Minggu, 14 Februari 2016

Cara Tuhan Menegurku

ULAT ITU MENEGURKU

Terkadang dalam sebuah relasi persahabatan,jarak sudah begitu dekat,sehingga sering dalam ejek mengejek sudah sangat menusuk satu dengan yang lainnya. Namun, karena payung persahabatan yang sejati itulah,meski terkadang menusuk dalam, namun tak terasa sakitnya. Demikian halnya dengan kami,dulu, sewaktu masih bersama di sebuah desa nan sejuk permai dan menyenangkan. Desa yang selalu akan aku ingat sampai kapanpun dan malah aku berjanji,suatu saat akan kembali ke sana untuk menutup sisa usiaku.

Dulu, di desa itu, kami berkarib satu dengan yang lain dengan sangat akrab. Semua saling mengerti dan memahami, tidak ada secuilpun kehendak untuk saling menusuk dan melukai. Semua terasa indah dan menyenangkan. Beramain bersama, makanpun terkadang bersama, saling berbagi. Berhiaskan desa pinggiran dan listrikpun belum masuk, kamu hidup dalam  kehangatan. Gelap tanpa listrik takjua menggelapi batin dan jiwa kami. Justru gelap tanpa listriklah yang membuat kami bisa melihat terang murni persahabatan dan persaudaraan yang utuh dan sempurna.

Pengalamanku ini berkenaan dengan Ulat. Ya.. ulat,hewan kecil berbulu yang sungguh menjijikan. Memang ulat banyak spesiesnya,tidak hanya satu. Namun meski apapun spesiesnya, semua ulat itu menjijikan. Bentukknya kecil,berbulu,badannya lumer dan menggelikan. Pokoknya semua menggelikan. Tidak ada satupun aspek dari ulat itu yang menarik perhatianku. Semuanya menjijikan dan aku sangat membencinya, meski tidak ingin membunuhnya.
Suatu saat, aku lupa tepatnya, di desa kami sedang gandrung ulat. Hampir semua orang mencari dan mencoba mendapatkan ulat itu. Namun tidak semua ulat,yang diburu adalah ulat Jedhung, yang biasa makan daun mahoni,kedondong dan juga sirsat. Maka, setiap hari dari anak sampai orang dewasa berburu hewan kecil dan menjijikan ini.

Seingatku,ulat jedhung ini mau dipelihara dan kemudian kepompongnya bisa dirajut menjadi sebuah bahan kain yang kuat dan indah. Dan saat semua orang  memburu untuk mendapatkan ular ini, aku hanya terdiam. Oiya, yang memburu tidak hanya kaum lelaki lho ya..semua. bahkan gadis-gadispun ikut hunting hewan ini, karena ada yang mau membeli seharga Rp. 500 per ekor, lumayan untuk saat itu. Bisa dibayangkan betapa menyenangkannya waktu.
Ceritaku bukan masalah seberapa harga ulat per ekor, namun saat aku diberi kawanku untuk dipelihara. Sangat keras aku menolaknya. Bagaimana aku akan menerima hewan menjijikan itu,sementara aku sangat membencinya? Teman-temanku terus mencoba merayuku, namun aku tetap tidak mau ikut-ikutan memlihara hewan menjijikan itu. Meski katanya nanti jika sudahmenjadi kupu-kupu akan sangat menyenangkan.
Waktu berjalan terus tanpa ada yang mampu menahannya. Kemudian ulat-ulat yang dipelihara teman-temanku sudah berubah wujud, dari kepompong menjadi kupu-kupu yang sungguh elok menyenangkan,dan aku juga bisa melihatnya meski tidak bisa memilikinya.
Terkadang kitapun demikian  dalam memandang kehidupan ini. Hanya melihat dari sisi luarnya saja dan tidak mencoba bijak melihat jauh ke dalam kesejatian tentang apapun juga. Jika sudah melihat sesuatu dan itu tidak sesuai dengan harapan dan keinginan kita,maka hanya kebencian yang bersuara dalam relung nurani kita. Suaranya keras menggema dan mengalahkan suara kelembutan hati yang lain. Kebencian dan kejijikan telah menutup mata hati untuk melihat sebuah proses kehidupan berlangsung. Dan kisahku tadi adalah saat di mana aku sedang diperhadapkan pada keadaan “yang sedang tidak indah”. Aku gagal melihat bahwa ulat dari temanku itu sedang dalam siklus kehidupan untuk menjadi kupu-kupu yang indah. Semua karena kebencianku yang mendalam dengan hewan kecil itu.


Segala sesuatu yang ada disekitar kita, tidak selalu menyenangkan kita. Bisa jadi malah membuat jiijik dan memuakkan. Namun, bukan masalah membenci dan menghindarinya,tetapi keberania kita untuk “Mengenal” sesuatu yang kita anggap menjijikan dan oleh karenanya kita membencinya. Kisahku yang hanya melihat banyak teman menimang serta membanggakan kupu-kupu indah itu biarlah memberi pelajaran semua, siapa saja yang membaca tulisan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH