ULAT ITU MENEGURKU
Terkadang dalam sebuah relasi
persahabatan,jarak sudah begitu dekat,sehingga sering dalam ejek mengejek sudah
sangat menusuk satu dengan yang lainnya. Namun, karena payung persahabatan yang
sejati itulah,meski terkadang menusuk dalam, namun tak terasa sakitnya.
Demikian halnya dengan kami,dulu, sewaktu masih bersama di sebuah desa nan
sejuk permai dan menyenangkan. Desa yang selalu akan aku ingat sampai kapanpun
dan malah aku berjanji,suatu saat akan kembali ke sana untuk menutup sisa usiaku.
Dulu, di desa itu, kami berkarib satu
dengan yang lain dengan sangat akrab. Semua saling mengerti dan memahami, tidak
ada secuilpun kehendak untuk saling menusuk dan melukai. Semua terasa indah dan
menyenangkan. Beramain bersama, makanpun terkadang bersama, saling berbagi.
Berhiaskan desa pinggiran dan listrikpun belum masuk, kamu hidup dalam kehangatan. Gelap tanpa listrik takjua
menggelapi batin dan jiwa kami. Justru gelap tanpa listriklah yang membuat kami
bisa melihat terang murni persahabatan dan persaudaraan yang utuh dan sempurna.
Pengalamanku ini berkenaan dengan
Ulat. Ya.. ulat,hewan kecil berbulu yang sungguh menjijikan. Memang ulat banyak
spesiesnya,tidak hanya satu. Namun meski apapun spesiesnya, semua ulat itu
menjijikan. Bentukknya kecil,berbulu,badannya lumer dan menggelikan. Pokoknya
semua menggelikan. Tidak ada satupun aspek dari ulat itu yang menarik
perhatianku. Semuanya menjijikan dan aku sangat membencinya, meski tidak ingin
membunuhnya.
Suatu saat, aku lupa tepatnya, di desa
kami sedang gandrung ulat. Hampir semua orang mencari dan mencoba mendapatkan
ulat itu. Namun tidak semua ulat,yang diburu adalah ulat Jedhung, yang biasa
makan daun mahoni,kedondong dan juga sirsat. Maka, setiap hari dari anak sampai
orang dewasa berburu hewan kecil dan menjijikan ini.
Seingatku,ulat jedhung ini mau
dipelihara dan kemudian kepompongnya bisa dirajut menjadi sebuah bahan kain
yang kuat dan indah. Dan saat semua orang
memburu untuk mendapatkan ular ini, aku hanya terdiam. Oiya, yang memburu
tidak hanya kaum lelaki lho ya..semua. bahkan gadis-gadispun ikut hunting hewan
ini, karena ada yang mau membeli seharga Rp. 500 per ekor, lumayan untuk saat
itu. Bisa dibayangkan betapa menyenangkannya waktu.
Ceritaku bukan masalah seberapa harga
ulat per ekor, namun saat aku diberi kawanku untuk dipelihara. Sangat keras aku
menolaknya. Bagaimana aku akan menerima hewan menjijikan itu,sementara aku
sangat membencinya? Teman-temanku terus mencoba merayuku, namun aku tetap tidak
mau ikut-ikutan memlihara hewan menjijikan itu. Meski katanya nanti jika
sudahmenjadi kupu-kupu akan sangat menyenangkan.
Waktu berjalan terus tanpa ada yang
mampu menahannya. Kemudian ulat-ulat yang dipelihara teman-temanku sudah
berubah wujud, dari kepompong menjadi kupu-kupu yang sungguh elok
menyenangkan,dan aku juga bisa melihatnya meski tidak bisa memilikinya.
Terkadang kitapun demikian dalam memandang kehidupan ini. Hanya melihat
dari sisi luarnya saja dan tidak mencoba bijak melihat jauh ke dalam kesejatian
tentang apapun juga. Jika sudah melihat sesuatu dan itu tidak sesuai dengan
harapan dan keinginan kita,maka hanya kebencian yang bersuara dalam relung
nurani kita. Suaranya keras menggema dan mengalahkan suara kelembutan hati yang
lain. Kebencian dan kejijikan telah menutup mata hati untuk melihat sebuah
proses kehidupan berlangsung. Dan kisahku tadi adalah saat di mana aku sedang
diperhadapkan pada keadaan “yang sedang
tidak indah”. Aku gagal melihat bahwa ulat dari temanku itu sedang dalam
siklus kehidupan untuk menjadi kupu-kupu yang indah. Semua karena kebencianku
yang mendalam dengan hewan kecil itu.
Segala sesuatu yang ada disekitar
kita, tidak selalu menyenangkan kita. Bisa jadi malah membuat jiijik dan
memuakkan. Namun, bukan masalah membenci dan menghindarinya,tetapi keberania
kita untuk “Mengenal”
sesuatu yang kita anggap menjijikan dan oleh karenanya kita membencinya.
Kisahku yang hanya melihat banyak teman menimang serta membanggakan kupu-kupu
indah itu biarlah memberi pelajaran semua, siapa saja yang membaca tulisan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar