Gundul pacul adalah sebuah tanggung jawab untuk menjaga kemuliaan. Artinya, lagu itu sejatinya sebuah sindiran lembut dari rakyat jelata. Sindiran untuk para pemimpin yang diberi wewenang atau tanggung jawab yang mulia. Apa tanggung jawabnya?

Nyunggi Wakul. Nyunggi adalah bahasa jawa yang artinya menempatkan sebuah barang di atas kepala Ini beda dengan memikul, karena memikul adalah dengan pundak. Menempatkan juga pada tempat yang tinggi. Yang disunggi adalah Wakul. Wakul adalah tempat nasi untuk penduduk desa di wilayah Jawa. Artinya, si pemimpin sejatinya sedang mengemban sebuah tanggung jawab yang tidak ringan. Wakul yang berisi makanan. Artinya, hidup dan tempat kehidupan orang banyak (masyarakat) sedang diemban oleh si pemimpin.

Namun yang terjadi adalah...si pengemban wakul itu gembelengan. Gembelengan berarti kemaruk,sombong,sembrono di dalam mengemban tanggung jawab itu. Akhirnya wakul itu ngglempang atau tumpah sehingga sega atau nasi sebagai simbol kehidupan itu tumpah. Tumpahannya menjadi selebar latar/halaman. Karena tumpah ke tanah (Jaman dahulu halaman rumah masih tanah) maka sudah tidak bisa dimakan, dijadikan sumber hidup dan kehidupan. Tumpahan nasi di latar atau halaman itu menjadi makanan pitik/ayam dan kirik/anjing.

Sebuah sindiran cerdas dari kaum jelata,kaum pinggiran yang sejatinya bisa tetap bisa dinyanyikan oleh masyarakat jaman sekarang. Marena apa?Karena para pemimpin sekarang sejatinya lebih gembelengan di di dalam mengemban tanggungjawab mereka untuk mengemban kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan itu kemudian tumpah,kacau balau dan menjadi santapan hewan-hewan, baik pitik/ayam maupun kirik/anjing.

Rakyat jaman dahulu cerdas memberikan kritikan dengan simbol-simbol. Itu wujud kepedulian masyarakat terhadap keberlangsungan kehidupan bersama berbangsa dan bernegara. Saatnya kita semua sebagai warga negara juga cerdas memberikan kritik yang membangun untuk para pemimpin dengan kemampuan kita. Tujuan kritikan adalah bukan untuk mengambil alih tanggung jawab mengemban wadah kehidupan, namun untuk menyadarkan sang pengemban. Ini yang membedakan rakyat dahulu dan sekarang. Sekarang mengkritik karena mengincar jabatan. Jabatan yang diicar itu karena ada niat lain,yaitu korupsi dan kepuasan diri.
Akh..kok malah ngelantur..ini kan tentang lagu dolanan gundul-gundul pacul tah?Yauda,tidak usah berat-berat dipikirkan, ayo, yang bisa nembang/nyanyi gundul-gundul pacul...segera bernyanyi..Saya juga mau ngajak junior saya kedua nyanyi..
Gundul..gundul pacul..cul...gembelengan...
Silakan lanjutkan sendiri-sendiri...

Salam..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH